Carut marut sepekan yang membuat perempuan ini hampir gila.
**
dia, yang masih meninggalkan genangan kenangan.
pagi ini, lagi lagi secangkir kepahitan masa lalu dan harapan yang menggantung harus kuseruput dalam diam.
sejenak menatap jelaga yang tak ayal menghantam luka yang selalu aku coba sembuhkan.
serupa telaga merah pekat yang tak mengering, dia terus menjelma menjadi sosok yang tetap tinggal di tepi ujung pandangan.
ah, kapan semesta kan merelakan kisah ini mengalir saja tanpa bekas.
**
dia, yang terus menerus menaburkan garam di atas hamparan darah segar yang mengalir karena kebencian akan takdir. Kenapa dia tak jua mengerti dan memohonkan ampun!
dia bersalah, Tuhan.
kuadukan segala perih ini padamu hampir di setiap malam, bukan?
bodohnya aku hanya mampu berteriak dan menggemakan amarah di mimpi,
ah, betapa sulitnya keluar dari lingkaran memuakkan ini.
**
dia, yang entah apa yang dia lakukan. penuh sia-sia dan memupuk rasa bersalah di pelupuk senja yang aku punya. aku telah dan tengah meminta maaf. tapi benarkah, dia telah memaafkan?
sungguh aku telah terjebak dalam permainan yang tak menyenangkan.
**
kamu, malaikat gagah yang tetiba datang dalam sepi. tubuhmu hangat menghangatkan. tatapanmu membuat gemuruh jiwa mereda. aku teduh dalam menatapmu. aku merasa sembuh.
sesekali sakit demi sakit itu terasa lagi. dan kamu datang serupa pahlawan menenangkan dengan sebuah pelukan.
kau tak membungkam mulutku kala aku hilang kendali berteriak di penjuru lamunan, kamu kokoh berdiri di hadapan sembari tersenyum dan tak bosan membisikkan - kamu akan baik-baik saja bersamaku, perempuanku!
Tuhan, apa lagi ini?! teganya kau hadirkan perempuan sepertiku dalam kehidupan lelaki sebaik kamu.
jiwaku memberontak tak tega melihatmu, lelaki. Luka ini takkan pernah sembuh!
dengan penuh yakin kau sampaikan, "kau tak perlu sembuh, karena aku tak pernah melihatmu sakit. kau hanya terluka. dan takkan kubiarkan luka itu bertambah. aku tak akan membuat luka itu terus menganga kesakitan. aku akan membuatmu hilang ingatan tentang masa lalu apapun di kedalaman luka-luka yang kau punya, perempuanku!"
Aku bisa apa ketika aku kini serupa perempuan yang sibuk menimbun lubang-lubang luka dengan kebahagiaan yang sejak awal kamu janjikan.
Ternyata ada kamu yang tidak seperti dia, dia, dan dia yang sesekali datang bersama genangan kenangan yang memilukan.
Kamu, terima kasih banyak!
Kamu benar, aku akan baik-baik saja, selama kamu ada. Tetaplah di situ, jangan pernah menjelma menjadi mereka yang menyakiti.
- Teras Kenangan, 13 September 2016