Selasa, 28 November 2017

Pesan Tiket Kereta #JadiBisa Lebih Mudah, Cepat, dan Menyenangkan Tanpa Antre Lagi


Hallo, para petualang!

Suka jalan-jalan atau bepergian juga donk? Reservasi atau pemesanan tiket menjadi hal penting untuk kita yang sering bepergian. Saat ini kita disuguhkan berbagai pilihan untuk melakukan pemesanan tiket, yaitu secara online dan juga offline.

Bagi yang masih suka melakukan pemesanan tiket secara offline itu sah-sah saja. Tapi kadang kala kita terbentur oleh padatnya jadwal kegiatan dan sedikitnya waktu luang untuk mengantre. Oleh karena itu, saya sarankan mulai bersahabatlah dengan pemesanan online untuk mengefektifkan waktu dan energi tentunya.

Sejak 2013, waktu zamannya harus bolak balik Bandung – Pekanbaru karena Long Distance Marriage (LDM), saya adalah pelanggan setia aplikasi Traveloka, hampir semua fitur dalam aplikasinya sudah saya coba. 

"Kisah cinta LDM #JadiBisa lebih mudah gara-gara aplikasi ini #tsaah. Dan kesannya tetap sama: simple, praktis, tidak ribet, dan lebih murah."

Semenjak pindah ke Kota Malang dan terbebas dari LDM, saya dan suami lebih sering menggunakan moda transportasi kereta api untuk bepergian, baik itu untuk berlibur, mudik, maupun urusan pekerjaan. Sudah bukan rahasia lagi, kalau dulu kita harus mengantri di stasiun untuk membeli tiket beberapa hari sebelumnya. Akan tetapi, saat ini kita tidak perlu melakukannya lagi. Pemesanan bisa dilakukan di rumah, sambil dasteran, minum kopi, dan dengan santai klak klik handphone melalui aplikasi Traveloka.


source: web traveloka

Kisah Saya dan Traveloka


Cukup banyak pengalaman saya dan keluarga bersama Traveloka. Salah satu  pengalaman yang sulit dilupakan adalah ketika saya reservasi dan uang yang ditransfer tidak sesuai dengan angka unik yang diminta oleh aplikasi Traveloka. Akhirnya E-tiket tidak terbit-terbit. Tentu saja hal tersebut berhasil membuat saya panik, karena takut uang saya tidak kembali. Kemudian saya menghubungi customer service Traveloka melalui e-mail. Di luar dugaan saya mendapat respon yang tidak hanya baik tapi juga cepat. Sehingga saya bisa mendapat uang kembali tanpa potongan sama sekali yang ditransfer melalui rekening yang saya lampirkan melalui email tersebut, dan direkomendasikan untuk melakukan pemesanan ulang.

Pengalaman ini sih yang membuat saya susah beranjak dari aplikasi yang satu ini. Trusted  dan membuat saya sebagai customer merasa aman melakukan transaksi online.

Bagi saya dan keluarga, Traveloka bukan hanya wujud dari perkembangan teknologi, tapi tentang bagaimana teknologi memberikan kemudahan dalam keseharian.

Kenapa harus pake Traveloka?


Kenapa saya lebih suka menggunakan aplikasi ini? Literally, TRAVELOKA punya beberapa keunggulan yang sangat memudahkan kita sebagai penggunanya

Partner resmi KAI

Traveloka merupakan salah satu penyedia jasa penjualan tiket resmi yang berpartner resmi dengan PT Kereta Api Indonesia. Jadi kita tidak perlu khawatir penipuan, tiket tidak valid, atau nomor kursi ganda. Karena jaringannya langsung terkoneksi dengan PT KAI. Sehingga jumlah kursi tersedia, jadwal keberangkatan, rute perjalanan, sama persis dengan data yang dikeluarkan oleh PT KAI.

Passanger QuickPick

Nah, fitur passanger quickpick ini yang menurut saya sangat memudahkan kita sebagai passanger yang seringkali bepergian. Kita bisa menggunakan data yang sudah kita input sebelumnya untuk melakukan pemesanan tiket pada jadwal berikutnya. Jadi, untuk saya yang hampir sebulan sekali (sampai tiga kali) harus memesan tiket untuk urusan bisnis bersama suami, rasanya sangat dimudahkan, karena kita tidak lagi harus nyontek Nomor KTP lagi saat melakukan pemesanan tiket.

Bisa pilih kursi

Kemudahan lainnya adalah saat pemilihan kursi. Secara visual kita bisa mengklik nomor kursi sesuai dengan posisi yang kita inginkan. Tentu saja selama nomor kursi tersebut masih tersedia. Kan lucu juga kalau kita pergi berdua, lalu tidak bisa memilih tiba-tiba duduknya terpisah, hehe..

Last minute booking sampai 3 jam sebelum keberangkatan

Kebayang nggak kalau tiba-tiba kita harus berangkat ke suatu tempat secara mendadak. Sedangkan jarak antara rumah dan stasiun cukup jauh, ditambah harus mengantre saat reservasi tiket? Yah, saya pernah mengalami ini. Tiketnya untuk suami saya, rumah kami cukup jauh dari stasiun, sedangkan suami saya masih harus kuliah. Akhirnya fitur last minute booking ini penyelematnya. Saya bisa memesan tiket dari rumah, melakukan pembayaran, dan mengirimkan E-Tiket Kereta Api ke suami saya. As simple as that.
Semua #JadiBisa lebih mudah dan #JadiBisa lebih menyenangkan dengan Traveloka.

6 Langkah Mudah Memesan Tiket Melalui Traveloka


Nah, untuk temen-temen yang baru pertama kali menggunakan atau memesan tiket kereta api melalui Traveloka, saya share tutorial menggunakannya ya,gampang banget kok!

1. Masuk ke website traveloka atau unduh aplikasinya di playstore. 

Pembelian tiket melalui traveloka bisa dilakukan melalui websitenya atau aplikasi mobile. Duaduanya sama praktisnya kok. Kelebihan menggunakan aplikasi, kita bisa lebih cepat lagi mengaksesnya dan lebih cepat tahu kalau Traveloka mengeluarkan berbagai promo-promo menariknya. 

Selain itu, kita bisa menggunakan fitur Passanger QuickPick, jadi tidak usah ribet dengan memasukkan data berulang-ulang kali.

Step 1. Pilih tiket Kereta 

2. Pilih Tiket Kereta Api, lalu Pilih Rute dan Jadwal Keberangkatan.

Klik Pulang Pergi jika ingin membeli kereta untuk pulang dan pergi dengan rute yang sama.

Step. 2 Pilih Rute, Jadwal, dan Jumlah Penumpang

3. Pilih Kereta yang diinginkan.

Dan di aplikasi traveloka kita bisa mengurutkan pilihan berdasarkan harga, baik dari yang termurah maupun yang termahal. Selain itu, bisa juga memfilter pilihan berdasarkan jadwal, kelas kereta, maupun nama kereta.


4.Isi data penumpang dan Pilih Kursi

Untuk mengisi data penumpang kita hanya perlu menyiapkan Nomor KTP atau SIM, Paspor, Kartu identitas lainnya.
Step 4. Bisa langsung klik nama-nama yang ada jika sudah pernah pesan 
Pilih kursi yang masih tersedia

5. Lanjut ke Pembayaran, Pilih Metode Pembayaran dan Lakukan pembayaran sesuai pilihan.

Tips dari saya, pilih metode pembayaran yang paling memudahkan. kalau saya biasanya menggunakan fitur transfer menggunakan mbanking :)




6.Terbit deh E-Tiket

Nah, ini contoh e-tiket kereta api saya yang terbaru. Hitungan menit sudah bisa pesan tiket tanpa antri.
contoh e-tiket yang mudah untuk dishare


"Traveloka dulu, senang-senang kemudian."

Selasa, 21 November 2017

Beli Kulkas 400 Ribuan


bukan iklan, gambar diambil dari koleksi mbah google :)


Hallo.. 

Disclaimer first

Ada beberapa alasan temen-temen membuka link ini:
⇒Pertama, karena sebelumnya membaca artikel keajaiban rezeki di blogpost saya sebelumnya.
⇒Kedua, karena sedang mencari kulkas murah meriah
⇒Ketiga, karena nyasar atau penasaran aja, hehe..

Apapun alasannya, semoga nggak nyesel buka link nya ya, hehe..
Karena tulisan kali ini dibuat dengan antusiasme yang sangat tinggi. Sebuah blogpost yang akan memuat pengalaman pribadi saya, yang tidak hanya menyenangkan tapi juga menumbuhkan sisi spritual saya. Dan ini real, bukan HOAX :D

Theeeen i am so excited to share it to you:)


***

Is it must be written ?

Iya, karena sekali lagi, saya ingin move (myself) and you to another perspective about REZEKI.

***

Saya dan suami sejak menikah (kurang lebih tiga tahun) sudah pindah beberapa kali. Garis besarnya sejak 2015 sudah pindah tiga kali: Kabupaten Siak, Kabupaten Indragiri Hulu, dan Kota Malang. Kalau di-split lagi, selama di Siak, saya pindah rumah lebih dari tiga kali, bukan karena diusir ibu kontrakan, tapi karena drama persediaan rumah dinas di tempat kerja suami yang panjang kalau diceritakan, haha.. 
(dan pengalaman pindah-pindah ini membuat saya belajar banyaaaaaaaaaak banget) Skip!

Dari dua kali kepindahan saya tercatat sudah 2x membeli kulkas. Setiap pindah, lelang barang. Pelelangan terbesar, ketika pindah ke Kota Malang. Karena hampir nggak memungkinkan boyong AC, Mesin cuci, kulkas, dan segala-segala yang rentan serentan hati para perempuan #eh. Cari aman, lelang saja!

Sesampainya di Malang, tentu kalau emak-emak, berpendapat kalau kulkas adalah barang yang wajib. No reason untuk tidak memprioritaskannya, kan?

Biasanya ketika saya menyerahkan list barang yang jd prioritas, suami saya nggak pernah komplain. Tapi lucunya, sekarang dia pending untuk beli kulkas. Alasannya karena saya jarang masak. Alias masak kalau mood doank. Jadi nggak penting punya atau tidak punya kulkas. Selain itu, di tempat tinggal kami yang sekarang, dekat sekali dengan warung makanan, warung sayuran, abang sayur lewat sampai 5x dalam sehari, tukang ayam potong sampai ikan segar lewat setiap hari.

Oke beli kulkas, tapi at least rutin masaknya. Gimana?” tawaran suami yang dilematis.

Dan saya tidak mau membuat perjanjian yang menjebak, haha..

Saya tidak panjang lebar menanggapi, hanya bilang, “Ya udah nanti lagi aja deh belinya..

Selang dua bulan.. 

Saya mulai merasakan semakin perlu kulkas. Karena suka tiba-tiba ingin seblak ceker, cilok, sop iga sapi, bikin nugget, dan macam-macam deh. Akhirnya saya sampaikan ke suami. Dan suami kalah juga, nggak tega liat istrinya, akhirnya kami memutuskan untuk survei ke Hyperm*rt Malang. Karena kemaleman, akhirnya kami memutuskan membelinya keesokan harinya.

Ndilalah, sesampainya di rumah, ada broadcast sebuah event pelatihan yang kami butuhkan untuk bisnis yang sedang kami rintis. Harga pelatihannnya lumayan, dua kali harga kulkas yang kami survei semalam. Mamak dilema.

Setelah bolak balik mikir, akhirnya saya memutuskan untuk ikut pelatihan saja. Kulkasnya pending. Sambil merengek gitu dalam hati: “Ya Allah, tapi saya pengen kulkaaaas”
Hari ke hari dilalui, lupa tuh sama drama si kulkas.

Sampai sebulan kemudian, 

Sepulang kuliah suami excited sekali manggil-manggil saya. Kurang lebih begini dialognya:


Suami : mi, ada yang mau jual kulkas.
Saya   : berapa ?
Suami : 800.000
Saya   : second? Merek apa emangnya?
Suami : Baru, mereknya SH*RP.
Saya   : Murah banget. Penyok kali makanya dijual.
Suami : Temen dapet doorprize dari gerak jalan kampus minggu lalu. Dia bingung makenya gimana kalau di kos. Jadi ditawarin ke kita. Gimana?
Saya : bingung, karena budgetnya baru ada bulan depan.
Suami : iya juga ya. Oke deh nanti dibilangin dulu.


Ya, saya sih nggak terlalu menggebu-gebu, kalau udah rezeki kami, pasti itu kulkas kebeli.
Besoknya suami bilang kalau kita boleh bayar bulan depan, tapi kulkasnya bawa secepatnya, karena bikin kosannya sempit, haha..

Kami tentu saja senang, tanpa banyak menunda langsung membawanya. Dan tentu saja, segera menyiapkan transaksi di bulan berikutnya, hehe.. 

Belum berhenti di situ. Dua minggu kemudian, sang pelelang kulkas (yang tidak ingin disebutkan namanya), menghubungi suami.

He said, “Mas, saya ingin ikut pelatihan sampean. Tapi uangnya dipotong dari uang kulkas, boleh mas?”

Nah kan. Ini nih ajaibnya. Belum juga dibayar, ada aja berita bahagia lagi. Masyaallah,  rezeki Allah datang dari pintu yang tidak disangka-sangka. Karena kebaikan hatinya, kami beri diskon biaya pelatihannya.

Akhirnya, transaksi kejadian juga: Kami  serahkan tiket pelatihan & uang cash 400.000 untuk membayar kulkas seharga kurang lebih 1,7jt (Dan ternyata baru kami sadari kalau tipe dan motifnya sama persis dengan kulkas yang akan kami beli di Hyperm*rt tempo hari)
Begitulah cara Allah membahagiakan hamba-Nya. Entah kapan dan dengan cara yang tak terduga. Benar bahwasanya, kita akan meleleh cinta kepada-Nya ketika menyaksikan betapa cantiknya skenario Allah dalam mengatur urusan kita.

gambar diambil dari media campaign Rumah Zakat.
Jangan lupa zakatnya ya :)

Fabiayyi alaa irabbikumaa tukadzibaan
Nikmat mana lagi yang kau dustakan?









Sebuah kontemplasi: Keajaiban Rezeki



Dulu, zaman-zamannya anak sampai dewasa awal, saya mengartikan rezeki sebagai materi. Materi dalam arti hal yang berupa uang atau berupa barang. Tidak ada yang salah dengan itu, hanya saja ternyata belum sepenuhnya tepat.

Sekarang, seiring berjalannya waktu menua. Saya semakin paham kalau ternyata rezeki adalah sesuatu yang tidak selalu berwujud materi. Dimensi dengan level yang lebih tinggi dari sebuah prinsip kebendaan. Rezeki adalah segala hal yang kita terima untuk hidup, jalan untuk bertahan hidup, jalan kebahagiaan, jalan kesenangan, jalan menuju zona yang aman, signal-signal kasih sayang Tuhan di keseharian kita.

Dulu, ketika membaca buku-buku atau artikel tentang keajaiban rezeki, rasanya percaya tidak percaya. Apa iya? Logika kemanusiaan saya sibuk mempertanyakan. Logika terbatas yang tidak sebanding dengan logika matematis Tuhan.

Sekarang, saya sadar kalau tidak semua hal bisa dihitung jumlah keluar masuknya rezeki dengan hitungan matematis. Karena nyatanya, semakin rinci menghitung, semakin tidak balance hitungannya. Hitungan matematis cenderung menunjukkan inbalance (tidak seimbang) antara yang masuk dengan yang tidak. Ketika rezeki disejajarkan dengan hitungan CASH, pasti balance (sama) atau kurang (minus), kalaupun surplus, tidak seberapa. Iya kan?

Sedang kalau kita hitung REZEKI dalam arti sebenarnya (misal, bernafas bebas tanpa tabung oksigen, kesehatan, keluarga yang harmonis, kendaraan gak pernah rusak, dapat kado dari teman, ditraktir bos/teman, mendapat promosi jabatan, dapat voucher diskon, dll) pasti kesimpulannya adalah: yang kita terima selalu lebih besar dari yang kita keluarkan.

Ah, tapi saya perlunya uang. Emangnya bisa beli barang pake syukur?

Hati-hati, ketika kalimat itu bersarang di kepala, artinya sudah merendahkan kuasa Tuhan, lho.

Yuk, kita sama-sama renungkan dua case ini:

Si A punya uang untuk membeli sebuah kulkas merek X. Si A pergi ke toko elektronik, membayar, dan akhirnya memiliki kulkas merek X tersebut.

Lalu 

Si B tidak punya uang untuk membeli sebuah kulkas merek X. Si B berusaha menabung. Si B terus berusaha memenuhi target tabungannya. Selain berusaha, si B melibatkan DOA. Dan tanpa disangka-sangka, si B bertemu dengan temannya alias si C yang mendapat doorprize kulkas dari gerak jalan santai. Si C tidak menggunakan kulkasnya, karena tidak butuh. Akhirnya melelang ke si B, dengan harga sangat murah. Si B berhasil memiliki kulkas merek X meski tabungannya jauh dari target hitungan matematis di toko elektronik.
Dari kedua ilustrasi tersebut, saya ingin berbagi tentang betapa ajaibnya mekanisme rezeki sampai di tangan kita. Si A dan si B menargetkan kulkas yang sama. Tentu saja harganya pun sama. Kalau rezeki selalu didefinisikan dengan uang, tentu si B masih harus menunggu dalam waktu yang lama sampai tabungannya mencukupi. Iya kan? Nyatanya dua duanya bisa mendapat kulkas yang sama, dengan nominal harga yang berbeda. Tapi memang, jalan si B agak lebih panjang dari si A.

Emang ada ya yang begitu? Banyak! Saya saksi hidup dari bagaimana ilustrasi itu terjadi pada saya. lengkap saya ceritakan di artikel saya yang berjudul: Beli Kulkas dengan 400 ribu aja!

Semakin yakin bahwa rezeki lebih dari sekedar level CASH. Pada dasarnya selalu ada transaksi, tapi tidak semua transaksi melibatkan tangan kita langsung, seringkali yang bertransaksi membayar segala keinginan kita adalah DIA – The Invisible hand, Tuhan Semesta Alam.


Rezeki itu ajaib, rezeki itu lebih hebat dari sekedar currency.






Kamis, 16 November 2017

Belajar dari Rina Nose yang Lepas Jilbab

Beberapa hari terakhir jagat maya dihebohkan dengan kabar Rina Nose buka hijab. Menjadi trending di youtube, muncul jadi hot topic di beberapa akun lambe-lambe an dan infotainment di hampir semua stasiun televisi. Alhasil, orang yang tidak niat mencari berita tentang ini pun, terpaksa tahu.


sumber: tribunnews (dot) com

Tulisan saya ini dibuat bukan untuk mengomentari Rina Nose itu baik atau buruk, muslimah yang berdosa atau tidak berdosa (karena setiap muslim juga tahu kan ini dosa atau tidak), atau pun menerka-nerka alasan apakah dia benar berpindah agama, atheis, atau depresi berat. Itu bukan urusan kita. Kalau terlalu dalam mengurusi itu, jatohnya kita malah lebih berdosa.Watch out!!

Eh, berarti saya mendukung keputusan Rina Nose donk kalau gitu? Yaellah siapa sayaaaa mendukung atau tidak mendukung nggak akan mengubah keputusan si dia mbake...!! kenal aja nggak.

Literally, tujuan utama saya turut menyematkan topik ini sebagai bahan tulisan di blog saya ini  adalah: NGAJAK BELAJAR JADI MANUSIA YANG LEBIH BIJAK!

Yap, ngajakin belajar. Karena saya juga sedang belajar. So, yuk sama-sama belajar dari case ini.

Public Figure Factor

Pertama, harus kita sadari yang buka tutup hijab bukan hanya Rina Nose. Temen-temen, tetangga, bahkan keluarga kita juga mungkin banyak yang melakukannya. Bahkan diposting di sosial media. Tapi kenapa sih seheboh ini saat Rina Nose yang melakukanya (yang didahului oleh Marshanda, Trie Utami, dan lain-lain) ?

Jawabannya adalah karena Rina adalah public figure alias sosok yang dikenal oleh khalayak banyaaaaaak. Every single penduduk kecamatan knows her, apalagi yang hobi banget nongkrongin dangdut academy semisal mama saya, hehe.. Nah, ini yang jadi masalah zaman now. Masyarakat sekarang banyak yang memiliki keterikatan terlalu dalam dengan banyak selebriti atau figur-figur publik yang sering muncul di TV. Pada tahap akut, beberapa kalangan merasa memiliki dan berhak mengontrol kehidupan para public figure.  Seolah yang diidolakan tidak boleh salah dan harus selalu menjadi sosok ideal yang diharapkan.

We need to know, kita harus sadar betul, betul-betul sadar, yang kita lihat di media (tv, internet, youtube channel) itu hanya sepersekian (bagian sangat kecil) yang mereka tunjukkan. Selebihnya, sebagian besar kita tidak tahu apa-apa.

Jadi, please jangan terlalu mudah mengagumi. Karena itu akan menuntunmu untuk juga terlalu mudah membenci. Dan ini tidak baik, Mbake!

Jawaban keduanya menurut saya adalah saat ini banyak orang yang tidak sadar diri. Follower instagram yang berjuta-juta itu manusia yang bisa jadi sebagian besar adalah remaja atau manusia-manusia labil, fans-fans yang membesarkan si public fugure ini pun bukan satu dua ratus, sampai jutaan. Dan mereka secara signifikan sangat dipengaruhi oleh tindak tanduk sang idola.

Tapi, memprihatinkannya sekarang kita melihat banyak public figure yang seakan-akan tidak sadar bahwa sekecil apapun yang dilakukan dan setiap statement yang diungkapkan ke publik akan berdampak besar. Ketika itu kebaikan, maka kebaikannya akan berdampak sangat luas (lebih luas jika dibandingkan dengan kebaikan yang dilakukan oleh yang bukan public figure). Begitu pun sebaliknya, akan ada dampak sangat besar juga ketika para public figure ini melakukan satu kesalahan atau ungkapan-ungkapan yang dianggap kurang sesuai dengan norma.Nah, pengen banget ngomong sama orang-orang yang memang sudah dikenal publik. 

"Wahai orang yang populer bin terkenal, mau gak mau memang harus jaga sikap, jaga omongan, dan sebut saja harus punya citra yang baik. Karena apa? gerak gerikmu bukan hanya milikmu saja, jutaan pasang mata dan jutaan pandangan tertuju padamu. Bersikaplah dengan penuh tanggung jawab, pak/bu/mas/mbak/akang/teteh."

Satu lagi, buat kamu remaja pemuda pemudi yang niat banget pengen populer, beneran siap jadi populer? Resikonya banyak! You will such have no privacy. Mau nggak mau, pencitraan menjadi sesuatu yang wajib pada akhirnya.

People’s changing

Pelajaran kedua, adalah sejatinya manusia memang berubah. Dinamis dan terus menerus melakukan perubahan. Baik disadari atau tidak, bukan hanya Rina Nose, kita pun begitu, kan?

Hari ini bisa jadi suka sekali sama satu hal, besok tidak lagi. Kemarin tidak suka A, hari ini menjadi suka. Terus menerus begitu. Itu fitrahnya manusia yang dikaruniai akal dan hati nurani. Kita tidak bisa menghentikan kerja otak untuk menerima informasi, berpikir, beropini, berkeputusan, sampai bertindak. Begitu seterusnya.

Tapi, masalahnya sekarang banyak orang yang alergi terhadap perubahan yang terjadi di luar dirinya. Artinya kalau dirinya yang berubah, sah-sah saja. Tapi kalau orang lain yang berubah? Dikomentari sampai detil dan seolah menjadi komentator paling ahli sedunia. It is a big problem, mbake!

Mengingatkan itu baik, bahkan wajib. Kami yang muslim memang diajarkan untuk tidak hanya menegakkan kebaikan, tapi juga memerangi kejahatan. Nah, karena itu baik, sampaikan dengan cara yang baik. Saya pikir, siapapun sepakat kalau menguliti atau menelanjangi aib saudara dengan cara yang tidak baik bahkan dengan kata-kata kotor, jahat, membully, itu sangat tidak baik. Orang yang dihujat tidak menyadari kesalahannya, yang menghujat juga dosa. Iya nggak sih?

Meskipun, sekali lagi, kalau saya ditanya setuju atau tidak menanggapi muslimah yang tidak berjilbab atau lepas jilbab, jawabannya jelas tidak setuju. Karena saya muslim, meskipun belum sepenuhnya 'baik' tapi jelas aturan agamanya kalau jilbab itu wajib. Ada beberapa hal yang sudah mutlak aturannya, :)

Kita boleh jadi mengetahui satu hal, tapi tidak mengetahui lebih banyak hal lainnya. Makanya kita harus selalu belajar. Meskipun jika tentang "keyakinan", jangan salah belajar, karena jika sudah salah memilih guru, resikonya bukan hanya salah tapi juga tersesat. Na'udzubillah.

Sekian, obrolan di Jum'at pagi ini.
Semoga kita terus bisa memperbaiki diri dan belajar selalu lebih baik.

Your sister,


Uly.

Selasa, 07 November 2017

Belajar dari Om Bambang

Saya mengenal Om Bambang dari keluarga suami saya. Beliau adalah teman baik mama papa mertua yang sudah seperti keluarga. Usianya, kurang lebih lima puluhan. Teringat kembali untuk membagi inspirasi yang saya dapat dari Om Bambang, karena seminggu lalu beliau datang ke rumah untuk bersilaturahmi sekalian mengajak anak bungsunya wisata ke Malang.

Kalau ngobrol dengan Om Bambang ini, selalu berhasil membuat saya lebih optimis dan bersemangat. Saya aktif bertanya, dan om bambang dengan senang hati meladeni saya yang cukup cerewet. Maklum, jarang ketemu. Sekalinya ketemu ya gitu, gak tau diri, hehe..

Beliau adalah lulusan Jurusan Hukum Universitas Brawijaya, yang kita tahu sebagai salah satu universitas top di Indonesia. Tiga tahun menjadi rekanan di sebuah biro hukum terkenal (berlabel N*sut*on). Selain itu, belakangan saya tahu kalau ayahnya adalah Brigjend bintang satu TNI. Keluarganya cukup punya posisi di beberapa instansi pemerintahan.

Oke, empat keterangan ini cukup bisa memberikan gambaran, kira-kira beliau ini berkarir sebagai apa?


Bisa jadi diantara kita berpikir kalau beliau akan menjadi pengacara, PNS di Kemenhumham, atau di kejaksaan agung mungkin.

Ternyata bukan. Beliau adalah pengusaha yang mensuplai (supplier) sayur mayur dan buah-buahan ke berbagai hotel berbintang di Bali. Ya, temen-temen tidak salah baca, beliau tidak melanjutkan karirnya sebagai lawyer atau pengacara atau notaris atau pekerjaan yang sesuai dengan latar belakang studinya. Hampir tidak ada di keluarganya yang berkarir di dunia wirausaha. Bisa dibilang, beliau memang berasal dari keluarga 'Plat merah'.

Menjadi supplier dan pengusaha mungkin tidak mencengangkan buat temen-temen yang berpikir dia mulai dengan modal besar. Not at all. Cerita akhir yang manis, melewati perjalanan yang sangat panjang. Bahkan saya pernah berpikir, kalau saya ada di posisinya, mungkin udah lewat alias END, hehe..

Pertanyaannya, kok bisa?


bukan sekedar om-om, hehe...

Awal beliau beralih adalah karena pernah iseng menjual cengkih. Uang yang beliau peroleh dari cengkih saat itu (as a Fresh Graduated & pengacara anyar) membuat dia ketagihan dagang. Karena memang berkali-kali lipat jumlahnya. Akhirnya banting stir fokus ke jual beli sayur. Dulu, mungkin 20-30 tahun lalu, perjalanan Bali-Jawa tidak seramai sekarang. Tapi beliau menempuh perjalanan tersebut demi mendapatkan supply sayur berkualitas langsung dari petani. Beberapa jenis sayuran, beliau dapatkan dari daerah Jawa Tengah, Jember, Malang, Banyuwangi, dan berbagai daerah yang saya lupa saking banyaknya. Seringkali numpang mandi di restoran yang biasa disinggahi bus-bus, tidur di pinggir jalan atau masjid, menembus jalanan sepi tengah malam. Dan di tahun-tahun pertama beliau melakukannya dengan menggunakan sepeda motor.

Kebayang nggak sih dari Bali pake sepeda motor ke Jawa Tengah? Bukan dalam rangka touring club, tapi nyari sayur. Blusukan. Tanpa google, tanpa GPS #yaeyaalah.

Dan sepeda motor itu pun didapat dari bengkel kecil, awalnya niat sewa, tapi si pemilik bengkel malah ngejual dengan harga murah. Harga murah karena memang motor nggak bisa dipake lagi alias mati total. Dan Om Bambang reparasi sampai bisa hidup kembali, dan dijadikan kendaraan operasional bisnisnya.

Bertahun-tahun dia menjadi self-employed. Belum punya pegawai. Meskipun pada akhirnya kendaraan operasional berhasil diupgrade menjadi mobil pick-up. Jauh lebih lumayan dibanding menggunakan sepeda motor.
"itu pasti capek banget om. Kok mau sih? Nggak balik lagi aja ke karir di dunia hukum aja? Kan enak bersih, kantoran, prestige nya tinggi” tanya saya. "tanggung jawab dan keyakinan” jawabnya.
Saya seketika malu sudah memberikan pertanyaan itu. Berasa ditampar. Memang ada beberapa hal dalam hidup yang tidak bisa kita ubah atau kita balik begitu saja, atas nama tanggung jawab dan keyakinan. Hal yang hanya bisa dirasakan pemiliknya, tanpa peduli pada pendapat orang lain.

Episode pertama, terbayar perjuangan. Om Bambang memiliki relasi yang lumayan banyak, meskipun dulu relasinya hotel yang belum berbintang mungkin ya. Om Bambang bisa punya rumah dan kendaraan untuk keluarga. Beberapa bidang tanah untuk ditanami tanaman tertentu pun berhasil dibeli. Sampai ia dan istrinya jatuh sakit. Selama satu tahun tidak bisa bekerja. 
“Satu tahun full, Om?” tanya saya. “Iya, tabungan om terkuras habis karena benar-benar tidak bisa bekerja.”

Satu tahun, 12 bulan, 365 hari. Bukan waktu yang sebentar. Kagum saya sama Tante Wayan yang setia dan tak beranjak meninggalkan. Entah bagaimana mereka melaluinya. Yang jelas, mereka telah berhasil melewatinya dengan sangat baik.

Sampai setelah sembuh, usaha kembali dijalankan. Usaha yang sama, tentu dengan pola yang berbeda. Setelah usaha kembali pulih, om bambang dibantu oleh beberapa pegawai (saya tidak sempat menanyakan berapa jumlah pegawainya). Sayurannya dibagi dua jenis, untuk supply ke hotel-hotel berbintang di Bali,  dan yang tidak memenuhi kualifikasi’ hotel dijual di pasar. 
Aktifitas pekerjaannya dimulai sejak jam 1 atau jam 2 pagi. Selalu begitu.

Episode episode selanjutnya berhasil dilewati sampai saat ini, usahanya sudah autopilot. Sudah bersistem. Kerennya adalah meski begitu om bambang dan tante wayan tetap terlihat sederhana. Tidak sedikit pun terlihat sombong apalagi arogan. Pakaiannya biasa, semua serba seadanya.

Saat ini, beberapa rumah “cluster 1” sudah dimiliki. Beberapa mobil untuk keluarga tersedia di garasi. Kendaraan operasional usaha pun bukan lagi motor butut, tapi sudah berubah jadi beberapa mobil pick-up yang bagus.

Saya iseng bertanya, “kuliah dulu di hukum sama bisnisnya kan nggak nyambung ya om. Tapi pasti ada manfaatnya. Iya nggak?”


Jawabannya nggak pake pikir lama, “Iya pasti. Dari dunia kuliah, om punya banyak relasi. Om terbiasa menghadapi orang menengah ke atas. Bisa dibilang, kalau pesaing om yang nggak kuliah melangkah dua langkah, om bisa jadi melangkah 8 langkah. Pasti ada gunanya.

Nah! So, nggak ada kata salah jurusan. Kalau pun salah jurusan dan tersesat, ya semoga sesatnya ke jalan yang lebih aduhai menyenangkan. Karena yang sudah dimulai, sudah seharusnya diselesaikan dengan baik.

“tipsnya donk om, biar bisa jadi pengusaha yang sukses kayak om gitu”
Kuncinya: disiplin dan persisten. ketika Om berubah haluan ke dunia wirausaha. Om benar-benar bekerja keras setiap hari. Mendisiplinkan diri. Kalau lagi capek om selalu bilang ke diri sendiri, kalau om tidak akan berhenti sampai tujuan om tercapai: benar-benar pensiun dengan tenang sebelum usia 50 tahun. Bisa kemanapun kapanpun om mau. Bisa temani anak-anak sebebas mungkin”
Jlebb..!

Tujuan yang telah tercapai. Saat ini, Om Bambang bebas bepergian kemanapun ia mau. Pun persis sama ketika saya tanya pada beliau dan anak bungsunya.

Saya: Mau kemana aja dek di Malang?
Ade: Jatim Park.
Saya: terus?
Ade: Lihat nanti.
Saya: Sampai jam berapa om? Soalnya kami baru free siang nanti.
Om : udah santai aja. Om hanya ingin ketemu sama kalian kok.. Biar si ade yang tentuin nanti mau kemana aja. Nanti kalau nginap di Malang, om kabari kami nginap dimana.

(intermezo: si ade bebas memutuskan mau jalan-jalan kemana karena dia berhasil dapet Ranking 4 di kelasnya. Dan di Bali anak-anak SMP sedang libur 1 bulan)

Beberapa jam kemudian...

Suami saya: Om saya baru selesai kuliah. Om posisi dimana? Biar kami kesitu.
Om Bambang: ini otw ke Yogyakarta, baru sampai Ngawi. Si ade ingin ke Jokja.
*speechless* ( pengen ngomong itu pindah destinasi seenak jidat aja ya :'D) 

Suami saya dan saya: Hati-hati om...!
Om Bambang : Om tunggu di Bali.
Saya: siap om (paling kenceng..!)

 ****
Metamorfosa selalu butuh waktu dan proses yang entah seberapa lama. Menuju puncak selalu melelahkan, kadang seperti akan kehabisan nafas. Tersengal, dingin, kesepian. Keringat entah panas entah dingin, pucat pasi. Tapi ketika sepasang kaki terus melangkah, maka akan semakin dekat dengan tujuan. Semakin lelah dan sepi, semakin dekat dengan sebuah kemenangan. Kemenangan menaklukan asa yang kadang putus. Kemenangan menaklukan diri sendiri.

Dari Om Bambang, saya si manusia pemburu yang terburu-buru dibuat diam. Dipaksa untuk mengamini esensi sabar. Motor butut yang dulu menemani lelah dan sepinya ikhtiar. Kini berubah menjadi kendaraan yang tak hanya disebut mobil, tapi mobil mewah. Nikmat duduk di dalam Alphard, siapapun bisa. Tapi tidak semua bersedia rasakan panjangnya perjalanan mendapatkan kemewahan yang tidak lagi menjadi simbol jumawa, tapi kemenangan karena telah berhasil membuktikan sebuah pilihan hidup dengan penuh keyakinan dan tanggung jawab.

Terima kasih atas inspirasinya, Om Bambang!


Ruang baru berjudul "Belajar dari..."

Hallo, kamu yang baik!

Kita seringkali bertemu dengan seseorang, baik itu di dunia nyata maupun maya. Dunia nyata yang saya maksud adalah orang yang secara langsung kita temui, berjabat tangan, saling menatap, bahkan melakukan dialog. Sedangkan dunia maya, bisa jadi kita temui melalui media sosial, buku, artikel di majalah atau koran, melalui TV, dan media lainnya yang membuat interaksi kita dengan orang tersebut secara tidak langsung.

Dan seringkali kita belajar dari orang-orang yang kita temui tersebut. Belajar sesuatu tanpa disengaja. Menuai inspirasi tanpa diniatkan sebelumnya. Dan orang-orang seperti ini banyak di sekitar kita.

So, mulai sekarang saya akan berbagi cerita tentang inspirasi-inspirasi yang berhasil saya tuai dalam ketidaksengajaan. Inspirasi sederhana tapi mendalam dan terkadang mampu menggerakan jiwa, mengubah rasa, dan mencipta syukur yang luar biasa.  Seringkali mampu menyembuhkan luka #uhuk!


Check this out untuk artikel Belajar dari perdananya....
Belajar dari Om Bambang

Rabu, 01 November 2017

Bahagia yang sederhana

Mengapa seseorang bisa begitu kecewa? kemungkinan besar karena terlalu banyak berharap.

Mengapa seseorang bisa begitu marah? Karena terlalu merasa kuat dan bisa mengendalikan segalanya. Padahal kenyataannya, ada banyak hal yang terjadi tanpa kendali, bahkan hancur berantakan ketika terlalu dikendalikan.

Mengapa seseorang bisa begitu bersedih? Mungkin karena terlalu merasa kalah. Padahal mengikuti peperangan pun tidak. Apa dan siapa yang dikalahkan kadang tidak jelas. Tapi perasaan menjadi korban, selalu berhasil mencipta kesedihan mendalam.

Mengapa seseorang bisa begitu kebingungan? Karena melihat ke terlalu banyak arah. Banyak sudut yang selalu punya sisi indah. Sisi yang menjanjikan banyak harapan. Padahal dalam menjalani kehidupan, ia hanya harus memutuskan satu saja. Tanpa disadari, satu sisi saja tidak akan cukup untuk dia jalani sepanjang hidupnya.

Terlalu, kata terlalu selalu berhasil membunuh kebahagiaan. Apapun itu.
Lalu,

Mengapa seseorang bisa begitu bahagia? Karena ia tahu cara menghargai sekecil apapun hal dalam genggamannya. Entah apa dan siapa, ia hanya tahu cara berterima kasih. Tidak banyak meminta dan melihat apa yang dimiliki orang lain. Ia tahu jalan yang ia pijak adalah jalan terbaik. Ia merasa layak menerima tanpa harus banyak menuntut. Mudah baginya untuk merasa cukup.

Ya, rumusnya sederhana. Sesederhana penerimaan dan menjalani pilihan dengan penuh tanggung jawab. Sesederhana menutup mata saat lelah. Sesederhana menangis saat bersedih. Sesederana menjerit saat kesakitan. Sesederhana memuji orang lain. Sesederhana untuk tidak merasa berhak menghakimi atau menilai tinggi rendahnya kadar kesenangan dalam kehidupan seseorang. Sesederhana bertahan dalam medan yang sulit, tanpa menyombongkan diri. Sesederhana sebuah keyakinan bahwa bahagia memang sederhana.

Sesederhana ucapan terima kasih atas kesempatan hidup di hari ini.
Kadang terlalu sulit untuk jadi pemenang. Tapi setidaknya jangan mempersulit diri untuk bahagia.

Sederhana saja: berbahagialah.