Senin, 26 September 2016

Harus ya bisa masak?

Zaman sekarang, perempuan sama dapur nggak selalu jadi dua hal yang otomatis terhubung. Beda dengan zaman ketika sarjana perempuan atau wanita karier belum banyak, masih bisa dihitung jari.
Bahkan sudah banyak yang berani sounding, kalau perempuan masa kini nggak wajib bisa masak, yang penting bisa cari duit. O ow!! *wrong way detected :D

Lalu apakah saya sebagai perempuan masa kini setuju? 

Awalnya setuju banget,
sekarang? Absolutely, No!
Saya yang belum tua-tua amat, harus menyerah pada nasihat orang-orang tua, perempuan mau nggak mau harus bisa masak.

Tapiii dengan beberapa catatan ya. Here we go~

Bisa masak, bukan berarti harus masak setiap hari #eh.
Sekarang, tidak bisa dinafikkan banyak perempuan berkarir, bekerja from 8 to 5, perempuan berbisnis, and so many things.
Harus diakui oleh siapapun, kadang perempuan yang berada dalam multi-peran tidak bisa 'selalu' bisa memasak setiap hari. Apalagi kalau si perempuan harus melakukan dinas luar, gimana masaknya?!

Kenapa sih harus bisa masak?

masakan adalah makanan kan? makanan yang akan dikonsumsi keluarga, yang menentukan kondisi kesehatan dan tumbuh kembang keluarga.
kita semua tahu kalau di luar sana, sekarang jaminan atas makanan yang "4 sehat 5 sempurna 6 gaya" itu minim sekali. Boleh jadi, memang higienis, tapi termasuk junkfood- or fast food yang notabene digadang-gadang sebagai pemicu kanker. Hiiyh!
Makan di tenda-tenda, logis banget kan penyebaran kuman itu udah kayak laju mobil balap di film fast and furious.

Tapi bukan berarti terlalu membatasi diri untuk nggak 'jajan' juga, karena kalau secara langsung distop juga nggak baik ke kondisi mental hahaha.. Pelan-pelan saja, like what i am doing now :D
Lama-lama pemikiran itu akan mendarah daging kok.

Selain urusan kesehatan dan tumbuh kembang, masak memasak juga akan menjadi bagian dari aktifitas penghematan. PROVED! alias terbukti ampuh.
Coba deh seminggu penuh makan di rumah alias masak sendiri, itu akan setara dengan 1-2 kali makan di luar :D

Lalu gimana kalau sama sekali nggak bisa masak?

Saya juga yang nulis ini nggak pinter-pinter amat masak. Awal nikah modal kemampuan masak hanya 5 menu: masak air, telor ceplok, telor dadar, masak mie, tumis sayur.

Tapi setelah sering ngalamin suka galau nggak penting karena kangen makanan kampung yang nggak ada di perantauan, gampang baper kalau suami lebih excited makan yang dibeli di warung, gampang sedih kalau suami sakit, juga suka sedih akut kalau dompet gampang terkuras habis akhirnya perlahan mau belajar, perlahan bisa menentukan solusi. 

Solusinya adalah: LATIHAN dan BERANI EKSPERIMEN!

practice makes perfect! 
Sama halnya dengan masak. Kemampuan-kemampuan dasar serupa mengingat resep, kemampuan menentukan takaran bumbu, penemuan strategi-strategi nyetok sayuran mingguan tanpa busuk, strategi atur jadwal masak sama jadwal kerja, dan macem-macemnya bisa semakin dikuasai dengan berlatih setiap hari :D

Selain ahli, kita serupa memasukan roh-roh pembiasaan ke dalam diri. Agar keinginan memasak ter-maintain. Karena bagi perempuan yang nggak terbiasa masak sejak dulu, ini SUSAH. jadi harus selalu DIASAH.

Eksperimen yang dimaksud adalah berani memadupadankan bumbu-bumbu. Just think out of the box.
Kalau gagal, nggak usah baper. Itu mah biasa, namanya aja eksperimen. Coba lagi kakaks!
Dapur berantakan dan males beresin? Nanti aja beresinnya, nggak berantakan nggak belajar kakaks!
Butuh konsultan nih?! Alesan. Buka google. Kalau memungkinkan tanya tetangga yang senior di dapur kakaks!

Nah, next article saya mau share bumbu ajaib dan tips stok kulkas seminggu buat pemula.

Rangkaian artikel ini sama sekali have no intention untuk menggurui, lho. Tapi sekedar chit chat bahas solusi buat siapapun yang sedang mengalami kegagapan tak berujung di pojok dapur, haha..

salam pemula, kakaks! :D

Jumat, 23 September 2016

hidup dalam sebuah celoteh

ketika sudah tidak bisa mengalahkan, mungkin saatnya untuk mengalah.
ketika sudah tidak bisa melawan, mungkin sudah saatnya untuk berkawan.
ketika sudah merasa menang, mungkin sudah saatnya untuk tenang dan senang.
ketika sudah semakin jengah, mungkin sudah saatnya untuk menengadah ke langit yang indah.

ah, begitulah.
nyatanya tak ada yang mudah.
nyatanya tak ada yang terlalu susah.

hidup oh hidup, kau memang rangkaian kosmik yang pelik untuk dibahasakan.
lelah saja aku ketika aku memaksa menaklukan apalagi mengalahkanmu

biarlah jejak ini aku buat setenang dan sesenang mungkin.

hidup oh hidup, aku tak akan lagi memakimu.
karena kau bukan lawan yang sepadan.

hidup oh hidup, malam ini dan seterusnya, kunamai kau 'kebebasan'.
hidup oh hidup, apapun wujudmu, kunamai kau 'petualangan'
biarkan aku aku memilih berkawan dan mengalah saja.
aku ingin tenang dan senang menikmati kebebasan petualangan.


Kamar, 23 September 2016






Sabtu, 17 September 2016

Andrea di sebuah sore

"aku lapar"
aku makan dan aku kenyang.

"aku haus"
aku minum dan aku senang.

"aku ketakutan"
aku pulang, dan aku tenang.

**

ah Andrea, hidup bukan hanya tentang itu semua.
kadang kau bisa terjebak dalam sebuah adegan yang kau sendiri pun tidak tahu harus bagaimana.

kau merasa cemas, tapi entah mencemaskan apa.
kau merasa bingung, bukan tentang memilih tapi tentang merasakan apa
kau merasa senang, juga entah karena apa
kau merasa sedih, tapi tidak bisa menangis.
kau merasa hampa.

hampa, seperti yang kau rasakan sekarang, bukan?

Andrea, jalani saja. kau hanya perlu terus berjalan. sampai kau menemukan.



Senin, 12 September 2016

Selamat datang mahasiswa, di sebuah persimpangan kehidupan!

Tulisan ini bisa dikatakan rangkuman jawaban atas pertanyaan yang beberapa kali saya dapatkan dari para mahasiswa, teman, juga kolega: mahasiswa yang baik itu seperti apa?

Didedikasikan untuk siapapun yang sedang duduk di bangku kuliah, bangku yang paling menyenangkan sedunia.

Selayang pandang

konon katanya mahasiswa adalah makhluk defisit dalam rentang 2-5 tahun, bahkan ada yang sampe 7 tahun. Meskipun sekarang negara kita punya kebijakan lain tentang masa studi maksimal di setiap jenjang. Sebetulnya, 'defisit' itu karena sebagian mahasiswa memang tidak menghasilkan apa-apa, aktifitasnya seolah hanya belajar dan meminta uang pada orang tua saat jatah bulanan menipis, laporan harus bayar SPP di tanggal sekian, bayar kosan bagi yang ngekos, dan bayaran bayaran lain di luar dugaan mama papa di kampung. 

Padahal, jika ditilik dari segi usia dan kematangan, mahasiswa seharusnya sudah melakukan 'produksi'. Produksi yang dimaksud semisal menghasilkan ide, menghasilkan uang, dan sudah tidak bergantung pada orang tua untuk urusan ini itu *kecuali restu untuk menikah bagi para jomblo #eh!

Lha, tapi kan mahasiswa tugasnya banyak. Dan kalau kebagi waktu sama kerja, cari uang lewat bisnis, atau apalah apalah gimana donk nanti molor kuliahnya. 

Siapa juga yang nyuruh pontang panting banting tulang pas kuliah? meskipun faktanya banyak tuh yang biayai kuliah sendiri, bahkan sudah berani memutuskan menikah, tanpa minta orang tua, dagang donat, dagang kerupuk, dagang ini itu (yang penting halal), dan lulus cepet dengan nilai sangat memuaskan bahkan Cum Laude! Ini fakta, bukan gurauan, banyaaaaak mahasiswa yang model begini tersebar di kampus-kampus terbaik negeri ini.

Status Mahasiswa 

Sebuah status yang membingungkan. Tidak mudah memang jadi mahasiswa. Disebut sekolah, udah nggak berseragam. disebut nggak sekolah, tetap ada ujian tulisan dan lisan. apalagi disebut dewasa juga belum bisa cari duit sendiri, masih kring kring mama papa.

Kita perjelas aja sendiri. Maha dan siswa, ada kata 'maha' sebelum kata 'siswa'. Kalau boleh saya artikan, mahasiswa itu siswa yang masih butuh diajarin, diarahin, diuji, dan 'disayangi' dengan perlakuan berbeda dengan siswa sekolah. Oleh karena itu, jangan heran kalau 'gurunya' yang sering kita sebut dosen, membutuhkan feedback berbda dengan siswa sekolah.  Level tinggi stimulasi nya, level tinggi juga responnya, perguruan tinggi nama sekolahannya.

Petuah si mantan mahasiswa

Intermezo yaa, saya kalau di kelas, selalu sampaikan ini ke mahasiswa:

"Nilai itu angka. Angka itu tidak selalu mampu menggambarkan kemampuan aktual kita. Kenapa? Karena yang memberi angka itu dosen yang notabene manusia biasa, bisa jadi salah, bisa jadi berlebihan, bisa jadi berkekurangan. Ketika mengejar nilai di level perguruan tinggi, itu nggak banget! "

"Pada akhirnya, yang harus kalian jawab selepas lulus dari perguruan tinggi, bukan pertanyaan: Hei, sarjana, nilai kamu berapa? TETAPI  Hei, sarjana, kamu bisa apa ?!

"Kuliah bukan hanya tentang secepat apa kamu membaca buku teks, atau sepintar apa kamu menjelma jadi makhluk jenius. Tapi tentang bagaimana kamu mulai mengenali hidup, meyakini prinsip yang kamu pilih, memperjuangkan tujuan hidup, bagaimana bijaksana terhadap keterbatasan dan kekurangan, serta bagaimana kamu memperkaya PENGALAMAN BELAJAR"

**
saya nyampein paragraf demi paragraf di atas secara random tergantung momen yaa pemirsa indosiar, nggak merepet ala emak-emak marahin anaknya, bukan juga ala motivator kelas dunia yang meletup-letup di panggung. 

aku mah apa atuh, dosen baru yang terus belajar mengenali kehidupan #eaaaaaa!


Mahasiswa yang BAIK

Sukses bagi si rajin. 
Kenal tulisan di atas? Iya, itu tulisan di footer buku tulis zaman saya SD. hehe..
apakah harus selalu rajin biar bisa disebut mahasiswa yang baik? Jawaban saya sebagai si mantan mahasiswa dan dosen muda adalah TIDAK!

Rajin itu harus sebagai wujud konsistensi, tapiii bukan berarti geraknya jadi statis lho. Mahasiswa yang baik itu harus DINAMIS. Bukan melulu baca buku, kuliah, pulang, kuliah, pulang. Duh, ngebosenin!

Mahasiswa yang katanya agent of change, ayo keluar kampus selepas kelas perkuliahan usai. Bangun keahlian, bangun relasi, bangun jiwa kepimpinan kalian!! Dunia butuh makhluk berkompetensi, bukan hanya memiliki potensi yang 'impoten'. Aktualisasikan diri sebelum dunia merenggut kebebasan kalian. *ngomong ala-ala proklamator!

Kejar lulus cepat, dengan cara yang hebat! 


Jadi.... in my humble opinion, mahasiswa yang baik adalah mahasiswa yang bisa menjawab:
  • Apa tujuan hidup saya?
  • Kenapa saya harus kuliah?
  • Berapa lama saya harus kuliah?
  • Apa yang bisa saya lakukan dalam perkuliahan?
  • Apa yang bisa saya lakukan selama saya tidak kuliah di kelas perkuliahan?
  • Apa yang tidak boleh saya lakukan selama saya kuliah?
  • Apa kekurangan dan kelebihan saya? 
  • Bagaimana cara saya meng-upgrade diri?


Epilog

Hari ini, hari pertama masuk kelas lagi di semester baru. Selalu ada harapan dan doa baru bagi para mahasiswa semester anyar. Berharap mereka yang hari ini masuk ke perguruan tinggi, bisa lulus dan keluar sebagai makhluk yang memiliki kemampuan untuk hidup dan menghidupi. 


Ruang Dosen, 13-09-2016









Sajak Hujan di Awal September

Carut marut sepekan yang membuat perempuan ini hampir gila.

**
dia, yang masih meninggalkan genangan kenangan.

pagi ini, lagi lagi secangkir kepahitan masa lalu dan harapan yang menggantung harus kuseruput dalam diam.
sejenak menatap jelaga yang tak ayal menghantam luka yang selalu aku coba sembuhkan.
serupa telaga merah pekat yang tak mengering, dia terus menjelma menjadi sosok yang tetap tinggal di tepi ujung pandangan.
ah, kapan semesta kan merelakan kisah ini mengalir saja tanpa bekas.

**
dia, yang terus menerus menaburkan garam di atas hamparan darah segar yang mengalir karena kebencian akan takdir. Kenapa dia tak jua mengerti dan memohonkan ampun!

dia bersalah, Tuhan.

kuadukan segala perih ini padamu hampir di setiap malam, bukan?

bodohnya aku hanya mampu berteriak dan menggemakan amarah di mimpi, 
ah, betapa sulitnya keluar dari lingkaran memuakkan ini.

**
dia, yang entah apa yang dia lakukan. penuh sia-sia dan memupuk rasa bersalah di pelupuk senja yang aku punya. aku telah dan tengah meminta maaf. tapi benarkah, dia telah memaafkan?
sungguh aku telah terjebak dalam permainan yang tak menyenangkan. 

**
kamu, malaikat gagah yang tetiba datang dalam sepi. tubuhmu hangat menghangatkan. tatapanmu membuat gemuruh jiwa mereda. aku teduh dalam menatapmu. aku merasa sembuh. 

sesekali sakit demi sakit itu terasa lagi. dan kamu datang serupa pahlawan menenangkan dengan sebuah pelukan. 

kau tak membungkam mulutku kala aku hilang kendali berteriak di penjuru lamunan, kamu kokoh berdiri di hadapan sembari tersenyum dan tak bosan membisikkan - kamu akan baik-baik saja bersamaku, perempuanku!

Tuhan, apa lagi ini?! teganya kau hadirkan perempuan sepertiku dalam kehidupan lelaki sebaik  kamu. 

jiwaku memberontak tak tega melihatmu, lelaki. Luka ini takkan pernah sembuh!
dengan penuh yakin kau sampaikan, "kau tak perlu sembuh, karena aku tak pernah melihatmu sakit. kau hanya terluka. dan takkan kubiarkan luka itu bertambah. aku tak akan membuat luka itu terus menganga kesakitan. aku akan membuatmu hilang ingatan tentang masa lalu apapun di kedalaman luka-luka yang kau punya, perempuanku!

Aku bisa apa ketika aku kini serupa perempuan yang sibuk menimbun lubang-lubang luka dengan kebahagiaan yang sejak awal kamu janjikan. 

Ternyata ada kamu yang tidak seperti dia, dia, dan dia yang sesekali datang bersama genangan kenangan yang memilukan. 

Kamu, terima kasih banyak!
Kamu benar, aku akan baik-baik saja, selama kamu ada. Tetaplah di situ, jangan pernah menjelma menjadi mereka yang menyakiti.


- Teras Kenangan, 13 September 2016


Jumat, 09 September 2016

Rindu kamu, dik!

Dik, sedang apa? 

tadi malam kamu datang di mimpi kakak. entah karena sudah terlalu rindu kakak padamu, atau karena kamu sedang memanggil-manggil entah siapa untuk memeluk sepimu di sana. 

dik, tadi malam kamu datang dengan penuh senyum, seakan senang kita bisa kembali bertemu. kita mengobrol di balkon, kamu bilang kamu lapar. lalu kakak buatkan makanan untukmu. kamu bilang kamu lelah menempuh perjalanan jauh. kamu terlihat penurut sekali, langsung membersikan seisi rumah kakak. 

kamu menjelaskan banyak hal. kamu bilang kamu ingin berubah lebih baik. kamu ingin menuruti semua yang kakak minta. senyummu, manis sekali dik. semanis harapan dan doa kakak untukmu. 

di sofa balkon, kakak memarahi kamu seperti biasa. kakak begitu lihai menunjukkan betapa cerewetnya kakak. begitu panik menunjukkan kepedulian kakak padamu. malam tadi kamu tidak marah atau melengos seperti biasanya, kamu malah menunjukkan simpul senyum. kamu terlihat mengamini semua kalimat yang kakak sampaikan. 

Sebangun tidur, ada sesak di dada. Ternyata hanya mimpi. 
Dik, mungkin kita saling merindu. Dan terus berusaha untuk melawan perasaan yang terus tumbuh meronta menuntut temu. Tapi kita telah pandai saling membunuh rindu dengan menenggelamkan jiwa pada dunia kita masing-masing. 

Dik, jaga diri baik-baik, dimanapun kamu berada dan apapun yang kamu lakukan. 
Kakak pun disini akan menjaga diri baik-baik. Dan tak pernah lelah mendoakan kebaikanmu, dik. 

Atas nama cinta yang mungkin tak pernah genap tunai padamu, dik. Kakak sungguh berharap segala kebaikan menyelimuti hidupmu dan akhiratmu, kelak.

- the day, 10-09-2016

Rabu, 07 September 2016

Ketika Jenuh Kerja Melanda, Lakukan 1+7 Hal ini deh!

Dunia kerja memang tidak sepenuhnya menyenangkan, apalagi di tanggal tua. Tapi kita tetap punya tuntutan untuk hidup normal di dunia realita, menghasilkan uang untuk membiayai (gaya) hidup. Uang memang bukan segalanya, tapi masalahnya gak mungkin juga kita menjalani hidup tanpa menghasilkan uang sama sekali. Mau nggak mau, sekalipun jenuh melanda, ya kudu kerja gaessss :/

So, biar nggak terlalu depresi, sebisa mungkin kita harus punya siasat ketika si jenuh datang melanda.

Siasat pertama dan utama, bersyukurlah - karena kita masih punya kerjaan di tengah banyaknya pengangguran di alam semesta, :D Trust me, dengan bersyukur, nikmat kita akan bertambah alias kerjaan semakin numpuk, haha.. *joking!  Live for peace sodara sodaraaaa... 

Di luar siasat utama dan pertama, yang nampak konyol tapi bener lho itu, ada hal-hal yang biasa saya lakukan ketika jenuh melanda,  mungkin bisa dicoba juga buat kamu yang sedang mengalami itu yang namanya j-e-n-u-h-! :)

1. Nonton Film 

pict-source: hercampus.com
Nonton film termasuk list aktifitas yang efektif untuk menghilangkan stress atau jenuh. Nonton tidak selalu harus pergi ke bioskop, bisa juga dilakukan di rumah lewat video streaming atau DVD. Pilihlah film dengan genre favorit. Seperti saya, justru tidak terhibur kalau menonton film komedi. Stres atau jenuh hilang malahan kalau saya tonton film drama, haha.. 

Dengan menonton film, biasanya tanpa sadar kita akan masuk ke alur cerita. Fokus menjadi orang ketiga para pemeran utama. Dan kadang cerita film atau kutipan dialog dalam film seolah bisa membuat kita jadi semangat menjalani hari-hari. 

Nonton film bisa juga makin me-refresh otak kalau nontonnya ditemani cemilan kesukaan dan ditemani dia~dia~dia #uhuk!

2. Belanja

Psychiatric is more expensive than shopping! 
Tagline ini sering dijumpai di outlet perbelanjaan. We get money to live, not live for money. Kita mencari uang untuk membiayai hidup, dan bukan hidup untuk uang, bukan? 

Para penganut mazhab belanja adalah liburan biasanya bisa berkurang jenuh atau stressnya ya dengan berbelanja. 

Awalnya windows shoping (a.k.a liat-liat doank) sampai akhirnya kebayang-bayang item tertentu, belanja juga akhirnya. hehe..

Aktifitas belanja ini sah-sah saja dijadikan pelarian sementara dari jenuhnya pekerjaan, tapi cek juga alokasi dana ya. Jangan sampai ketika belanja stress hilang, sepulang belanja stress kepala jadi pening mikirin tagihan haha..

3. Piknik


Untuk kalangan tertentu, piknik atau travelling ke tempat-tempat yang menyenangkan seperti pantai, gunung, atau destinasi wisata tertentu, efektif sekali untuk menghilangkan jenuh. Sepengalaman saya, meskipun harus pergi piknik ala ala gembel, mengunjungi tempat baru selalu bisa membuat refreshed. 

Tapi aktifitas piknik ke tempat jauh memang nggak bisa dijadikan solusi, karena kita butuh alokasi waktu dan dana yang tidak sedikit. Oleh karena itu, bisa dicoba piknik ke tempat-tempat terdekat saja, serupa taman komplek, taman kota, atau wisata alam terdekat.

Sangat dianjurkan untuk sejenak menjauhi gadget ketika piknik. Menyatulah dengan alam, biar kembali waras  ketika mulai lagi berhadapan dengan dunia kerja :)

4. Menulis 

In the journal, I am at ease (Anais Nin)
Quotes dari Anais Nin di atas sama sekali nggak salah untuk orang-orang yang terbiasa dengan pena dan buku untuk menulis diari. Ada sekumpulan manusia yang merasa tenang ketika mencurahkan semua isi kepala dan hatinya ke dalam setbuah tulisan. Zaman sekarang, fungsi pena dan kertas mungkin sudah bisa digantikan oleh aplikasi microsoft word yah. Lebih simple, lebih mudah diakses dibanding harus bawa-bawa buku kemana-mana.

Alternatif lain, kita bisa nulis blog melalui aktifitas blogging. Blogging bisa bikin efek seneng dua kali menurut saya. Pertama, kita senang karena isi kepala sudah tercurahkan. Kedua, kita akan senang karena tulisan kita bisa diakses online kapanpun kita mau *selama ada signal.


Meskipun tidak bisa dipungkiri, menulis di atas buku itu rasanya beda, lebih healing healing gitu, hehe.. Coba deh. Saya sudah membuktikan kalo nulis ini bisa banget ngurangin jenuh kerja.

5. Baca Buku Favorit


Baca buku memang terkesan serius. Ada beberapa yang malah tambah jenuh kalau dengar kata buku, haha..
Tapiiiii jangan salah, saat ini banyak sekali buku-buku yang membuat otak kita seperti bertualang ke sebuah belahan bumi lain. Dan bukankah petualangan selalu bisa menghilangkan jenuh, kawan?

Genre buku yang mungkin bisa dicoba untuk dibaca kala jenuh melanda, di antaranya: novel, buku petualangan, buku detektif, komik,, atau buku tulisan para traveler.

6. Hubungi teman lama

Hasil gambar untuk orang menelepon
pict-source: curahanhati.com
Teman lama ya, bukan teman dekat lama, haha..
Biasanya kita punya sahabat terlupakan ketika SD, SMP, dan SMA,yang hanya kita sapa sesekali via sosmed saja. Nah,coba deh sesekali lakukan kunjungan langsung atau telepon. Tanpa sadar kita akan terbawa ke suatu masa lalu yang  sangat menghibur ketika dibahas. 

Dan perasaan senang itu, bisa banget bikin kita refreshed seseger laptop setelah tombol F5 nya dipencet! haha 

7. Do your hobbies!

Nah, ini penting banget. Jangan sampai pekerjaan membuat kita tenggelam dalam rutinitas yang mengkerdilkan zona 'rasa'. Melulu pekerjaan, melulu lembur, melulu kejar target, bisa bikin kita lupa bahwa 'hidup' kita juga punya hak untuk bahagia. Ceileh..!

Syukur-syukur hobi bisa jadi pekerjaan, lha kalau nggak? So, takes time to do your hobbies!

Hobi nyanyi? pergilah ke karaoke, teriak-teriak ala diva sepuasnya!
Hobi menggambar? Menggambarlah, lukiskan keindahan rasa di atas kanvas!
Hobi bersepeda? Angkat sepeda, kayuh dan nikmati oksigen di luar sana. 
Hobi olahraga? Lakukan sampai keringat puas berlarian di tubuhmu. (meskipun kalau olahraga kayaknya kewajiban setiap umat, haha *ngumpet di lemari! )

Apapun hobi kita, jangan pernah meninggalkannya sepenuhnya. Hobi ini kadang yang membuat kita menjadi 'utuh'.




Senin, 05 September 2016

Public Speaking, Siapa Takut ?! :D

Di dunia kerja, kadang kita tiba-tiba diminta untuk ngomong di depan publik, seringkali kita menyebutnya dengan istilah public speaking. Ada beberapa orang yang langsung demam panggung kalau ditugasi ngobrol di depan khalayak. 

Pun di kalangan mahasiswa, kadang untuk presentasi di depan kelas pun, kaki sudah langsung gemetar, panas dingin, dan bisa mendadak masuk angin, hehe..

So, di tulisan kali ini saya ingin membahas tips dan trik untuk ngomong di depan umum, bukan karena saya jago atau expert ya, hanya ingin berbagi pengalaman pribadi yang semoga bisa jadi referensi untuk yang masih gugup ngomong di depan umum.

Beberapa hal yang harus diperhatikan dan disiapkan dalam public speaking, diantaranya:

ü       Kesiapan mental

Kesiapan mental ini adalah yang pertama dan utama. Semua orang, termasuk public speaker yang jam terbangnya sudah banyak sekalipun, pasti masih merasa gugup sebelum melakukan public speaking. Tapi mereka bisa menyiasati kegugupan menjadi tidak terlihat oleh audiens. 
Jadi, pahamilah kalau gugup itu wajar!


Terus gimana donk kalau gugup melanda??
Trik kalau gugup itu datang padahal kita sudah di panggung adalah:
  •  Berdoa kepada Tuhan yang Maha Kuasa.
  • Simpan microphone (tempelkan) di dada. Genggam lebih kencang ketika gugup. Dengan begini, tidak akan ada yang menyadari kalau tangan kamu sedang gemetar karena gugup.
  • Tarik nafas dari hidung dan keluarkan lewat mulut. Tapi gerakan ini harus dilakukan secara cantik ya, jangan ngos ngosan.
  •  Tatap seluruh audiens sambil tersenyum.

ü      Penguasaan materi 


Penguasaan materi acara penting dipersiapkan karena materi adalah apa yang akan kita sampaikan ketika di panggung. Materi yang disampaikan harus memiliki relevansi dengan tuntutan acara, update, dan aktual. Biasanya gugup akan datang ketika tidak menguasai materi. Dan tingkat gugup akan menurun ketika materi sudah terkuasai. 
Dalam proses penguasaan materi acara, kita bisa melakukan self-talk menggunakan pertanyaan:
What, Where, When, Why, dan How.

Atau bisa juga dengan menggunakan skema:
Pembukaan, isi, dan penutup

Pada awalnya bisa jadi coretannya banyak dan acak-acakan, ini wajar!


Setelah konsepnya selesai, maka akan lebih mudah untuk membuat kata-kata kunci yang dituangkan dalam kartu sebagai media penghafal atau alat bantu pengingat ketika kita melakukan public speaking.

ü       Pakaian

Pakaian yang kita pakai mencerminkan siapa kita. Artinya, pemilihan pakaian tidak bisa diabaikan dan harus disiapkan dengan serius. Gunakan pakaian yang nyaman dipakai, bersih, dan warna yang sesuai. Warna yang sesuai, maksudnya adalah gunakan warna yang serasi antara atasan dan bawahan. Selain itu harus disesuaikan dengan jenis acara. Misal, dalam acara di siang hari gunakan warna-warna yang menyejukan, warna pastel, atau warna yang nggak ngejreng. Berbeda dengan acara di malam hari, kita bisa menggunakan warna baju yang lebih menyala, blingbling, atau warna-warna yang lebih berani seperti merah, kuning, hijau muda.

ü       Pengetahuan tentang audiens (Know your audiences)

Pengetahuan tentang siapa saja yang akan menghadiri acara diperlukan untuk mempertimbangkan pemilihan kata, intonasi, gerak tubuh, dan bahasa. Misalnya, apabila audiensnya adalah para lansia maka kita harus menggunakan intonasi lebih tenang, menggunakan bahasa yang mudah dimengerti, dan tidak terlalu mengandalkan gerakan. Berbeda dengan acara yang audiensnya anak-anak, maka kita akan lebih menggunakan media bermain dan permainan dalam menyampaikan materi.

ü      Manajemen waktu

Manajemen waktu dibutuhkan untuk membagi porsi pembukaan dan ice breaking, isi, dan penutup. Jadi jangan sampai terlalu lama di pembukaan, atau terlalu lama di penutup. Waktu yang digunakan untuk setiap bagian harus proporsional. Hal ini juga dapat membantu kita untuk menghindari deadlock ketika melakukan public speaking.

ü        Last but not least: LATIHAN.

Istilah practice makes perfect tidak pernah salah. Semakin sering berlatih, maka akan semakin baik sebuah public speaking. Berlatih bisa dilakukan di depan cermin, bisa dilakukan bersama teman, dan cara lain yang dipandang sesuai. Saya sering berlatih di depan cermin, karena melalui cermin kita dapat mengoreksi gerakan tubuh yang tidak efektif, mengontrol mimik, dan meramu senyuman yang dirasa pantas.

Semoga tips ini sedikit membantu dan menjadikan awal untuk jadi public speaker yang hebat.
Feel free to share pengalaman kamu lho disini :)

Salam syupeeerrrr star :D

Sabtu, 03 September 2016

Pendidikan BAIK bagi Kaum Hawa

Tulisan ini adalah lanjutan dari tulisan Pendidikan dan Perempuan. Masih rangkaian kampanye pemikiran pribadi tentang pentingnya pendidikan yang 'BAIK' bagi kaum hawa.

Ketika ada pertanyaan Pendidikan yang BAIK penting bagi perempuan?  
Oke, menurut saya, these are the main point kenapa perempuan harus BAIK pendidikannya: 
  • ·      Perempuan memiliki banyak kemuliaan yang wajib dijaga, khususnya bagi yang belum menikah. Pendidikan yang baik akan mendorong perempuan terus mengembangkan diri (bakat – minat), menjaga dari pergaulan yang tidak baik, memilih teman (komunitas), mengarahkan upaya diri ke hal-hal yang positif, memilih cara berpenampilan yang baik, menjaga kehormatan diri dan keluarga, serta memiliki mental yang kuat (tidak mudah galau dan frustrasi)
  • ·              Setelah menikah, perempuan akan mengalami transisi peran yang tidak mudah. Semisal, biasa bebas sendiri sekarang harus toleran dengan kondisi suami (plus keluarga besarnya), pergaulan yang lebih terbatas, aturan keuangan yang sudah mulai banyak posnya, apalagi kalau sudah punya anak artinya tanggung jawab menjadi ganda.


Bayangkan ketika transisi ini dihadapi dengan tidak bijaksana? Banyak yang menyesal menikah, parahnya ada yang sampai campaign jangan menikah muda, hehe..

Lebih parah lagi ada yang membesar-besarkan konflik rumah tangga, dan mudah menyerah pada perceraian. Bukan hal asing kan zaman sekarang orang bercerai?  Saya tidak bermaksud mendiskreditkan orang yang bercerai, karena bercerai bisa jadi pilihan yang terbaik bagi beberapa pasangan. Tapi sungguh disayangkan kalau perceraian itu disebabkan oleh pendidikan perempuan yang kurang BAIK, dan pendidikan pria yang sama kurang baiknya.

Kemandirian perempuan yang kelewat batas kadang menjadi faktor utama dari perceraian di usia muda. Ditambah lagi kepemimpinan laki-laki yang kurang baik akan mempertajam bilah ancaman perpisahan.

So, kembali lagi kan? Bukan masalah tinggi rendahnya, tetapi baik-tidaknya.

Tapi apabila pendidikan BAIK sudah dimiliki oleh perempuan, setinggi apapun latar belakang pendidikan yang ia miliki, dia akan menunjukkan kebaikannya dalam memaklumi kekurangan suami, merelakan diri mengikuti batasan, memandang konflik sebagai hal biasa yang harus diselesaikan dengan baik, marah tanpa berlarut-larut, berusaha sekuat tenaga mempertahankan komitmen sebagai tanggungjawab terhadap dirinya sendiri, berusaha keras melakukan perannya, dan tidak mudah menyalahkan keadaan atau orang lain.

Lalu pendidikan BAIK itu didapat dari mana?


Saya  menulis artikel yang serada #curcol ini bukan berarti saya sudah berpendidikan BAIK, tetapi saya dalam kondisi memperbaiki pendidikan saya terus menerus.

Nah, menurut saya pendidikan BAIK itu berawal dari RUMAH alias KELUARGA alias ORANG TUA.

Bagi yang muslim mungkin sudah tidak asing dengan kalimat: Perempuan  menjadi Madrasah pertama dan utama bagi generasi penerus. Madrasah disini artinya pelaku pendidikan bagi anak dalam keluarga, atau anak di sekitar lingkungan sosialnya.

Percaya deh, pendidikan baik itu tidak bisa ditanamkan secara instan dan hanya mengandalkan sekolah.  tetapi harus ditanamkan sejak dini, perlahan disiram dengan pembiasaan, dan dipanen ketika dewasa berupa kebiasaan serta karakter yang baik.

Sudah banyak kan cerita anak sampai orang dewasa yang sekolah tinggi masih buang sampah sembarangan?  Siswa/i yang  jenius yang tidak bisa toleran sama perbedaan? Remaja yang sekolah di tempat favorit tapi tidak memiliki kepedulian sosial? Mahasiswa pintar tapi tidak mampu menghargai orang lain? Belum lagi banyak orang berpendidikan tinggi yang takut menikah – takut dengan batasan setelah menikah?

Dan perempuan adalah pilar utama, pelaku utama, PEMERAN UTAMA dalam penyelenggaraan pendidikan yang baik untuk setiap generasi.

Apapun bidang minatnya, bidang pekerjaannya, skor IQ nya, besaran penghasilannya, gelar akademiknya, ketika berada di dalam rumah ia adalah IBU. Pun ketika tidak menikah, perempuan tetap IBU bagi peradaban, bagi generasi di sekitarnya.

photo taken from www.google.com

Pendidikan perempuan yang baik akan menjadi modal perbaikan generasi mendatang.
Anak-anak yang besar di bawah pengasuhan orang tua (khususnya ibu) dengan pendidikan baik akan tumbuh menjadi anak yang tidak haus kasih sayang, anak yang punya ‘tempat’ untuk bertanya, mengadu, bimbingan, dan pulang ketika lelah dengan kondisi zaman.

Perempuan dengan pendidikan yang baik akan berusaha sekeras mungkin untuk menjadi teladan bagi generasi penerusnya: mengajarkan menahan amarah, toleransi, kejujuran, buang sampah di tempatnya, taat pada peran sebagai hamba Tuhan, patuh pada peraturan, melakukan pekerjaan rumah dengan tanggung jawab, berpakaian rapi, mencintai kebersihan, menjadi diri sendiri, bersyukur, senang berbagi, mengakui kesalahan dan meminta maaf, terbuka pada perubahan, berhati-hati dalam berperilaku, menghormati perbedaan, dan banyak lagi...

Wah ideal sekali mbak, sulit donk.

Ya, tugas yang sulit hanya diberikan kepada orang yang berkemampuan tinggi bukan? Perempuan sudah ditakdirkan untuk mengemban tugas penting yang tidak mudah.
Tugas kita sebagai perempuan bukan untuk menjadi IDEAL apalagi sempurna, tetapi untuk terus menerus memperbaiki dan membagi ‘pendidikan’ yang BAIK.

Pendidikan tinggi gak perlu donk ya mbak?

Pendidikan baik selalu mengarahkan kita untuk terus belajar, salah satunya dengan menempuh pendidikan setinggi-tingginya. Selama ada kesempatan, why not?!

Tapi ketika kesempatan belum kunjung datang, tempat belajar itu banyak..! kunjungi toko buku, perpustakaan, nonton berita, baca artikel-artikel yang positif, dan banyak ngobrol sama orang yang positif. Sssttt bukan gosip thok. :D




Perempuan dan Pendidikan

Pendidikan perempuan harus baik. Saya pake istilah ‘baik’ ya, bukan ‘tinggi’, karena kalau saya pake istilah pendidikan tinggi, orang bakal langsung mikir perempuan harus kuliah, harus sarjana, harus master, de el el embel-embel lainnya.

Ada panggilan dari dalam diri untuk share personal opinion saya disini tentang perempuan dan pendidikan yang kadang langsung serta merta diasosiasikan dengan SEKOLAH, padahal pendidikan itu pengertiannya tidak sesempit gedung dan kurikulum yang ada di sekolah.

Banyak pendapat, opini, pemikiran, pandangan yang nampaknya perlu diklarifikasi, semisal:
  • ·         Zaman sekarang perempuan harus sekolah tinggi, biar bisa dapet kerja enak, mapan finansial.
  • ·         Zaman sekarang perempuan harus mandiri, biar nggak bergantung sama laki-laki.
  • ·         Perempuan berhak bebas, kalo punya penghasilan tinggi.
  • ·         Sayang ya sekolah tinggi hanya jadi ibu rumah tangga, ujung-ujungnya ke dapur mah gak usah sekolah keleus.
  • ·         Ibu rumah tangga dipandang “pengangguran” dan tidak bernilai ekonomis dalam rumah tangga.
  • ·         De el el.. silahkan isi sendiri hehe..

Well.. semua pendapat di atas tidak sepenuhnya salah, tapi tidak sepenuhnya benar. Saya setuju kalau perempuan sebaiknya sekolah setinggi-tingginya, tapi bukan semata untuk penghasilan, apalagi melepaskan kebergantungan pada pria sepenuhnya.

Alangkah bijaksana ketika sekolah tinggi yang berujung perolehan gelar akademik justru bisa meningkatkan martabat perempuan itu sendiri. Kenapa saya bilang martabat? Karena perempuan bermartabat itu tidak pernah menggunakan satu sisi dirinya untuk melemahkan sisi dirinya yang lain.
Sisi pertama, perempuan memiliki kebutuhan aktualisasi diri, semisal: mengembangkan diri di dunia bisnis, memiliki jaringan sosial, memperoleh pendapatan, memiliki komunitas berbagi, bekerja di dunia pendidikan, bekerja di perusahaan sesuai bidang minatnya.

Sisi lainnya, perempuan memiliki fitrah sebagai makhluk yang wajib menjaga kemuliaanya, seperti: menjaga kehormatan, mematuhi etika pergaulan, menjadi istri yang taat sama suami, menjadi ibu yang memastikan anak-anaknya tumbuh berkembang dengan baik, taat pada aturan Tuhan.

Pendidikan tinggi bukan lisensi untuk melanggar sisi fitrah dari perempuan itu sendiri. Apalagi untuk muslimah, kita tidak diajarkan untuk melepaskan kebergantungan pada laki-laki (a.k.a ayah dan suami). Dan sama sekali tidak diaajarkan untuk menuhankan kebebasan.

Prihatin sekali kan ketika ada perempuan dengan pendidikan tinggi berperilaku bebas tak berbatas, merasa mandiri jadi tidak menghargai aturan sosial, merasa mapan menjadi mudah menentang aturan pernikahan, merasa mampu membayar mahal pengasuh akhirnya menyerahkan pengasuhan anak sepenuhnya pada pengasuh, dan melegalkan diri untuk tidak harus melayani keluarga dengan baik.

"Tapi ada kok mbak yang pendidikan rendah juga kelakukannya begitu."

Nah makanya saya bilang di awal, yang saya maksud adalah perempuan harus memiliki pendidikan yang BAIK, tinggi rendah bukan lagi jadi ukuran.

Ada beberapa perempuan yang tidak mengenyam pendidikan tinggi tapi memiliki pendidikan yang baik. Dia mampu menjadi istri dan ibu yang mengurus rumah tangga dengan baik, membantu mencari penghasilan tambahan tanpa terpaksa, dan memiliki rasa ingin belajar hal-hal baru. Wanita ini bukan sarjana apalagi master.

Ada juga [banyak] perempuan yang saya kenal berpendidikan tinggi, bahkan lulusan universitas ternama di negeri ini yang menunjukkan pendidikan tinggi nya berhasil meng-upgrade kebaikan diri. Meskipun memiliki pendidikan tinggi, tetap semangat belajar menjadi istri yang patuh pada suami, tidak congkak meskipun pendapatan di atas gaji suami, merawat anak-anaknya dengan baik, bahkan mampu berbagi dengan sesamanya.

Nah lho, pada akhirnya tinggi rendah menjadi kurang penting, karena yang jadi penting bagi perempuan adalah pendidikan yang BAIK. Pendidikan yang terus mendorong perempuan belajar mengembangkan potensinya tanpa mematikan fitrahnya, apapun statusnya – bekerja, ibu rumah tangga, maupun keduanya.

Lalu, apa pentingnya pendidikan yang BAIK itu? (Baca: Pendidikan BAIK bagi Kaum Hawa)


pict-source: google.com


- on my desk, 03-09-2016.