Selasa, 21 Maret 2023

[ Bukan ] TIPS & TRICK LOLOS BEASISWA : Find your big why !


Hello dear friend,

Gimana kabar kamu hari ini? 😊

Semoga dunia kamu lagi baik, ya :) 

Kayaknya ada macem-macem alasan pembaca yang sampai ke laman ini. Bisa jadi kamu adalah orang yang lagi prepare studi lanjut. Bisa juga karena galau banget sama pencarian beasiswa studi lanjut. Ada juga yang cuman iseng aja pengen baca, hehe.. 

Tapi apapun alasannya, I have to tell you a disclaimer: saya hanya akan share pengalaman saya dan pemakanaan saya atas pengalaman tersebut. 

Enjoy!

***

Kalau ngobrolin beasiswa, sebetulnya tahun 2022 itu kali pertama saya yang benar-benar berusaha mencari beasiswa. Ketika S1 dulu (2007) belum terlalu banyak info-info dan penyedia beasiswa. Pun ketika mendaftar S2 di 2011-an, formasi beasiswa terbatas. LPDP kalau tidak salah baru mulai buka itu 2012 gitu, itupun belum semasif sekarang. Artinya buat kamu yang nyari beasiswa studi lanjut di 2023, kalian punya akses informasi yang lebih cepat dan banyak. Hal ini memungkinkan peluang untuk dapet beasiswa pun lebih tinggi bagi yang bener-bener prepare ! 

Percuma juga kan peluangnya banyak kalau gak prepare, pelamar beasiswa yang berkompetisi sama kita tentu lebih banyak lagi. 

Hal pertama yang ingin saya share adalah tentang menjawab pertanyaan: Kenapa harus beasiswa?



Ini adalah pertanyaan yang perlu kita tanyain ke diri kita sebelum akhirnya take action ini itu. Penting untuk kasih kita fondasi tentang seberapa clear tujuan kita. 

Me, personally, cari beasiswa karena memang profesi saya sebagai dosen mengharuskan saya studi lanjut sampai S3. Akhirnya mencari beasiswa untuk membantu pembiayaan studi yang tidak murah. Tapi kan banyak yang tidak pakai beasiswa? Iya, dan itu gak apa-apa. Bahkan saya pribadi kalau semisal tidak dapat beasiswa di 2022, akan mensponsori diri sendiri karena S3 kayak udah fardu 'ain hehe.. 

Menurut saya, beasiswa itu It is worthwhile to achieve, karena..

Beasiswa bisa memperpanjang langkah. 

Kalau kita menggunakan uang sendiri, peluang memilih universitas lebih terbatas sesuai dengan kemampuan finansial masing-masing. Tapi, kita bisa pilih universitas dimanapun dengan beasiswa, bukan? As long as kita memang memenuhi kualifikasinya. 

Beasiswa bikin kita lebih fokus sama perjalanan studi.

Apapun degreenya dan beasiswanya, awardee biasanya bisa lebih fokus ke perjalanan studi yang dijalani. Perjalanan studi ini gak selalu tentang hal-hal akademis, tapi juga hal-hal yang terjadi selama studi. Emangnya kalau gak dapet beasiswa gak bisa fokus studi? Agree to disagree ya, menurut saya akan lebih sulit karena kita akan berburu dengan SPP, beli ini beli itu harus bertarung dengan pemenuhan kebutuhan sehari-hari terutama yang sudah berkeluarga. Beasiswa bisa kasih kelonggaran di situ, sehingga bisa lebih fokus ke 'studi' nya. 

Beasiswa jadi salah satu jalan untuk bangun networking.

Lho kalo gak dapet beasiswa juga bisa lah build a network! Iya, saya setuju. Tapi biasanya penerima beasiswa punya relasi yang lebih banyak sejak awal. Kita bisa punya teman yang mungkin kuliah di univeristas lain, sejurusan atau pun enggak. Sedaerah ataupun enggak. Apalagi kalau kalian bisa jadi penerima beasiswa di negara-negara maju. It will broaden the chance to build a larger network. Ajang silaturahim nya lebih luas dan beragam deh, insyaallah..

Beasiswa itu kayak sistem "Pra-bayar."

Jadi kalau misal kita gak dapet beasiswa kita harus membayar SPP, biaya ini itu di setiap semesteran. Kalau beasiswa itu seperti pra bayar. Kita prepare berjuang 1 tahun untuk prepare beasiswa, setelahnya kita bisa fokus studi tanpa mikir keuangan lagi. Meskipun betul dalam proses pencairan dana tidak semudah yang kita inginkan hehe.. Tapi at least, semisal kita ngutang-ngutang pun, jelas bayarnya dari mana kan? hehe.. 


Empat hal yang mungkin cukup untuk jawab kenapa beasiswa itu perlu banget diperjuangkan untuk sponsorin studi lanjut kita. Kamu mungkin bisa dapet lebih banyak hal-hal terkait Your Big Why!

Apakah beasiswa itu pasti cukup untuk cover semua kebutuhan kita selama studi? Belum tentu. Ada ragam beasiswa, baik itu dari sisi persyaratan maupun fasilitas yang dikasih. Makanya prepare studi lanjut gak bisa dilakukan dalam waktu 1-2 bulan. Riset tentang beasiswa yang 'cocok' sama kebutuhan dan kemampuan kita aja perlu waktu. 

This is why kita perlu mulai dari menjawab kenapa kita perlu cari beasiswa. Kita harus kenal dulu sebetulnya apa sih yang kita mau cari? apa sih yang bener-bener kita butuhin? 

Pernah ada teman saya yang berangkat ke sebuah negara dengan beasiswa kampus di negara tersebut. Dia cerita hanya stay 3 bulan. Kenapa? karena ternyata beasiswa hanya cover SPP, living cost dan lain-lain harus bayar sendiri. 

Nah, kenapa ini bisa terjadi? Karena berawal dari kalimat 'yang penting dapet beasiswa' padahal gak semua beasiswa fit sama kita.

Yang penting dapet beasiswa. Please Don't Be!

Bagi yang berkeluarga, isu tunjangan keluarga juga jadi pertimbangan. Saya, misalnya, tidak mengirim aplikasi ke beasiswa-beasiswa yang tidak memberikan family allowance. Karena masih ada harapan membawa keluarga selama studi. 

Bagi yang minat studi lanjut ke luar negeri, isu tentang bahasa juga menjadi penting. 

Mengerti bahwa kuliah akan berlangsung menggunakan bahasa apa? Warga lokal pakai bahasa apa? 

Saya pernah ikut satu acara sharing dari penerima beasiswa di Jerman. Beliau merasa stress hingga akhirnya depresi karena isu bahasa. Dia mengaku bahasa inggris aja belum fluent lalu harus belajar bahasa jerman, dan ternyata warga lokal pakai bahasa jerman semua. Akhirnya, he took time to mentally-recovered dulu. Di sesi tersebut, beliau wanti-wanti banget kalau kita harus bener-bener paham tentang apa-apa yang harus kita persiapkan. Agar tidak mengalami shock berat. 

Hmm.. jadi sayang banget kan kalau apa-apa yang kita lakukan tidak berawal dari tujuan yang jelas dan kuat. Udah persiapan dan ngerti tujuan aja, masih mungkin untuk oleng. Karena sejatinya manusia hanya bisa berusaha juga kan ya. Tapi kalau gak persiapan dan kurang jelas tujuan, pasti akan lebih banyak potensi olengnya hehe... 

Jangan sampe udah capek-capek kejer beasiswa, tapi shock pas studi ternyata beasiswa gak cover gaya-hidup-sultan kamu. Jangan sampe udah jauh-jauh studi lanjut, bingung juga mau ngapain karena hanya ikut-ikutan teman, hiks! 

Jangan sampe udah dapet beasiswa malah gak mau pulang ke negara pemberi beasiswa #eh!

***

Alhamdulillah, bersyukur sekali saya berhasil dapet satu beasiswa yang menurut saya fit sekali dengan apa-apa yang saya butuhkan. Tahun 2022, saya berhasil menjadi penerima #BeasiswaPendidikanIndonesia.  Dikenal dengan istilah beasiswa #BPI yang merupakan perluasan dari LPDP  yang dikelola oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.

Bagaimana akhirnya saya dapet beasiswa itu akan saya ceritain di tulisan berikutnya ya.. 

Selamat merenung to find your big why :)

Salam hangat.














Rabu, 15 Maret 2023

Welcome to KL Malaysia!

Wah kaget liat tahun terakhir posting, it's been two years! 

Saya kembali nyambangi ruang blogging ini, karena  menulis medium yang biasanya ampuh untuk ngusir perasaan sepi sendiri #tsaah! 

Selama dua tahun terakhir banyak yang terjadi; mulai dari terlewatinya krisis akibat Pandemic Covid-19 (it's huuuugeeeeee, tho!); bertambah anak (bertambah rezeki, amiin); dan berbagai pencapaian yang sangat gak bisa dikecilkan. 

Yes, I am proud of myself bisa melewati segitu banyak hal deh ya. And let me tell you a story! 

...

Today!

Hari ini, 16 Maret 2023 saya ngetik ini di sebuah kondominium daerah Petaling Jaya (PJ), Malaysia. 

Sudah sembilan hari nginjek Malaysia sebagai mahasiswa doktoral - with a slightly bitter welcoming.

Saya si emak-emak beranak dua ini agak ngalamin culture-shock setibanya di Malaysia. A lot of things looks significantly different. Yang memperparah mungkin karena selentingan di Indonesia, kita terbiasa menyamakan diri dengan Malaysia ya. Hal ini saya sering dengar ketika beberapa teman dosen menanggapi saya yang mau kuliah lagi di Malaysia: 

"Malaysia mah sama aja kayak Indonesia"

"Enak di sana itu makanan bahasa mirip-mirip sama di kita"

Then, saya gak ngerasa harus prepare apa-apa. Dalam pikiran saya, "ah sama aja kok. tenang aja."

PADAHAAAAL.... BEDAAA FERGUSO!

Mungkin banyak yang ngerasa tahu Malaysia karena sering melancong kesini, tentu sebagai turis. Bisa jadi tergabung melalui tour and travel agent ya. Jadi ya pengalamannya lebih pengalaman pelancong yang semuanya memang well-managed sama agent. Kalaupun solo travel, itinerary sudah siap biasanya dan destinasinya tentu destinasi wisata. You don't live like a citizen here, tho! πŸ˜…

Bahasa

Di Malaysia, betul kita punya bahasa yang mirip. Tapi enggak sama! 

Saya kuliah dan supervisi pake Bahasa Inggris. Ini aman banget untuk international student. Tapii, ketika di luar kelas kita harus sensitif sama lawan bicara, dia dari ras mana dan pakai bahasa apa πŸ˜‚

Beberapa kali saya pakai bahasa inggris, ternyata orang tersebut jawab pakai melayu. Saya pakai melayu karena memang looks like Malay people, dia jawab gak bisa bahasa melayu. 

Dan akhirnya setiap mau ngajak ngomong orang asing, saya harus tanya dulu "Excuse me, you speak bahasa or english?" 

Ras

Disini sangat biasa kalau kita bicara tentang ras kita apa, ras orang lain apa. Bahkan di setiap form administrasi kampus, hampir selalu ada pertanyaan tentang ras kita apa. 

"Ah di Indonesia juga multikultur, Li" 

Come on, it's quite different here! 

Disini ada tiga ras yang dominan: Melayu, Cina, dan India. Selain itu ada yang Kulit putih, Arab, Bangladesh, Nepal, dll. Udah biasa tuh obrolan ketika cari properti untuk disewa, semisal "disni kita tak terima orang ****", streteotipe is so real deh beneran. 

Identitas mereka juga gak cuman nampak dari tampilan wajah atau warna kulit, nampak juga dari bebauan. Misal kita masuk ke sebuah blok apartemen, lalu kita mencium bau tertentu, kita bisa nebak blok ini didominasi sama ras mana. Kalau dari aksesoris pintu apartemen, tentu ini lebih obvious lagi. 

Ini tuh efeknya ke berbagai hal, katanya denger-denger dari obrolan bareng orang sini, identifikasi ras-ras ini akan menentukan kuota kebijakan tertentu. Misal, pribumi akan dapat sekian persen di universitas, ras lain akan dapat sekian persen. Terus urusan rumah, perumahan yang ini akan disediakan hanya untuk pribumi, misalnya. 

Panggilan

Ini saya ngalamin beberapa kali tentang salah manggil orang hehe.. 

Kalau di Indonesia, kita kayak udah ngerti banget harus panggil orang asing itu dengan apa: Bapak, abang, Mas, Mbak, dll. kan ya? 

Di sini, punya konsensus model gitu juga. Tapi tiap ras itu beda. Nah lho. Sini-sini saya share cerita konyol saya haha..

Cerita satu. Dari Kuala Lumpur International Airport (KLIA) saya pakai grab menuju Kuala Lumpur. Nah di perjalanan yang lumayan lama (+-45 menit) saya ngajak ngobrol si driver. Lalu obrolan semakin seru karena si babang driver ini smart people kayaknya. Lalu sepanjang obrolan saya panggil dia Cik. Ngobrol pakai bahasa inggris mix bahasa. Lalu tiba-tiba dia bilang, "Dont call me cik. I am not that old. Just call by name!"

Cerita dua. Dari kampus menuju kosan. saya panggil si driver "uncle" karena dia dari chinese. Dan dia bilang hal yang sama. Dont call me uncle, i am not that old. 

Cerita ketiga. dari daerah Kuchai ke kosan. saya panggil abang si driver yang nampak Melayu. Berbekal info dari Cerita Satu, kalau gak tua-tua amat, tapi nampak lebih senior wajahnya, panggil abang saja. Again, dia bilang dont call me abang, kita sebaya saja nampaknya. 

Cerita keempat, saya house viewing dengan pemilik satu apartemen. Saya panggil beliau Pak Cik. Dia bilang jangan panggil Pak Cik, panggil Encik sahaja. Aiiih..... 

Waw! jadi kita manggil orang kudu nebak-nebak usia dari wajah? πŸ˜†Lha kalau wajahnya emang keliatan tuir gimana donk πŸ˜‘ #Joking!

Public Transport

source: google

Di sini ada banyak alat transportasi publik yang murah dan nyaman. Bus ada beberapa jenis, ada yang free ada juga yang berbayar. Semua bus atau kereta berbayar itu cashless, harus pakai kartu gitu (RapidKL Touch and Go). Kalau yang free cukup scan barcode yang ada di dekat pintu masuk bus. Selain itu khusus untuk student di universitas (yang saya tau Universiti Malaya) itu juga ada yang free dan dia ada beberapa shuttle gitu. Mungkin untuk yang tinggal di Jakarta udah biasa pake metode ini ya. Bedanya disni emang gak terlalu padat. So far saya selalu dapat tempat duduk. 

Ada cerita lucu tentang per-bus-an. 

Saya dan dua teman saya (foto ada di bawah kalo mau kenalan hahaa) selalu ngandelin google maps untuk tahu rute dan naik bus apa aja. Lalu bus yang kita maksud datang (PJ01), kita PD aja bawa kartu touch and go, masuk bus. Tapi tertolak, dan drivernya bilang "You must scan the barcode over there!" nunjuk ke arah dekat pintu. 

Kami bertiga bingung, scan pakai aplikasi scan barcode juga gak bisa. Ternyata harus via satu apps (CEPat Apps) gitu! karena belum punya aplikasinya, kita coba nawar donk,  boleh gak kalau kita masuk bus dulu terus download apps ya dan kita scan setelah itu. He said NOOOOOO! 

Kami jadi tontonan seisi bus lah pagi itu, hahaha..! Dan kami turun terusir sodaraaaa-sodaraaaaaaaπŸ˜†πŸ˜†πŸ˜†πŸ˜†πŸ˜†πŸ˜†

Belajar itu kadang emang harus dibayar pake MALU ya! haha.. 

Segitu dulu share nya ya! Makasih udah mau baca sampai sepanjang ini hehe..

Nulis gini sangat menghibur diri yang lagi galau kangen geng saya alias Keluarga Cempedak kesayanganku. Next, cerita lagi ya, random thoughts tentu haha..

Lesson learnednya, banyak yang perlu dipelajari deh ya. Dan bener peribahasa dimana bumi dipijak, disitu langit dijunjung. Adaptasi terus, belajar terus, bertumbuh terus.. 

Here I am now in Kuala Lumpur, Malaysia. And the story goes....

Pertama kali ke menara kembar sepulang dari KBRI
Leh uga!
Bareng sama Rani, ade kelas yang diangkat paksa jadi orang tua asuh haha.. 

 
bareng emak-emak seperjuangan- pejuang doktoraal..!




Tentang Waktu: Jangan Sok Tahu !

Andai bukan sekarang, mungkin tak akan seindah ini.

Andai bukan nanti, pasti tak seindah saat itu tiba. 

**

Pernah tidak merasa sangat terburu-buru melangkah menuju ke depan, yang entah itu benar-benar kita inginkan atau hanya semacam langkah ikut-ikutan mewujudkan 'konsep sukses' atau sok tahu mau menggambarkan 'bahagia' di feeds sosial media [?]

lelah sekali ketika itu harus dijalani dari hari ke hari. Ya, hidup jadi semelelahkan itu. 

**

Kala duduk merenung, menatap langit dari balik jendela. Jelaga terbang, tenang, bermonolog. 

Tuhan tau dan kita hanya makhluk sok tau.