Kamis, 16 November 2017

Belajar dari Rina Nose yang Lepas Jilbab

Beberapa hari terakhir jagat maya dihebohkan dengan kabar Rina Nose buka hijab. Menjadi trending di youtube, muncul jadi hot topic di beberapa akun lambe-lambe an dan infotainment di hampir semua stasiun televisi. Alhasil, orang yang tidak niat mencari berita tentang ini pun, terpaksa tahu.


sumber: tribunnews (dot) com

Tulisan saya ini dibuat bukan untuk mengomentari Rina Nose itu baik atau buruk, muslimah yang berdosa atau tidak berdosa (karena setiap muslim juga tahu kan ini dosa atau tidak), atau pun menerka-nerka alasan apakah dia benar berpindah agama, atheis, atau depresi berat. Itu bukan urusan kita. Kalau terlalu dalam mengurusi itu, jatohnya kita malah lebih berdosa.Watch out!!

Eh, berarti saya mendukung keputusan Rina Nose donk kalau gitu? Yaellah siapa sayaaaa mendukung atau tidak mendukung nggak akan mengubah keputusan si dia mbake...!! kenal aja nggak.

Literally, tujuan utama saya turut menyematkan topik ini sebagai bahan tulisan di blog saya ini  adalah: NGAJAK BELAJAR JADI MANUSIA YANG LEBIH BIJAK!

Yap, ngajakin belajar. Karena saya juga sedang belajar. So, yuk sama-sama belajar dari case ini.

Public Figure Factor

Pertama, harus kita sadari yang buka tutup hijab bukan hanya Rina Nose. Temen-temen, tetangga, bahkan keluarga kita juga mungkin banyak yang melakukannya. Bahkan diposting di sosial media. Tapi kenapa sih seheboh ini saat Rina Nose yang melakukanya (yang didahului oleh Marshanda, Trie Utami, dan lain-lain) ?

Jawabannya adalah karena Rina adalah public figure alias sosok yang dikenal oleh khalayak banyaaaaaak. Every single penduduk kecamatan knows her, apalagi yang hobi banget nongkrongin dangdut academy semisal mama saya, hehe.. Nah, ini yang jadi masalah zaman now. Masyarakat sekarang banyak yang memiliki keterikatan terlalu dalam dengan banyak selebriti atau figur-figur publik yang sering muncul di TV. Pada tahap akut, beberapa kalangan merasa memiliki dan berhak mengontrol kehidupan para public figure.  Seolah yang diidolakan tidak boleh salah dan harus selalu menjadi sosok ideal yang diharapkan.

We need to know, kita harus sadar betul, betul-betul sadar, yang kita lihat di media (tv, internet, youtube channel) itu hanya sepersekian (bagian sangat kecil) yang mereka tunjukkan. Selebihnya, sebagian besar kita tidak tahu apa-apa.

Jadi, please jangan terlalu mudah mengagumi. Karena itu akan menuntunmu untuk juga terlalu mudah membenci. Dan ini tidak baik, Mbake!

Jawaban keduanya menurut saya adalah saat ini banyak orang yang tidak sadar diri. Follower instagram yang berjuta-juta itu manusia yang bisa jadi sebagian besar adalah remaja atau manusia-manusia labil, fans-fans yang membesarkan si public fugure ini pun bukan satu dua ratus, sampai jutaan. Dan mereka secara signifikan sangat dipengaruhi oleh tindak tanduk sang idola.

Tapi, memprihatinkannya sekarang kita melihat banyak public figure yang seakan-akan tidak sadar bahwa sekecil apapun yang dilakukan dan setiap statement yang diungkapkan ke publik akan berdampak besar. Ketika itu kebaikan, maka kebaikannya akan berdampak sangat luas (lebih luas jika dibandingkan dengan kebaikan yang dilakukan oleh yang bukan public figure). Begitu pun sebaliknya, akan ada dampak sangat besar juga ketika para public figure ini melakukan satu kesalahan atau ungkapan-ungkapan yang dianggap kurang sesuai dengan norma.Nah, pengen banget ngomong sama orang-orang yang memang sudah dikenal publik. 

"Wahai orang yang populer bin terkenal, mau gak mau memang harus jaga sikap, jaga omongan, dan sebut saja harus punya citra yang baik. Karena apa? gerak gerikmu bukan hanya milikmu saja, jutaan pasang mata dan jutaan pandangan tertuju padamu. Bersikaplah dengan penuh tanggung jawab, pak/bu/mas/mbak/akang/teteh."

Satu lagi, buat kamu remaja pemuda pemudi yang niat banget pengen populer, beneran siap jadi populer? Resikonya banyak! You will such have no privacy. Mau nggak mau, pencitraan menjadi sesuatu yang wajib pada akhirnya.

People’s changing

Pelajaran kedua, adalah sejatinya manusia memang berubah. Dinamis dan terus menerus melakukan perubahan. Baik disadari atau tidak, bukan hanya Rina Nose, kita pun begitu, kan?

Hari ini bisa jadi suka sekali sama satu hal, besok tidak lagi. Kemarin tidak suka A, hari ini menjadi suka. Terus menerus begitu. Itu fitrahnya manusia yang dikaruniai akal dan hati nurani. Kita tidak bisa menghentikan kerja otak untuk menerima informasi, berpikir, beropini, berkeputusan, sampai bertindak. Begitu seterusnya.

Tapi, masalahnya sekarang banyak orang yang alergi terhadap perubahan yang terjadi di luar dirinya. Artinya kalau dirinya yang berubah, sah-sah saja. Tapi kalau orang lain yang berubah? Dikomentari sampai detil dan seolah menjadi komentator paling ahli sedunia. It is a big problem, mbake!

Mengingatkan itu baik, bahkan wajib. Kami yang muslim memang diajarkan untuk tidak hanya menegakkan kebaikan, tapi juga memerangi kejahatan. Nah, karena itu baik, sampaikan dengan cara yang baik. Saya pikir, siapapun sepakat kalau menguliti atau menelanjangi aib saudara dengan cara yang tidak baik bahkan dengan kata-kata kotor, jahat, membully, itu sangat tidak baik. Orang yang dihujat tidak menyadari kesalahannya, yang menghujat juga dosa. Iya nggak sih?

Meskipun, sekali lagi, kalau saya ditanya setuju atau tidak menanggapi muslimah yang tidak berjilbab atau lepas jilbab, jawabannya jelas tidak setuju. Karena saya muslim, meskipun belum sepenuhnya 'baik' tapi jelas aturan agamanya kalau jilbab itu wajib. Ada beberapa hal yang sudah mutlak aturannya, :)

Kita boleh jadi mengetahui satu hal, tapi tidak mengetahui lebih banyak hal lainnya. Makanya kita harus selalu belajar. Meskipun jika tentang "keyakinan", jangan salah belajar, karena jika sudah salah memilih guru, resikonya bukan hanya salah tapi juga tersesat. Na'udzubillah.

Sekian, obrolan di Jum'at pagi ini.
Semoga kita terus bisa memperbaiki diri dan belajar selalu lebih baik.

Your sister,


Uly.

6 komentar:

  1. Yap mbak setuju. Jangan terlalu mudah mengagumi. Trimakasih sharingnyaa :))

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hallo Mbak Muthi, terima kasih kunjungannya :)

      Hapus
  2. Sangat disesalkan sih ya keputusannya utk lepas hijab. Tp kembali itu kan hak dia. Yg dosa jg dia kan. Sesama muslim kita hanya bisa mendoakan semoga hidayah itu dtg lagi, dan rina nose kelak istoqomah lagi. Aamiin

    BalasHapus
    Balasan
    1. betul mbak merry, disayangkan sekali.
      semoga ya mbak, aamiin..

      terima kasih kunjungannya mbak meri :)

      Hapus
  3. Ah setuju, itulah sampai sekarang tak ada satupun public figure yang menjadi idolaku sampai aku harus sibuk mengikuti perjlanan si public figure itu. Yaaa, ada banyak kok yang mnginspirasi dan enggak harus mengikuti terus kan? apalagi sampai memuji-muji atau menjadi paduan untuk bersikap dan entah apapun itu. Ya gitiu, kalau public figure dinilai salah di masyarakat kitanya jadi bakal kecewa ya. And then orang itiu berubah, manusiawi kok...tapi yang lebih dipuji adalah berubah ke arah yang lebih baik di mata masyarakat (dalam hal ini public figure ya), kalau sebagai manusia biasa mah, berubah lebih baik dalam hal bangun lebih pagi, sudah bersyukurnya Masya Allah

    BalasHapus
    Balasan
    1. ya begitulah mbak, sedihnya banyak ketidakseimbangan sekarang di masyarakat kita. Was so complicated.

      love the last sentence: sesederhana bangun pagi & bersyukur. kalo tiap hari begitu, tenang ya rasanya..

      Thanks kunjungannya ya mbak Astin :)

      Hapus