Minggu, 28 Mei 2023

LOLOS BEASISWA BPI

Halo, ketemu lagi kita...

Saya sempat menulis tentang hal pertama dan utama yang harus disiapkan ketika berniat studi lanjut dan memutuskan mendaftar beasiswa, bisa klik di artikel ini: FIND YOUR BIG WHY. Kali ini, saya lanjut dengan berbagi pengalaman yang lebih prosedural dan teknis kali ya dalam mempersiapkan diri hingga berhasil menjadi salah satu awardee BPI di Tahun 2022. 

**

BPI itu beasiswa apa ya? 

sebetulnya BPI itu pelebaran skema LPDP yang proses seleksi dan manajemennya dikelola oleh Kemendikbudristek. Jadi seluruh fasilitas dan pendanaan yang didapat sama persis seperti Beasiswa LPDP Reguler. 

BPI menyediakan beasiswa mulai dari S1 sampai S3. Seluruh programnya bisa diakses melalui link berikut: https://beasiswa.kemdikbud.go.id/program/

**

Tahap Satu: Administrasi

Apa saja yang harus dipersiapkan sebelum mendaftar?

1. Pahami Persyaratan

Make sure kamu benar-benar memenuhi syarat administrasi. Persyaratan untuk mendaftar beasiswa BPI setiap tahunnya mungkin ada pembaharuan, jadi saya sarankan kamu untuk langsung akses dari laman resmi berikut ya https://beasiswa.kemdikbud.go.id/

Kalau perlu, dilist, ditulis ulang, dan dibuat semacam tabel tempel deh di meja kerja atau dinding kamar. Biar keinget terus dan terpacu untuk memenuhi semua syaratnya.

2. Lakukan Aksi Tertarget


Ini penting, karena gak ada pak guru dan bu guru yang akan ngingetin kita. Misal, harus daftar dan membuat akun ditanggal berapa. Atau misalkan untuk syarat foto nih. Kasih keterangan target, kapan akan difoto, difotonya dimana. contoh lain, untuk syarat bahasa inggris, kapan harus ambil tes, tesnya dimana, dan berapa biayanya. terbayang ya? 

Seenggaknya, kita tahu kapan, dimana, dan gimana cara kita memenuhi seluruh persyaratan. 

3. Administrasikan secara rapi


Setelah berhasil mendapatkan persyaratan satu persatu, masukkan ke dalam 1 folder, beri nomor, dan nama yang konsisten. Gak perlu pake bismillah ijazah, cukup dengan list nama begini nih:
1. Ijazah S1 
2. Transkrip S1
dst..

4. Drafting, Minta Feedback, dan Proofreading


Tahun lalu ketika saya mendaftar seluruh isian dilakukan secara online. Kita bisa cicil mengisi form aplikasi di laman beasiswa BPI. Jadi selain biodata diri, hal-hal seperti personal statement, kelebihan dan kelemahan diri, motivasi, dan rencana studi diisikan melalui aplikasi. 

Saran saya, jangan gegabah mengisi. Salin seluruh pertanyaan dan buat draft jawaban. 
Konsultasikan jawaban ke orang-orang yang kalian anggap reviewer handal yang bisa kasih masukan agar jawaban kalian lebih baik. Syukur-syukur punya kenalan yang udah jadi awardee di tahun-tahun sebelumnya. 

apalagi kalau kalian applicant studi ke luar negeri, saya menyarankan untuk  melakukan proofreading kebahasaan. It is worth every penny kalaupun kalian harus bayar ke proofreader profesional. 

5. Submit aplikasi segera


Segera maksudnya bukan buru-buru. Tapi jangan ambil resiko submit di hari terakhir pendaftaran, karena beresiko website down. Sedih donk kalau semua syarat udah ada, aplikasi nggak kesubmit hanya karena down. H-2 penutupan, mungkin waktu yang ideal. 

6. Berdoa dan minta didoakan


Kalau sudah maksimal ikhtiarnya, sekarang tinggal pasrah. Berdoa bujuk rayu Tuhan kita. Juga minta doa banyak-banyak dari orang-orang kesayangan, terutama orang tua dan pasangan bagi yang sudah menikah. Karena kita gak tau, doa siapa yang bener-bener Allah kabulkan kan? 

**

Tahap Dua: Tes Substantif / Wawancara


Nah di BPI tahun lalu, setelah dinyatakan lolos administrasi kita akan melalui tahapan wawancara. Pas wawancara ngapain aja ya ? 

Wawancara itu tahap untuk melihat calon awardee secara personal. Tentu cara bicara, cara menjawab, tatapan, gesture, dan argumen kita akan sangat mempengaruhi penilaian. Tipsnya apa donk?

1. Latihan


Banyak yang mengabaikan latihan sebelum wawancara. Apa yang harus dilatih? Cara bicara dan gesture itu bisa dilatih lho. Misal, berlatih memperkenalkan diri, berlatih senyum, berlatih duduk, berlatih untuk mengatur posisi tangan.

Jika online, latihan online. Jika offline, lakukan latihan sesuai dengan prosedur offline. Minta bantuan teman untuk memberi feedback. Jika ada budget, belajar pada mentor public speaking bisa jadi investasi yang sangat pantas. 

2. Kuasai konten


Konten apa yang dimaksud? seluruh hal yang sudah dituliskan pada form aplikasi. Karena seluruh interviewer mengacu pada jawaban-jawaban kita di form tersebut. Meskipun, ada beberapa pertanyaan yang melebar dan menggali lebih dalam lagi. Kita sebaiknya menunjukkan konsistensi ketika menjawab interviewer ya!

3. Pahami konteks


Setiap beasiswa memiliki prioritas dan kekhasan. Karena ini BPI, tentu prioritasnya adalah kemajuan pendidikan di Indonesia donk! Pahami trend di dunia pendidikan, kontribusi apa yang akan kita janjikan kalau berhasil jadi awardee, kaitkan kelebihan kampus pilihan kita dengan kontribusi tersebut. Konteks disini lebih ke bagaimana kita menunjukkan keluasan wawasan dan kedalaman berpikir. Make sure, jawaban kita nyambung. Jadi sangat dilarang ngomong seperti menghafal ya!

Banyak membaca buku, nonton berita seputar pendidikan, akan sangat membantu.

4. Ketenangan adalah KOENTJI UTAMA


Berusaha tenang adalah kunci yang sangat penting dalam situasi-situasi menegangkan. Kenali diri, kamu lebih tenang kalau bagaimana? apakah seperti saya dengan memindahkan ketegangan ke tangan dan tersenyum, dengan makan eskrim sebelum wawancara, atau loncat-loncat sebelum wawancara ? hehe.. 

Share My Own Story..


Kenapa tenang itu penting? 

Saya benar-benar mengalami shock yang memicu adrenalin nih tentang wawancara beasiswa. Mungkin ini bisa terjadi di kamu. Namun, semoga tidak ya.

 

Saya mendapat notifikasi jadwal wawancara dini hari via email (11 Oktober 2022). Which is notifikasi itu tidak saya sadari. Lalu 08.00 – 10.30 saya terjadwal ngajar praktikum konseling. Biasanya, saya tidak buka email atau WA Ketika mengajar. Entah kenapa, di jam 09.53 saya iseng buka HP Ketika mahasiswa set-up tempat duduk untuk praktik setelah saya memberi pengantar. Tadaaa…!! Saya direminder oleh panitia kalau saya harus masuk waiting room wawancara via Zoom Pkl. 10.00. Saya hanya punya waktu 7 menit untuk set-up ! less than 10 minutes. 


Tentu saya panik. Headset yang biasanya standby di tas, tidak ada. Ternyata tertinggal di meja kerja karena rapat sampai larut malam. Akhirnya saya putuskan menghentikan sejenak praktikum, meminta mereka merekam kelanjutannya untuk bahan diskusi, dan meminjam headset. Fortunately, ada yang bawa. Saya langsung pindah ke ruangan laboratorium yang tidak terpakai. 

 

Inhale exhale. Basic position. Senyum. 

Wawancara berlangsung dalam keadaan pasrah. Berusaha senyum dan tenang. Berusaha logic. Sesampainya di kelas, mahasiswa sudah bubar. Mereka meninggalkan pesan pamit di grup kelas, dan turut menyemangati dan mendoakan saya. 

 

Kalau udah rezeki, emang gak kemana ya.


Ketika selesai wawancara, saya mendapat satu compliment dari salah satu interviewer. "Bu Yuli, saya salut sama ibu, selama wawancara ibu sangat tenang dan seperti tidak gugup sama sekali. Bagaimana bisa ya bu?"

Saya cukup terkejut mendapat pertanyaan itu. Saya mbatin ternyata latihan saya mengelola ketegangan berhasil: menempatkan tangan pada basic position dan tersenyum. 

Jawaban saya kurang lebih begini, "Tentu saya gugup menghadapi ibu (saya sebutkan nama pewawancara satu persatu). Gugup karena saya tahu ini bukan sesuatu yang dapat saya sepelekan dan harus saya jalani seserius mungkin. Saya berusaha tenang dan menguasai diri agar ibu-ibu tidak ragu dan yakin saya layak mendapatkan beasiswa ini. Sehingga misi-misi saya untuk menjadi bagian - yang mungkin sangat kecil ini, dari kemajuan pendidikan di Indonsia bisa terealisasi. Saya senang ibu-ibu dapat memberikan feedback yang luar biasa selama wawancara berlangsung." 

 

**

Yuk ah, Luruskan niat. Fokus ikhtiar. Banyakin doa! :)


Istri Sekolah Suami Aman [?]

Saya merasa tulisan ini harus saya posting secara public, karena ada banyak yang kirim pesan pribadi ke saya dengan pertanyaan kurang lebih gini: 

"Suami kamu ridho LDR demi sekolah?" 

Pertanyaan macam apaaah itu! Banyak yang mengaitkan dengan isu di jagat maya yang akhir-akhir ini tentang selingkuh, perceraian, dan banyak isu pernikahan lainnya. Sampai ada satu orang yang secara lugas berstatement gini, "deket aja bisa selingkuh, apalagi jauh."


Ah, akhirnya saya paham mungkin LDR ini yang jadi faktor yang mereka ingin tahu. 

 

Itu gak apa-apa jauhan? Gak takut suaminya macem-macem? 

 

Saya seringnya becandain dengan nanya gini sih: “kalau saya yang macem-macemnya gimana? boleh?” haha..

 

Meskipun benar adanya, LDR tidak mudah sama sekali. Hal itu yang membuat saya, di waktu-waktu tertentu semisal Waktu Overthinking Indonesia yaaa, jadi terpengaruh juga sama isu-isu si netijen ya HAHAHA..

 

Nah, Ketika pikiran-pikiran yang tidak-tidak itu muncul saya pasti langsung aja ngomong ke suami. 

Suami saya menanggapi dengan santai aja “Kita bukan mereka. Mereka bukan kita. Fokus aja ke keluarga kita ya.”
 

Ya laki-laki si makhluk rasional, yang emang harus diamini nih jawabannya. 


Jujur, saya gak bisa bilang saya bersih dari godaan. Duh, godaan banyak sekali, Marisol. Saya dan suami pun masih terus berusaha untuk bisa terus saling berpegangan tangan. Mengimani yang baik-baik, terus saling berusaha menjalankan peran masing-masing sebaik mungkin, belajar terus, refleksi terus, dan saling mendoakan. Semoga aja bener-bener bisa jadi pasangan hingga maut memisahkan. Gak mau takabur, kami hanya manusia biasa yang apa atuh ya.. doain ya!

 

Tapi kalau boleh sedikit sharing jawaban saya terhadap pertanyaan dan kekepoan beberapa kawan yang maya maupun yang nyata tersebut mari lanjut ke paragraph berikutnya ya. Kalau gak boleh, yaudah, tutup aja halamannya HAHA… 


**

 

Mungkin, hal yang patut disyukuri adalah sebelum menikah, kami berteman dan beroganisasi bareng-bareng. Sebelum memutuskan untuk lanjut ke pernikahan, ada proses interview dari saya si perempuan insecure ini tentang apa-apa yang ditakutkan dan diinginkan dari pernikahan. Kami sharing apa yang penting buat diri kami masing-masing. Saya sih yang banyak ngomong (yang kenal pasti langsung ngangguk, iyalah si yuli cerewet gak ada obat, hahaa..)

 

Tentang izin suami..


Suami saya adalah orang pertama yang saya minta approvalnya. Saya dan suami membuat semacam analisis SWOT karena ini bukan hanya tentang saya dan dia, ada anak-anak yang harus dipikirkan kesejahteraannya. Jadi sangat enggak mungkin saya berangkat kalau suami nggak approve. Malah suami saya yang support banget saya pergi sejauh saya mau, biar saya jadi manusia utuh yang gak penasaran lagi sama medan memperjuangkan mimpi.

 

Sebelum akhirnya memutuskan kuliah di University Malaya, Malaysia.  Saya berkorespondensi sama salah satu professor di Bristol, hampir setiap malam nangis, selalu ada pertanyaan: Gimana kalua saya beneran kuliah ke UK? Sambil nangis ngerjain PR dari sang professor tersebut. Dan berulang kali suami saya memastikan, anak-anak akan aman, dia support 100%. 

 

Sebagai persiapan studi tersebut, saya les IELTS sebulan sambil ngajar 16 SKS, plus banyak kerjaan lain sebulan full. Dia rela menjaga anak-anak, dan mindah jadwal kerjaan ke malam hari dan weekend. Pernah subuh-subuh, sebelum saya bangun (04.30) suami saya sudah di kamar sebelah untuk ngajar privat  online Public Speaking. 

 

Di lain kesempatan, 3 malam dalam seminggu, saya ambil kelas writing IELTS online. Dan tiap pertemuan ada try out. Demi saya bisa focus, dia akan ajak anak-anak keluar rumah: ke angkringan, ke rumah tetangga yang punya anak kecil biar bisa sama-sama main, atau sekedar main di halaman rumah. Ah, saya gak bisa kayak dia kayaknya kalau posisinya dibalik. 

 

Sering dan berulang kali saya tanya, “kamu beneran gak apa-apa saya kuliah ke luar negeri?” 

Jawabannya gak berubah: “I am totally supporting you!”

 

Saya merasa mental saya tidak siap. Ketika proposal approve oleh calon supervisor saya di Bristol dan meminta saya mengurus ke admission. Jelas kabar baik, sekaligus hal yang membuat saya semakin overthinking. Sampai akhirnya setelah istikharah beberapa kali, saya memilih Malaysia. Di bulan Ramadhan saya chat teman saya di Malaysia, meminta saran kampus mana yang cocok. Hingga akhirnya saya memutuskan untuk tidak melanjutkan admisi ke Bristol. Mengabari si ibu professor di sana kalau saya mundur dan akhirnya mendaftar ke UM H-1 Lebaran di 2022. Alhamdllh setelah proses wawancara dengan calon SPV, dan Kepala Departemen, saya mendapat LoA beberapa bulan setelahnya. Bermodalkan LoA tersebut, yakin mendaftar beasiswa BPI di bulan September 2022. Lucky me, berhasil mendapat sponsor studi dari BPI setelah melewati serangkaian proses seleksi (administrasi, substantif/wawancara). 

 

Lebih dari sekedar terima kasih, aku adalah istri yang begitu beruntung. Semoga kita benar-benar bisa sampai di titik impian itu. Semoga kita menyelesaikan episode ini dengan baik. Semoga apa-apa yang sudah dipilih adalah keputusan yang betul-betul layak diperjuangkan. 

 

***

 

Hari ini, di 28 Mei 2023 

Saya menulis blogpost ini sebagai reminder, betapa saya beruntung dan mendapat privileged untuk disupport pasangan hidup. Keterlaluan kalau sampai saya menyianyiakan apa yang sudah diberikan. 

 

Sejak Maret lalu, saya masih ‘agak’ linglung, belum sepenuhnya ngeh tentang apa yang saya harus lakukan. Belum solid rencana penelitian thesis saya. Belum 100% jiwa saya untuk sekolah. 

Dan Ketika saya merengek ingin pulang Idul Adha, suami saya agak melarang. Dia tidak ingin saya dan anak-anak terus berkutat di rollercoaster emosi berulang dan akan mempengaruhi fokus studi saya. Again, dia adalah real-supporter yang tidak ingkar janji. 

 

Spill secuplik obrolan, yang mungkin akan jadi komedi penghibur Ketika kami sama-sama kelelahan. 



Iya, kami kalau ngobrol agak absurd memang. obrolan serius, jadi komedi. diafragma dibawa-bawa hahaha..


Thanks ya, Pi. Love you to the moon and back. Aku padamu 💖