Saya mengenal Om Bambang dari keluarga
suami saya. Beliau adalah teman baik mama papa mertua yang sudah seperti
keluarga. Usianya, kurang lebih lima puluhan. Teringat kembali untuk membagi
inspirasi yang saya dapat dari Om Bambang, karena seminggu lalu beliau datang
ke rumah untuk bersilaturahmi sekalian mengajak anak bungsunya wisata ke
Malang.
Kalau ngobrol dengan Om Bambang
ini, selalu berhasil membuat saya lebih optimis dan bersemangat. Saya aktif
bertanya, dan om bambang dengan senang hati meladeni saya yang cukup cerewet.
Maklum, jarang ketemu. Sekalinya ketemu ya gitu, gak tau diri, hehe..
Beliau adalah lulusan Jurusan
Hukum Universitas Brawijaya, yang kita tahu sebagai salah satu universitas top
di Indonesia. Tiga tahun menjadi rekanan di sebuah biro hukum terkenal
(berlabel N*sut*on). Selain itu, belakangan saya tahu kalau ayahnya adalah
Brigjend bintang satu TNI. Keluarganya cukup punya posisi di beberapa instansi
pemerintahan.
Oke, empat keterangan ini cukup bisa memberikan gambaran, kira-kira beliau ini berkarir sebagai apa?
Bisa jadi diantara kita berpikir
kalau beliau akan menjadi pengacara, PNS di Kemenhumham, atau di kejaksaan
agung mungkin.
Ternyata bukan. Beliau adalah
pengusaha yang mensuplai (supplier) sayur mayur dan buah-buahan ke berbagai
hotel berbintang di Bali. Ya, temen-temen tidak salah baca, beliau tidak
melanjutkan karirnya sebagai lawyer atau pengacara atau notaris atau pekerjaan
yang sesuai dengan latar belakang studinya. Hampir tidak ada di keluarganya
yang berkarir di dunia wirausaha. Bisa dibilang, beliau memang berasal dari
keluarga 'Plat merah'.
Menjadi supplier dan pengusaha
mungkin tidak mencengangkan buat temen-temen yang berpikir dia mulai dengan
modal besar. Not at all. Cerita akhir yang manis, melewati perjalanan
yang sangat panjang. Bahkan saya pernah berpikir, kalau saya ada di posisinya,
mungkin udah lewat alias END, hehe..
Pertanyaannya, kok bisa?
bukan sekedar om-om, hehe... |
Awal beliau beralih adalah karena pernah
iseng menjual cengkih. Uang yang beliau peroleh dari cengkih saat itu (as a
Fresh Graduated & pengacara anyar) membuat dia ketagihan dagang. Karena
memang berkali-kali lipat jumlahnya. Akhirnya banting stir fokus ke jual beli
sayur. Dulu, mungkin 20-30 tahun lalu, perjalanan Bali-Jawa tidak seramai
sekarang. Tapi beliau menempuh perjalanan tersebut demi mendapatkan supply
sayur berkualitas langsung dari petani. Beberapa jenis sayuran, beliau dapatkan dari
daerah Jawa Tengah, Jember, Malang, Banyuwangi, dan berbagai daerah yang saya
lupa saking banyaknya. Seringkali numpang mandi di restoran yang biasa
disinggahi bus-bus, tidur di pinggir jalan atau masjid, menembus jalanan sepi
tengah malam. Dan di tahun-tahun pertama beliau melakukannya dengan menggunakan
sepeda motor.
Kebayang nggak sih dari Bali pake
sepeda motor ke Jawa Tengah? Bukan dalam rangka touring club, tapi nyari sayur.
Blusukan. Tanpa google, tanpa GPS #yaeyaalah.
Dan sepeda motor itu pun didapat
dari bengkel kecil, awalnya niat sewa, tapi si pemilik bengkel malah ngejual
dengan harga murah. Harga murah karena memang motor nggak bisa dipake lagi
alias mati total. Dan Om Bambang reparasi sampai bisa hidup kembali, dan
dijadikan kendaraan operasional bisnisnya.
Bertahun-tahun dia menjadi
self-employed. Belum punya pegawai. Meskipun pada akhirnya kendaraan
operasional berhasil diupgrade menjadi mobil pick-up. Jauh lebih lumayan
dibanding menggunakan sepeda motor.
"itu pasti capek banget om. Kok mau sih? Nggak balik lagi aja ke karir di dunia hukum aja? Kan enak bersih, kantoran, prestige nya tinggi” tanya saya. "tanggung jawab dan keyakinan” jawabnya.
Saya seketika malu sudah
memberikan pertanyaan itu. Berasa ditampar. Memang ada beberapa hal dalam hidup
yang tidak bisa kita ubah atau kita balik begitu saja, atas nama tanggung jawab
dan keyakinan. Hal yang hanya bisa dirasakan pemiliknya, tanpa peduli pada
pendapat orang lain.
Episode pertama, terbayar
perjuangan. Om Bambang memiliki relasi yang lumayan banyak, meskipun dulu relasinya
hotel yang belum berbintang mungkin ya. Om Bambang bisa punya rumah dan
kendaraan untuk keluarga. Beberapa bidang tanah untuk ditanami tanaman tertentu
pun berhasil dibeli. Sampai ia dan istrinya jatuh sakit. Selama satu tahun
tidak bisa bekerja.
“Satu tahun full, Om?” tanya saya. “Iya, tabungan om terkuras habis karena benar-benar tidak bisa bekerja.”
Satu tahun, 12 bulan, 365 hari.
Bukan waktu yang sebentar. Kagum saya sama Tante Wayan yang setia dan tak
beranjak meninggalkan. Entah bagaimana mereka melaluinya. Yang jelas, mereka
telah berhasil melewatinya dengan sangat baik.
Sampai setelah sembuh, usaha
kembali dijalankan. Usaha yang sama, tentu dengan pola yang berbeda. Setelah
usaha kembali pulih, om bambang dibantu oleh beberapa pegawai (saya tidak
sempat menanyakan berapa jumlah pegawainya). Sayurannya dibagi dua jenis, untuk
supply ke hotel-hotel berbintang di Bali, dan yang tidak memenuhi kualifikasi’ hotel
dijual di pasar.
Aktifitas pekerjaannya dimulai sejak jam 1 atau jam 2 pagi. Selalu begitu.
Episode episode selanjutnya
berhasil dilewati sampai saat ini, usahanya sudah autopilot. Sudah bersistem. Kerennya
adalah meski begitu om bambang dan tante wayan tetap terlihat sederhana. Tidak
sedikit pun terlihat sombong apalagi arogan. Pakaiannya biasa, semua serba
seadanya.
Saat ini, beberapa rumah “cluster
1” sudah dimiliki. Beberapa mobil untuk keluarga tersedia di garasi. Kendaraan
operasional usaha pun bukan lagi motor butut, tapi sudah berubah jadi beberapa
mobil pick-up yang bagus.
Saya iseng bertanya, “kuliah dulu di hukum sama bisnisnya kan nggak nyambung ya om. Tapi pasti ada manfaatnya. Iya nggak?”
Jawabannya nggak pake pikir lama,
“Iya pasti. Dari dunia kuliah, om punya banyak relasi. Om terbiasa
menghadapi orang menengah ke atas. Bisa dibilang, kalau pesaing om yang nggak
kuliah melangkah dua langkah, om bisa jadi melangkah 8 langkah. Pasti ada
gunanya.”
Nah! So, nggak ada kata salah
jurusan. Kalau pun salah jurusan dan tersesat, ya semoga sesatnya ke jalan yang
lebih aduhai menyenangkan. Karena yang sudah dimulai, sudah seharusnya
diselesaikan dengan baik.
“tipsnya donk om, biar bisa
jadi pengusaha yang sukses kayak om gitu”
“Kuncinya: disiplin dan persisten. ketika Om berubah haluan ke dunia wirausaha. Om benar-benar bekerja keras setiap hari. Mendisiplinkan diri. Kalau lagi capek om selalu bilang ke diri sendiri, kalau om tidak akan berhenti sampai tujuan om tercapai: benar-benar pensiun dengan tenang sebelum usia 50 tahun. Bisa kemanapun kapanpun om mau. Bisa temani anak-anak sebebas mungkin”
Jlebb..!
Tujuan yang telah tercapai. Saat
ini, Om Bambang bebas bepergian kemanapun ia mau. Pun persis sama ketika saya
tanya pada beliau dan anak bungsunya.
Saya: Mau kemana aja dek di
Malang?
Ade: Jatim Park.
Saya: terus?
Ade: Lihat nanti.
Saya: Sampai jam berapa om?
Soalnya kami baru free siang nanti.
Om : udah santai aja. Om hanya
ingin ketemu sama kalian kok.. Biar si ade yang tentuin nanti mau kemana aja.
Nanti kalau nginap di Malang, om kabari kami nginap dimana.
(intermezo: si ade bebas
memutuskan mau jalan-jalan kemana karena dia berhasil dapet Ranking 4 di
kelasnya. Dan di Bali anak-anak SMP sedang libur 1 bulan)
Beberapa jam kemudian...
Suami saya: Om saya baru selesai
kuliah. Om posisi dimana? Biar kami kesitu.
Om Bambang: ini otw ke
Yogyakarta, baru sampai Ngawi. Si ade ingin ke Jokja.
*speechless* ( pengen ngomong itu pindah destinasi seenak jidat aja ya :'D)
Suami saya dan saya: Hati-hati om...!
Om Bambang : Om tunggu di Bali.
Saya: siap om (paling
kenceng..!)
****
Metamorfosa selalu butuh waktu dan
proses yang entah seberapa lama. Menuju puncak selalu melelahkan, kadang
seperti akan kehabisan nafas. Tersengal, dingin, kesepian. Keringat entah panas
entah dingin, pucat pasi. Tapi ketika sepasang kaki terus melangkah, maka akan
semakin dekat dengan tujuan. Semakin lelah dan sepi, semakin dekat dengan
sebuah kemenangan. Kemenangan menaklukan asa yang kadang putus. Kemenangan
menaklukan diri sendiri.
Dari Om Bambang, saya si manusia pemburu yang terburu-buru dibuat diam. Dipaksa untuk mengamini esensi sabar. Motor butut yang dulu menemani lelah dan sepinya ikhtiar. Kini berubah menjadi kendaraan yang tak hanya disebut mobil, tapi mobil mewah. Nikmat duduk di dalam Alphard, siapapun bisa. Tapi tidak semua bersedia rasakan panjangnya perjalanan mendapatkan kemewahan yang tidak lagi menjadi simbol jumawa, tapi kemenangan karena telah berhasil membuktikan sebuah pilihan hidup dengan penuh keyakinan dan tanggung jawab.
Terima kasih atas inspirasinya,
Om Bambang!
waaaah.. inspiratif banget mba..
BalasHapusAlhamdulillah..
Hapusmakasih mbak desni :)
Mau dong mbak dikenalin sama om Bambang. Akupun pengen wirausaha dari dulu, mau resign dari kerjaan dan jadi wirausaha aja tapi kok belum mantep-mantep wae ya? masih berat sama gaji bulanan wkwkw
BalasHapushallo mbak dita :)
Hapusboleh, hehe..
iya memang beratnya itu mbak, kalau biasanya pasti dapet gaji. perlu tekad dan Big Why yang super duper kuat untuk jadi pengusaha, :)
Semoga segera mantep ya (entah itu mantep jadi karyawan atau pun jadi pengusaha hehe.. :)
salam :)
Keren ya. Gak banyak lho org yg susah payah mulai bisnis, banyakan mau pekerjaan yg udah ada dan pasti2 aja.
BalasHapusTengkyu udah berbagi ceritanya ya mbak :D
Sama-sama, Mbak April :)
Hapusiya mbak keren, salut sama persistensi & disiplinnya. sampai bisa sukses kayak sekarang..
salam :)
Inspiratif kisahnya.
BalasHapusSaya dan suami juga baru merintis usaha, baru jalan 2 tahun dan belum kelihatan ada untungnya. Kadang ada juga rasa putus asak karena hanya capek yang didapatkan. Beruntung kami masih bisa saling menguatkan.
Membaca kisah ini, kembali jadi penyuntik semangat bagi kami, bahwa waktu 2 tahun itu belum ada apa-apanya.
Alhamdulillah... semoga usahanya terus membaik dan bertumbuh ya mbak.
Hapusinshaallah kalau kita nggak berhenti, cepat atau lambat akan sampai di tujuan..
saya dan suami juga sedang membangun usaha. Dan PR nya sama: saling menguatkan dan mengingatkan akan tujuan awal.
Salam sukses & semangat, Mbak Nanik :)