Tampilkan postingan dengan label sajak. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label sajak. Tampilkan semua postingan

Selasa, 28 Maret 2017

Waktu tidak menunggu

Waktu tidak menunggu. Memang tidak akan pernah rela sedetikpun menunggu. 
Tidak ada istilah tak ada waktu, karena waktu selalu disitu, menetap dan selalu jujur.
Kau saja yang selalu berusaha mengkhianatinya.

*

Malam demi malam berusaha melupakan.
alih-alih menyembuhkan luka, yang ada menumbuhkannya dan membiarkan menjulang tinggi membentuk gunung-gunung di alam bawah sadar.

Pagi demi pagi berusaha menyatakan bahwa semua baik-baik saja.
Padahal sama sekali tidak. 

Senja menyapa mengingatkan kembali diri pada satu dilema ke dilema yang lain.
Hah, sudah malam lagi.

Begitu rutin pengkhianatan pada waktu.
Pun terhadap dirimu sendiri.

Sudah sampai mana kau berjalan, lalu menemukan perhentian yang satu ke yang lainnya?
Kau pasti lupa. Atau hanya mengingat sedikit saja.
Bukan lupa, tapi kau sengaja melupakan, padahal kau ingat.
Ah, entahlah.

Nyatanya sekarang kau tengah di sebuah ruang tamu. 
Bertahun-tahun kau disitu, sibuk menolak sebuah kerelaan datang. 
Menghindari sebuah penerimaan yang ingin tinggal.

Nyatanya, kau tetap tak bisa mengejar waktu. 


Rabu, 08 Februari 2017

Kembalilah, Alea.

Panggil aku Alea.
Aku yang sempat kehilangan: diriku sendiri.

**

Pada akhirnya aku  harus menata diri kembali, memperbaiki yang belum baik, dan menghapus segala ketidakbaikan yang kadung melekat. Pelan-pelan, tapi harus terus kulakukan. Bukan untuk siapa-siapa, tapi untuk diri sendiri yang terlalu lama lupa diri.

Pernah, dalam waktu yang entah berapa lama aku menganggap bahwa aku dibenci. Aku diperlakukan berbeda. Tapi nyatanya, aku yang telah lama membenci, menempatkan kebaikan-kebaikan tidak pada tempatnya, menciptakan kelam sendirian. Aku yang ternyata terlalu sibuk menempatkan diri sebagai korban dan orang lain sebagai penyiksa.

Juga, aku pernah terlalu dalam mencintai. Menempatkan diriku sebagai satu-satunya yang pantas untuk diberikan tahta cinta olehnya, tapi aku tak mengakuinya dengan tulus. Nyatanya bukan cinta yang aku miliki, hanya sebuah rasa ingin memiliki tanpa kendali. Bahkan aku membawanya terlalu jauh ke alam bawah sadarku. Membuatku tak lagi mampu bedakan, mana nyata mana ilusi.

Hampir selalu aku merasa terbang di atas angin, menyembunyikan sayap-sayap patah. Menjauh dari bumi agar tak dikenali segala bekas luka yang aku pikir merusak rupa dan pesona. Nyatanya angin tak hanya membuatku terbang, tapi lupa asalku dari mana. Aku menjadikannya lebih kencang, tapi menyalahkannya di saat yang sama. Ah, lagi-lagi tentangku yang lupa diri, bukan?

Aku sering menyakiti. Menyia-nyiakan mereka yang penuh harap bahagiakanku. Memberikan genggam demi genggam kasih sayang. Aku berpaling, aku menolak, aku menginginkan yang lebih. Padahal bagi mereka, tak pernah mudah melakukannya. Aku berpaling, aku meminta lebih. Aku melakukan pembenaran atas segala luka-luka masa lalu yang sebetulnya sudah sembuh. Mengapa aku pandai sekali memelihara pilu? Dan menyeret orang lain yang tak tahu apa-apa untuk turut menanggungnya?

Cermin saja seolah tak pernah berkata jujur mengungkap rupaku. Pantulannya telah aku manipulasi dengan egoku. Sehingga hanya aku yang benar, pandanganku yang nyata, tatapanku saja yang layak dipedulikan.  Aku yang kian lupa diri.

Hei, jiwa yang tak lagi membiarkan dirinya rapuh. Waktumu tidak banyak. Berjalanlah perlahan. Tak usah terburu-buru. Bukankah kau miliki impian yang sangat besar. Impian yang banyak. Bagaimana bisa kau mewujudkannya tanpa kesabaran dan kesadaran?

Hei, jiwa yang tak lagi membiarkan dirinya menangis sendirian. Ingatlah mereka yang tak pernah pergi meninggalkan. Mereka membiarkan berjalan sendirian, bukan meninggalkan. Mereka tetap di sana, di ujung jalan, menanti kau bersorak saat berada di puncak mimpimu. Bagaimana mungkin kau menyia-nyiakan tatapan tulus penuh harap itu?

Hei, jiwa yang kerap kali tertunduk tak berdaya. Lihatlah langit sesekali, Indah bukan? 

Ia indah karena keluasannya. Lapangkanlah hatimu, genggam terus awan-awan kebaikan. 
Bukankah ini sudah lebih dari cukup untuk membuatmu mencintai dirimu sendiri lebih dari siapapun?

Kembalilah, pada dirimu yang mencintai dan kau cintai.
Cintailah setiap langkah perjalanan,
Tuhan tak sedikitpun lengah memberimu pelukan kekuatan dan kemudahan. 

sebuah sajak yuli nurmalasari
www.jurnal-uly.com
                                                                                                                                  IG @uly_uli 

Selasa, 31 Januari 2017

Kopi Hitam Alea

Tuan, bagaimana kabarmu? 
Bisa jadi kau sedang tidak baik-baik saja. Tapi aku tahu kau masih sibuk merajut mimpimu, mimpi besarmu.

Beberapa malam terakhir kau berhasil membuatku kacau. Kau datang tiga malam berturut-turut, entah apa yang kau bicarakan, aku pun tak tahu pasti apa yang ingin kau sampaikan.
Kau datang dengan wajah lelah sekali. Namunt tetap kau bawa senyum manismu. Aku membalas senyum, tapi aku tak berani memberimu lebih, semisal memeluk atau entahlah. Aku ingat, kita tidak lagi saling memiliki.

Saat aku menata perasaan, kau seolah tak memberi jeda. Dua tanganmu sudah melingkar di tubuhku. Kau erat mendekap dan baru kali itu kalimatmu jelas terdengar, “aku rindu kamu” katamu.
Lagi-lagi aku terdiam. Tak bisa apa-apa. Aku sakit sekaligus bahagia mendengarnya.

Tiga malam yang membuatku enggan tidur. Aku tak ingin kau temui lagi. Mimpi di tiga malam yang membuatku bisa terjaga tanpa gelas demi gelas kopi hitam.

Jelagaku terus bertanya, apa arti semua mimpi di tiga malam ini. Kamu yang tengah merindu, atau aku yang masih tak mampu membenci?

**
“malam ini, Melbourne terasa lebih dingin dari biasanya. bagaimana dengan cuaca disana?”
              “tetap hangat, seperti saat kau tinggalkan dua tahun lalu”
“sudah dua tahun ya. Kamu sedang apa, Alea?”
              “sedang memikirkan sesuatu. Kamu sedang apa?”
“sedang minum kopi.”
              “kopi? Bukankah kau tak suka kopi.”
“hanya sedang rindu pada seseorang, yang tak bisa sehari pun tanpa kopi.”
              “Oh!”


Kau kembali di malam keempat, ketika aku hampir mampu menaklukan waktu. Kau kembali mengusir kantuk. Ah kau selalu saja membuatku terjaga dalam malam, tanpa gelas demi gelas kopi hitam yang tengah kau nikmati malam ini. 


sebuah sajak yuli nurmalasari
www.jurnal-uly.com
IG @uly_uli 



Jumat, 04 November 2016

Rindu (tapi)

Aku tidak menyangka akan berdiri lama dalam persimpangan ini.
Menatap perih, memeluk kesakitan yang teramat.
Tertegun dalam tanya, akan sampai kapan?

Duhai wanita, aku tetap menjunjung cinta ini untukmu.
Sampai kapanpun kan tetap begitu.

Andai kau lebih peduli pada relung yang penuh luka kecewa ini.
Mungkin tak sampai hati aku membuang muka.

Duhai wanita, doa akan tetap terpanjat.
Entah Tuhan suka atau tidak, aku masih saja tak usai kecewa.

Duhai wanita, aku rindu. Sangat merindu.
Tapi apa daya, aku terlalu takut kembali terluka.

Semoga kau tetap baik-baik terjaga lindungan Tuhan semesta.

4-11-2016


Jumat, 23 September 2016

hidup dalam sebuah celoteh

ketika sudah tidak bisa mengalahkan, mungkin saatnya untuk mengalah.
ketika sudah tidak bisa melawan, mungkin sudah saatnya untuk berkawan.
ketika sudah merasa menang, mungkin sudah saatnya untuk tenang dan senang.
ketika sudah semakin jengah, mungkin sudah saatnya untuk menengadah ke langit yang indah.

ah, begitulah.
nyatanya tak ada yang mudah.
nyatanya tak ada yang terlalu susah.

hidup oh hidup, kau memang rangkaian kosmik yang pelik untuk dibahasakan.
lelah saja aku ketika aku memaksa menaklukan apalagi mengalahkanmu

biarlah jejak ini aku buat setenang dan sesenang mungkin.

hidup oh hidup, aku tak akan lagi memakimu.
karena kau bukan lawan yang sepadan.

hidup oh hidup, malam ini dan seterusnya, kunamai kau 'kebebasan'.
hidup oh hidup, apapun wujudmu, kunamai kau 'petualangan'
biarkan aku aku memilih berkawan dan mengalah saja.
aku ingin tenang dan senang menikmati kebebasan petualangan.


Kamar, 23 September 2016






Sabtu, 17 September 2016

Andrea di sebuah sore

"aku lapar"
aku makan dan aku kenyang.

"aku haus"
aku minum dan aku senang.

"aku ketakutan"
aku pulang, dan aku tenang.

**

ah Andrea, hidup bukan hanya tentang itu semua.
kadang kau bisa terjebak dalam sebuah adegan yang kau sendiri pun tidak tahu harus bagaimana.

kau merasa cemas, tapi entah mencemaskan apa.
kau merasa bingung, bukan tentang memilih tapi tentang merasakan apa
kau merasa senang, juga entah karena apa
kau merasa sedih, tapi tidak bisa menangis.
kau merasa hampa.

hampa, seperti yang kau rasakan sekarang, bukan?

Andrea, jalani saja. kau hanya perlu terus berjalan. sampai kau menemukan.



Senin, 12 September 2016

Sajak Hujan di Awal September

Carut marut sepekan yang membuat perempuan ini hampir gila.

**
dia, yang masih meninggalkan genangan kenangan.

pagi ini, lagi lagi secangkir kepahitan masa lalu dan harapan yang menggantung harus kuseruput dalam diam.
sejenak menatap jelaga yang tak ayal menghantam luka yang selalu aku coba sembuhkan.
serupa telaga merah pekat yang tak mengering, dia terus menjelma menjadi sosok yang tetap tinggal di tepi ujung pandangan.
ah, kapan semesta kan merelakan kisah ini mengalir saja tanpa bekas.

**
dia, yang terus menerus menaburkan garam di atas hamparan darah segar yang mengalir karena kebencian akan takdir. Kenapa dia tak jua mengerti dan memohonkan ampun!

dia bersalah, Tuhan.

kuadukan segala perih ini padamu hampir di setiap malam, bukan?

bodohnya aku hanya mampu berteriak dan menggemakan amarah di mimpi, 
ah, betapa sulitnya keluar dari lingkaran memuakkan ini.

**
dia, yang entah apa yang dia lakukan. penuh sia-sia dan memupuk rasa bersalah di pelupuk senja yang aku punya. aku telah dan tengah meminta maaf. tapi benarkah, dia telah memaafkan?
sungguh aku telah terjebak dalam permainan yang tak menyenangkan. 

**
kamu, malaikat gagah yang tetiba datang dalam sepi. tubuhmu hangat menghangatkan. tatapanmu membuat gemuruh jiwa mereda. aku teduh dalam menatapmu. aku merasa sembuh. 

sesekali sakit demi sakit itu terasa lagi. dan kamu datang serupa pahlawan menenangkan dengan sebuah pelukan. 

kau tak membungkam mulutku kala aku hilang kendali berteriak di penjuru lamunan, kamu kokoh berdiri di hadapan sembari tersenyum dan tak bosan membisikkan - kamu akan baik-baik saja bersamaku, perempuanku!

Tuhan, apa lagi ini?! teganya kau hadirkan perempuan sepertiku dalam kehidupan lelaki sebaik  kamu. 

jiwaku memberontak tak tega melihatmu, lelaki. Luka ini takkan pernah sembuh!
dengan penuh yakin kau sampaikan, "kau tak perlu sembuh, karena aku tak pernah melihatmu sakit. kau hanya terluka. dan takkan kubiarkan luka itu bertambah. aku tak akan membuat luka itu terus menganga kesakitan. aku akan membuatmu hilang ingatan tentang masa lalu apapun di kedalaman luka-luka yang kau punya, perempuanku!

Aku bisa apa ketika aku kini serupa perempuan yang sibuk menimbun lubang-lubang luka dengan kebahagiaan yang sejak awal kamu janjikan. 

Ternyata ada kamu yang tidak seperti dia, dia, dan dia yang sesekali datang bersama genangan kenangan yang memilukan. 

Kamu, terima kasih banyak!
Kamu benar, aku akan baik-baik saja, selama kamu ada. Tetaplah di situ, jangan pernah menjelma menjadi mereka yang menyakiti.


- Teras Kenangan, 13 September 2016


Minggu, 28 Agustus 2016

Untukmu, Ra. Terima kasih banyak!

Kita bertegur sapa hanya sesekali, tak ada romantisme dalam persahabatan kita. 
Tapi kau sudah membantuku banyak, sangat banyak.

Kali ini kita begitu lancar saling menguatkan. Kita berada pada pijakan yang sama. Sama-sama sulitnya, sama membingungkan, juga teramat pelik untuk kita bahasakan.

Kita sama-sama menerjemah rasa. Kita tengah sakit. Kita tengah merintih berusaha kuat menjalani hidup. Bukan karena kita tidak bahagia, tapi karena ada yang menuntut kebahagian lain yang justru membuat kita tersakiti.

Ra, kau jauh disana. Tapi aku merasa kita sangat dekat sore ini. kamu memeluk erat segala curahan hatiku juga menggenggam erat curahan hatimu.

Ah, kau memang lebih pandai memaknai hidup. 
Ini bukan kali pertama aku menghubungimu ketika aku butuh sandaran.
Tapi kali ini ada rasa yang berbeda. Kau pun menghadapi persimpangan yang sulit. 

Aku tahu kau jauh lebih kuat. Nyatanya memang begitu. 
Dengan badai perasaan seperti itu, kau masih bisa berdiri tegak, menggemakan prinsip sepercaya diri biasaya. Ketenanganmu, selalu saja bisa membuatku iri.

Ra, kamu benar, kita tak boleh salah arah. Kapal yang sedang kita naiki adalah kapal yang begitu kokoh juga baik. Tak usah lagi kita terlalu peduli dengan kapal-kapal lain. 
Sekalipun itu kapal tempat kita dibesarkan.

Nyatanya, Tuhan punya titah lain untuk kita. Sebuah titah yang lebih harus kita tunaikan: hidup sebagai ratu yang menjadi pakaian dan pendamping setia raja; taat padanya; juga rela atas semua perjalanannya.

Kita tak lagi harus memikirkan arah lain selain sebuah arah yang sekarang kita tuju.

Aku bangga padamu, juga meyakini obrolan kita sore ini akan menjadi saksi betapa patuh kita pada amanah untuk setia mengumpulkan kekuatan demi kekuatan, keyakinan demi keyakinan, menuju tempat keabadian [nanti].

Doaku menyertaimu, Ra. 
Meski mungkin tak sebanding dengan lirih doamu untukku.


Jumat, 12 Agustus 2016

mimpi buruk semalam

kau menangis meratapi kesalahan. kau bilang kau tak bisa melupakannya. aku tergugu mendengarnya di balik jendela. menangisi masa depan yang tak dinyana

namun tetiba aku dikejutkan oleh sebuah sentuhan. 
"sudah waktunya sarapan, sayang. ayo bangun."

senyuman pagi itu masih milikku.

cinta, lihatlah. 
bahkan dalam tidur pun sungguh takut kehilangan kamu.

Kamis, 11 Agustus 2016

Surga yang tak dirindukan

surga. aku tak tau banyak tentang surga. yang aku tau, surga adalah tempat yang indahnya tiada cela, tempat disematkannya tujuan akhir, sebuah kepulangan yang dirindukan, dan tempat yang tidak miliki pengkhianatan sedetik dan sedikit pun. 
surga kerap kali dijadikan analogi sebuah harapan juga kebahagiaan. 
punya keluarga kecil bahagia harta berlimpah, surga..
punya suami tampan, kaya, juga soleh, surga..
punya sahabat setia di mana-mana, surgaa..

akhirnya surga tak lagi sebuah istilah milik kitab suci, surga milik segala hal indah dan manis.
surga adalah yang diimpikan manusia tanpa harus menunggu mati lagi. 
manusia memang luar biasa kuasa menyematkan makna.

Rabu, 03 Agustus 2016

Alea.

Alea tidak lupa masa lalu nya. Rumah baginya adalah neraka. Orang tua serupa dua nama yang memang tidak bisa dia ubah dalam sekumpulan dokumen akta kelahiran dan rentetan ijazah pendidikannya. Tidak lebih dari itu. Alea tumbuh dalam kesendirian, begitu bebas menggambarkan dunianya, menjalani hidupnya, menari di atas panggungnya, juga begitu lihai menyembunyikan luka.

Minggu, 31 Juli 2016

anomali rasa

too much in love to the past, it kills me slowly!
**
serupa di persimpangan, aku bak bocah hilang yang mencari ibunya. ke arah mana sebaiknya menuju. dihantui rasa takut melangkah, satu langkah, satu lagi bertambah ketakutan sulit kembali. 

aku bak bocah yang sebelumnya asik bermain, punya banyak mainan, penuh keceriaan. tak hanya begitu, menari dan bernyanyi setiap hari. dunia yang sempurna.

**
aku berusaha sembuh. untuk kembali.

**
sembuh adalah menerima, mengingat tanpa rasa sakit, berjalan tanpa menangis.
aku kembali mengingat sakit. aku kembali teringat sayap yang begitu lihai mengepak menuju awan.
ah, untung ada kamu: belahan jiwa yang tak pernah meminta jeda untuk mencintai. tak pernah lelah memeluk dan meyakinkan bahwa langit itu masih milikku. 

**
rasa sakit membaik, kala kau berucap "kita akan terbang bersama-sama. kan kuajak kau ke awan yang lebih indah dari yang kau bayangkan, dulu. "




Rabu, 13 April 2016

Lupa diri

sebut saja aku si pelupa yang mengais-ngais ingatan.
aku rela kau sebut tak waras serupa linglung berkepanjangan.

**
jalanan berserak daun kering tak mengingatkan aku apa-apa.
apalagi desir angin yang berpelukan dengan dedaunan di pucuk ranting pohon, hanya membuat aku semakin lupa.

**
lakukan apa saja, karena aku pun tak ingat apa-apa.
lunglai jiwa aku pun tak mengerti mengapa.

**
aku serupa mereka yang berduyun menuju jalan seadanya. 
semisal aliran air yang mengikuti liuk sungai, yang belum tentu sampai ke lautan.
aku lupa apa itu angkasa, pun dengan bumi. 

**
sebut saja aku si pelupa, yang kini bahkan lupa diri.

@uly_napitu.

Minggu, 10 Mei 2015

Lukisan kehidupan

Seorang anak berceloteh pada ibunya yang sedang melukis, "Bunda, aku suka lukisan bunda. Warna dan bentuknya indah. Aku bisa nggak ya ngelukis bagus seperti bunda?"
 ** 
Serupa celotehan anak kecil itu, kita seringkali mengagumi lukisan [kehidupan] orang lain. Gradasi warna indah, proporsi bentuk yang dibuat apik, indah sempurna. Ada yang sebatas melihat, ada juga yang sangat mengagumi dan ingin memilki, juga ada yang serius memikirkan perjalanan tangan hebat sang pelukis sampai mewujud menjadi karya yang memesona. Ya, banyak dari kita yang mengagumi sebuah lukisan tapi lupa ada yang lebih layak dikagumi: perjalanan panjang sang pelukis yang sempat salah menggoreskan bentuk, menuangkan warna, gagal mengeksekusi ide kreatif di kepalanya. entah sudah berapa kanvas yang [terpaksa] harus dibuang karena kegagalannya. panjang, bahkan sangat panjang. tidak ada kata 'simsalabim' kala membuatnya. 
 ** 
Ketika setiap kita adalah pelukis. Bisa jadi kita telah menjadi hebat atau menyedihkan. Pelukis hebat senang sampai lupa segalanya - memperbaiki kesalahan warna dan bentuk lukisannya. Menemukan warna juga gradasi baru. sejak awal ia telah tahu apa yang harus ia lukis. Tidak peduli nanti akan dinilai indah atau tidak oleh yang melihat. Ia juga mengagumi lukisan orang lain, tapi tidak menjadikan konsep lukisannya berubah mengikuti lukisan yang ia kagumi. 

Sekali lagi, ia tahu apa yang harus ia lukis, warna apa yang ingin ia torehkan, gradasi apa yang ingin ia ciptakan. Pelukis lain, yang menyedihkan. Ia sibuk sekali mengamati, mengagumi,mengikuti. Ia tidak tahu akan melukis apa. Sibuk mengutuk diri ketika lukisannya berbeda dengan lukisan yang ia sukai. Sibuk mengganti lukisan ketika tidak ada yang menyukai lukisannya. Ia hanya tahu: lukisan yang indah adalah yang ia kagumi. Ia lupa mengagumi lukisannya sendiri. 
 ** 
Sang bunda tersenyum dan menjawab, "kamu bisa membuat lukisan yang lebih indah di mata bunda. Nanti, kamu akan temukan bentuk yang lebih bagus juga lebih indah warnanya. Mulailah melukis, mulailah cintai lukisanmu, nak." 

Bumi lancang kuning, 10 Mei 2014.

Jumat, 18 Juli 2014

Menengok Mimpi

Tentang mimpi yang masih belum tunai aku sampaikan, "aku akan tetap dengan harapan dan keyakinan bisa memelukmu kelak. Ketika Tuhan mengizinkan"

Seperti kamu, aku pun punya list mimpi. Berderet panjang mengisi lembaran-lembaran yang menanti "checked-list".
Ya, meskipun tidak bisa dipungkiri telah banyak mimpi yang sudah berhasil ditunaikan.

Hm.. mungkin list mimpi itu yang akan membuat kehidupan kita selalu hidup.

Mimpi.

Aku sudah tidak asing lagi dengan kata-kata itu. Sudah akrab bahkan sudah sering berdialog tentang dinamika perjalanan menujunya.
Gagal? Cukup sering. Berhasil meraihnya? Alhamdulillah beberapa.
Aku termasuk yang meyakini, tidak ada yang tidak bisa dilakukan dan ditaklukan. Asalkan kita mau mengupayakannya secara maksimal!
Meskipun nyatanya keyakinan itu "blured", kalah oleh hal-hal lain yang kurang penting. Tak apa kalo itu terjadi sesekali mungkin?

Hmmm..
Tulisan ini penting nggk penting, hehe..
Sudah lama tidak menulis. Hanya ingin merasakan lagi nafas "pemimpi" yang sudah cukup lama tertidur pulas tanpa mengindahkan langit mimpinya.

Jari jemari kembali kaku. Pikiran terasa kaget. Enggan menoleh masa lalu yang nyatanya lebih hidup, karena punya harta karun yang sempat terabaikan bernana "mimpi"

Semangat kembali ketika suamiku berkata, "never too late to follow your dream."
Yes honey, i'll find a bigger dreams ever!

Insyaallah.

Uly.

Kamis, 13 Februari 2014

Ah, dasar manusia!

Adakah hidupku lebih sulit dibanding hidup orang lain? Atau sebaliknya?
atau...
Adakah hidup mereka lebih indah dibanding hidupku? Atau mungkin sebaliknya?
atau...
Kehidupan siapa yang lebih layak untuk diinginkan?

*
Sederet perbandingan kehidupan seringkali hadir tanpa diundang dalam keseharian kita. Pertanyaan yang seolah membenarkan bahwa kehidupan seseorang lebih mudah dari orang lainnya. Kehidupan satu lebih membahagiakan dibanding dengan kehidupan lainnya. Hingga sampai pada sebuah kesimpulan bahwa kehidupan seseorang adalah kehidupan impian setiap orang.
Ilustrasi yang tidak seharusnya terjadi, tapi seringkali tercatat di alam bawah sadar seseorang, bahkan sampai menjadi sebuah keyakinan.

*
Jika sudah diyakini bahwa kita layak membandingkan tingkat kemudahan, kesulitan, dan kebahagiaan antara satu kehidupan dengan kehidupan lainnya. Lalu bagaimana dengan keyakinan kita bahwa Tuhan itu Maha Adil?
Dan bagaimana dengan sebuah keyakinan bahwa satu-satunya yang perlu disyukuri adalah kehidupan itu sendiri.

Ah, dasar manusia!

*
Berhentilah tergiur dengan sketsa euphoria semata. Sungguh, kehidupan tidak hanya tentang mengejar dan mendapatkan candu-candu yang semarak mengundang gelak tawa dan pesta. Cintailah kenyataan bahwa satu-satunya yang layak ditinggikan adalah kenyataan dalam senja dan mimpi di setiap pagi yang kita miliki; bukan atap langit ataupun taman bumi milik orang lain.

*

...rasanya tak pantas mencederai kesempurnaan hidup kita dengan keinginan memiliki hidup orang lain. Nyatanya, tak ada hidup yang lebih sulit ataupun lebih mudah. Tuhan tak sebercanda itu memasangkan sebuah takdir atas sebuah kehidupan."


- Bandung, 13 Februari 2014.

Senin, 10 Februari 2014

Secarik Surat Cinta

Hai sayang, assalamu’alaikuum...

Hmm...
Sayang, terima kasih banyak sudah membawa cerita cinta kita sampai ke pernikahan. Tanpa keseriusan dan keberanian kamu sebagai lelaki yang mengaku cinta sama aku, tak mungkin ada pernikahan ini, tak mungkin ada akad nikah yang kita lewati tadi.

Aku – resmi jadi istri kamu sekarang. Istri sayang, bukan lagi pacar, kekasih, apalagi sekedar gebetan.
Aku perempuan yang mulai dari sekarang adalah makmum kamu tidak hanya ketika shalat, tapi ketika menjalani keseluruhan hidupnya. Perempuan yang menjadi tanggungjawab kamu tidak hanya di dunia, tapi juga kelak di akhirat. Perempuan yang sejatinya adalah pelayan kehidupanmu.

Perempuan yang menggadaikan seluruh dirinya untuk menjalani kehidupannya sama kamu. Perempuan yang akan selalu berusaha menjadi kepulangan ternyaman dan terindah. Perempuan yang akan selalu berusaha menjadi penenang kala kamu resah, penyelamat syahwatmu, ratu tersantun di ruang tamu, pembantu terbaik di dapur, dan pel*cur terliar ketika di kamar.
Perempuan yang insyaallah akan menjadi ibu untuk keturunanmu, menjadi madrasah pertama bagi mereka. Perempuan yang akan selalu berusaha tampil baik, cantik, dan menarik di hadapan kamu sayang.
Perempuan yang patuh dan taat dalam perintahmu, selama perintahmu itu tak melanggar syari’at Agama Allah. Perempuan yang mengerahkan seluruh kemampuannya untuk dapat menjadi istri yang shaliha.  Ya, itulah aku sekarang sayang.
Dengan penuh keyakinan aku memilih jalan ini, menjalani sisa hidupku untuk mendampingimu. Memilihmu untuk menjadi pemimpin jiwa di kehidupan ini.

Kamu – Suamiku sekarang. Ya, nama yang akan pertamakali kuingat kala aku berada jauh dari rumah. Seseorang yang menjadi imamku. Seseorang yang mulai hari ini menafkahi lahir dan batinku. Lelaki yang akan kulihat berlelah-lelah membela kebahagiaan keluarganya. Orang yang pertamakali akan kuhubungi ketika kutemui masa-masa senang dan sulit.

Orang yang pertamakali aku minta perlindungannya ketika aku merasa tidak aman. Orang terhebat dan terkuat. Lelaki yang tak sungkan merawatku ketika aku sakit. Lelaki yang akan kulihat sebagai sosok yang tak pernah berhenti menjaga dan menyayangi aku dan anak-anaknya kelak.
Lelaki yang insyaallah menjadi ayah dari anak-anak yang kulahirkan. Lelaki yang akan menjadi panutan bagi kami para makmumnya. Lelaki berani yang tak pernah mundur membela kebahagiaan anak dan istrinya. Lelaki setia penyayang keluarga. Lelaki yang akan menentukan surga atau neraka bagi keluarganya.
 Lelaki yang tak segan memarahiku kala ku langgar perintah agama Allah. Lelaki yang tak akan bisa tidur nyenyak sebelum tuntas tanggungjawabnya.
Lelaki yang berani menukar kesenangan pribadinya dengan tanggungjawab mulia di hadapan Allah. Kamu sayang, lelaki yang tidak hanya menyayangi, tapi juga yang akan menjamin kehidupan dunia dan akhirat keluarga kita.

Sayang, sudah cukup lama kita saling kenal. Banyak tema sudah kita bicarakan dan diskusikan. Tapi, sadarilah sayang, 
aku dan kamu hanyalah manusia biasa. Manusia yang sudah pasti miliki kekurangan dibalik segala kelebihan yang Allah anugerahkan. Terimalah aku dengan segala keterbatasanku, pun aku akan selalu belajar untuk tidak enggan menerima segala kekurangan kamu – suamiku.

Tentang cinta, kita sudah sering bahasakan. Sudah hampir selalu kita ungkapkan satusama lain. ya, kita memulai semuanya dengan cinta. Dan kita sama-sama akan menjalaninya dengan penuh cinta. Tentang pertengkaran, kita pun tak kalah hebat. Kita sudah ahli bertengkar. Saling membenturkan ego masing-masing. Tidak jarang aku yang terlalu egois. Pun kamu pernah menjadi sosok yang tak mau kalah. Tapi kita kembali untuk cinta itu.

Tentang mimpi, banyak mimpi-mimpi besar yang kita punya. Baik sebelum maupun setelah kita bersama. Sayang, aku ingin menjadi katalisator untuk mimpi-mimpi itu. Dengan penuh keyakinan aku berdoa dan melakukan sesuatu yang kubisa untuk mewujudkan setiap mimpi kita. Aku melakukan semua itu, karena kamu pun nampak melakukan hal yang sama. Keluarga kecil yang ceria-bahagia, backpacking keliling Indonesia, mengasuh anak-anak, punya yayasan pendidikan, lembaga beasiswa, bisnis, sekolah ke luar negeri, liburan keliling dunia, makan di restoran rilakuma di Jepang,  menaikhajikan orang tua kita, umroh bareng, dan banyaak lagi... kamu membuatku tidak segan mengungkapkan semua mimpi-mimpi itu. Thanks for that, honey. I know that you have been trying so hard to be comforted at this way.. hehe..  (Peluklah mimpi-mimpi kami dengan pengabulan terbaik ya allah.. amiin ya jabbaaru ya rahmaan rahiim...)

Tentang kita, ya. Tentang kita benar-benar dimulai sejak penghulu menyatakan kita SAH jadi suami dan istri. Sayang, jadikan aku yang tercantik yaa. Jangan ada wanita yang lebih cantik dari aku lho. Tetap  manjakan aku seperti saat kita pacaran dulu, itu akan jadi pupuk kekuatan cinta kitaa.. Jangan buat aku terlalu sering cemburu. Kalau aku udah lulus terus kita hidup bareng, nanti kita lanjut pacaran episode 3 yaa..
Aku sayang kamu dengan seluruh jiwaku. Dan aku tahu kalo kamu juga pasti sayang sama aku kaaaan?
Hehe...

Selamat menempuh hidup baru sayang ya. Mari kita buat catatan sejarah terindah.




Selasa, 26 November 2013

Kepada Biru


Biru, kau pasti sedang mendengar lagu bersyair indah milik kita, dulu.
Baiklah, aku  ralat. Lagu yang sama, tapi indahnya bukan milik kita lagi.
Tapi aku begitu tahu kau masih suka mendengar lagu itu. Meskipun aku tak tahu pasti kenapa kau masih senang melakukannya. Bisa jadi karena kau masih merindukan kisah-kisah indah kita, dulu. Atau mungkin juga karena kau hanya sebatas menyukainya sebagai musik ber-chord abadi. Ya, kau pernah bilang padaku dulu. Kau suka lagu itu karena chordnya, bukan syairnya. Kita menyukai lagu yang sama dengan alasan yang berbeda.
Kita memang berbeda. ah, aku telat menyadarinya.

Biru. Aku selalu merasa senang memanggilmu , Biru. Serupa senang kala melihat langit tanpa awan, luas tanpa warna lain, hanya biru.
Kamu ingat tidak, ketika kita sama-sama melukis kelinci dan kuda terbang di langit biru itu?

Aku bahkan masih mengingat semuanya tak terkecuali. Tawamu kala menonton Tom & Jerry, sungging senyummu seusai membacakanku puisi, pujianmu akan masakanku, belai lembutmu kala menyapu peluh lelahku, dan punggungmu yang tak kalah memesona kala kau pergi – tak kembali.

Biru- seluruh hatiku. Tak perlulah kau sekejam ini. bolehkah aku memintamu melawat hatiku yang hanya berwarna biru? Sekali saja.
Setelah itu, kembalilah pergi tanpa memunggungiku seperti itu.
Ah, aku memang terlalu banyak menuntut. Betapa aku merindu Biru.

Fiksi, 05 Juli 13

Senin, 25 November 2013

Selesai? Entahlah!


Selesai? Entahlah!

Ketika sayap-sayap kenangan bernada kerinduan menyapa sebuah siang.

Aku sampai di hari ini membawa banyak cerita yang belum selesai. Orang-orang yang mengerti psikologi psikodinamik menyebutnya sebagai unfinished business. Ah , itu teori yang selalu aku tak suka. Teori yang menggiring analisis panjang dan selalu berujung dengan kalimat - iya, ini belum selesai.

Banyak nama, tempat, dan adegan yang sampai hari ini belum bisa kubuang lepas di tong sampah. Semua masih rapi kusimpan di gudang kenangan yang bersiap menggerogoti furniture  dan seluruh bagian rumah serupa rayap lapar yang merusak kayu.
Banyak hal  masih piawai mencipta denting dan tarian yang membuat aku menyungging senyum dan kembali menatap luka.

Kamu, salah satunya. Ya, kamu.

Kamu yang begitu gemilang. Satu-satunya sumber inspirasi yang terpaksa harus kupunggungi. Kamu yang dulu sempat begitu memesona seluruh isi jiwa. Kamu yang menapaki karpet merah bersamaku, menuju singgasana mimpi. Kamu yang juga punya mimpi yang sama. kamu yang sempat begitu pandai membuat keindahan di taman, mengalahkan harmoni rumput hijau-bunga-angin-dan kupu-kupu. Kamu yang bersuara biasa tapi pandai mendendangkan lagu-lagu yang kusuka. Kamu dan nada-nada gitar yang masih terdengar indah, sampai hari ini! kamu yang tak berhenti memanggil-manggil, meski kita tak menapaki jalan yang sama lagi. Kamu yang begitu luwes bak gerakan tarian burung kala melepaskan genggaman tangan - yang semula begitu mesra. Kamu yang sampai hari ini masih membayangi istana mimpi. Kamu, cerita yang masih menuntut ujung yang entah apa. kamu yang masih mampu memesona labirin-labirin kepala. Kamu yang tak juga menyelesaikan nyanyian di jiwa-jiwaku. Ah, mengapa sebegini dalam di saat jarak terlalu jauh.

Bisakah kamu selesaikan ini?

Meski entah dengan apa kita mampu selesaikannya. Karena nyatanya, selesai adalah apa yang pernah kamu ucapkan, tapi selalu aku hindari untuk mendengarnya. Tuhan, mengapa aku hanya bisa berkata.. entahlah! 

Kamis, 05 September 2013

Bukan luka, hanya rindu.

Sudah berderet afirmasi yang menggemakan ketidakberdayaan, bahkan mendekati keputusasaan. Bukan tanpa alasan, Tentu semua berasal dari sebuah perenungan dan titik awal bernama 'alasan', meski alasan logis atau tidak.

Di kamar ini, masih tertata rapi benda sejarah masa lalu - setidaknya dalam enam tahun terakhir. Benda-benda ajaib yang mampu berceloteh, menceritakan yang telah terjadi. Cerita yang kadang sangat berhasil memerangkap masa kiniku di masa lalu. Sigh.. menyebalkan ketika itu seringkali terjadi akhir-akhir ini. 

Dengan mudah, foto-foto keceriaan enam tahun yang lalu memanggil-manggil jiwa untuk kembali mengalaminya. Catatan yang selalu senang kutengok, kubahas. Dan berakhir pada sebuah kerinduan yang tak miliki kemungkinan bertemu.

Boneka dan sekedar gelas kopi pun ternyata memiliki kekuatan ajaib untuk mengoyak batin. Bukan terluka apalagi cedera, hanya menguak kerinduan tak dinyana. Kemana aku harus mencari temu, aku tak tahu. Apalagi tentang bagaimana menjelaskannya, dan kepada siapa - aku tak tahu.

Tuhan, mengapa masa lalu itu tak bisa kubiarkan berlalu saja? setelah itu sembuhlah rindu ini.

Bisakah aku memaksa-Mu untuk melakukannya untukku, Tuhan?

- 06 September 2013.