Rabu, 31 Agustus 2016

Jalan-jalan ilmiah : Shortcourse Riset Pemula

Tanggal 18-20 Agustus lalu saya dapet rezeki untuk berangkat ke Bandung. Sayangnya bukan untuk lanjut mudik ke kampung halaman (a.k.a. Tasikmalaya), tapi untuk menghadiri acara Seminar Bantuan Penelitian dan Publikasi Ilmiah yang diadakan oleh Direktorat Pendidikan Tinggi Islam Kemenag.

Saya hadir sebagai salah satu nominator penerima bantuan dana penelitian. Jadi, dateng kesana bukan untuk piknik leha-leha, tapi untuk memperesentasikan proposal penelitian yang saya ajukan beberapa bulan sebelumnya. Sebenernya agak nggak PD sih dengan proposal yang saya buat, karena genre yang nggak masuk kategori Islamic Studies. Tapi ya dicoba aja, karena memang background keilmuan dan pendidikan saya berada di ranah pendidikan umum. Alhamdulillahnya lolos juga jadi nominasi, semoga jebol juga di tahap ini ya, mohon doa ya pemirsa yang budiman :D

**
Oke, lets begin the journey..
Saya berangkat Pkl. 04.00, yes, sebelum subuh kami berdua dengan teman dosen berangkat menuju Bandara SSQ II di Pekanbaru. Kok sesubuh itu berangkat? Gimana lagi, we have no choice karena jarak tempat tinggal kami dengan bandara lumayan jauh, jarak tempuh perlu waktu sekitar 3-4 jam. Selain itu jadwal penerbangan Pekanbaru – Bandung hanya 2 kali sehari, dan jadwal yang kami pilih itu sudah jadwal yang paling siang, haha..

Sesampainya di Bandung, kami disambut oleh keramahtamahan pegawai Hotel Travello siapa tau diendorse nginep gratis gitu, saya sebut brand hahaha.. koper temen saya dibawain sama si aa-aa ganteng (semoga suami saya nggak salah paham #apasih ). Setelah itu kami diarahkan untuk makan siang. Kami belum bisa melakukan check-in kamar. Alasannya karena panitia dari DIKTIS Kemenag belum sampe hotel. Hmfh!


Setelah makan siang, kami masih belum bisa check in. Dan baru di Pkl. 14.00 kami dipersilakan melakukan registrasi di meja panitia. Dan diarahkan untuk lanjut ke meeting room di lantai 2. Ya, kami masih belum bisa masuk kamar. Kelelahan, pasti. Karena untuk peserta yang berasal dari luar Bandung pasti sudah menempuh perjalanan panjang. Peserta dari Halmahera bahkan sudah lebih dari seharian di jalan. 

**

Ajaibnya, dalam kondisi lelah sekali, ruangan kembali berenergi karena di meeting room kami disajikan materi dari seorang profesor yang keren pake banget!
Yeay, belajar lagiiiiii....
Bye bye capek, bye bye lelah..

**
Materi yang dibawakan oleh profesor tersebut berat sebenernya, tapi kok sampenya enak aja gitu ya. Bicara riset seperti sedang minum teh hangat sama pisang goreng di perkebunan teh #eaaa

Prof. Fuada Jabali in action
Oyaa lupa ngenalin beliau. Beliau adalah Prof. Fuad Jabali, guru besar di UIN Jakarta. Beliau menempuh studi magister dan doktornya di luar negeri. So eye catchy, karena beliau memakai jaket casual + celana longgar + sepatu slip on. Belakangan setelah acara selesai menjelang magrib, terlihat beliau menggunakan backpack dari bahan kanvas, so casual. santai banget. Honestly, cukup langka sih profesor pake outfit model begini, hehe.. and i do like it. Nggak kaku, nggak gimana gitu yaa #apasiihmaksudmuyul??!

Dari dialek bicara, kita bisa langsung tahu, bahwa beliau keturunan sunda asli. Lokal punya, tapi mindsetnya udah global! Dan ternyata bener, beliau putra daerah Jawa Barat. Yeay sesama USA (Urang Sunda Asli) :D

**
Dari sekian banyak pemaparan beliau, berikut ini yang melekat di kepala saya. Hal-hal yang memang sangat harus kita renungkan.

  • ·  Indonesia sedang berupaya untuk menyuarakan Islam Nusantara. Kajian keislaman butuh referensi lain selain islam timur tengah. Faktanya, hal ini belum bisa dicapai, karena Indonesia baru terkenal sebagai negara dengan penduduk mayoritas islam. So what? Sudah sesignifikan apa kontribusi si mayoritas ini untuk kemajuan negeri? Sebagai muslim saya kesindir abis. saya udah ngapaiiin aja? #Jleebbb!
  •      Betul bahwa Indonesia  memiliki kekayaan luar biasa, ditambah dengan label penduduknya yang mayoritas islam, tapi kita masih perlu hal yang ‘menjelaskan’ kehebatan yang kita punya ini pada dunia. Bukan jadi 'jago kandang'. Salah satu upaya yang bisa ditempuh adalah melalui riset, riset, dan riset!   
  •        Sudah saatnya Indonesia dikenal sebagai mayoritas islam yang  berdaya GLOBAL! Tidak hanya sibuk mengelu-elukan satu golongan tertentu. Terbebas dari nafas fanatisme yang memblock imajinasi keilmuan.

·         Dalam sesi shortcourse yang beliau bawakan, kami didorong untuk bisa membuahkan riset yang tidak lokal, tidak subjektif, juga tidak terkenal, haha..      

Sontak banyak yang tersindir. Dan rasanya ingin pulang saja tidak ingin melanjutkan presentasi, HAHAHA...

Tapii saya memilih berani, berani belajar, dan berdoa semoga reviewer proposal saya adalah beliau. Lanjutan ceritanya ada di tulisan saya yang bertajuk bedah proposal riset, belajar lagi, belajar terus..




Senin, 29 Agustus 2016

Mengejar Sunrise Bromo

Untuk para pendaki, mungkin judul tulisan ini bakal jadi bahan tertawaan. Kenapa? karena sekarang akses menuju puncak Pananjakan dan Bromo sudah bisa ditempuh tanpa mendaki. Sudah bisa menggunakan Hard Top via Malang, dan kota-kota sekitarnya. Kalau tidak, kita bisa menempuhnya dengan ojek juga kuda.

Tapi untuk saya dan teman-teman (Pia dan Mas Dani), ini adalah pengalaman berharga. Karena kami mencapai puncak Pananjakan dengan jalan kaki. Yeay!!



**
Naik gunung adalah salah satu obsesi saya. Tapi berhubung izin orang tua tak pernah turun, selalu gagal untuk bisa memenuhi obsesi ini. sampai pada bulan Juli di Tahun 2011. Di  bulan itu saya melepas berhasil menyelesaikan skripsi dan lengser dari satu jabatan di sebuah organisasi. Menuju Bromo semacam selebrasi untuk dua hal tersebut.

Setelah tiga hari di Malang (baca: ke Malang, kembali Pulang), kami ditemani Mas Dani menuju Bromo. Mas Dani yang notabene orang asli Probolinggo pun baru pertama kali ke sana. Kesimpulannya tiga anak manusia: saya, Pionk, dan Mas Dani sama-sama buta track! Haha

Dari Malang kami menaiki bus menuju Probolinggo. Waktu itu kami naik bus AC. Kami nggak tahu harga tiket bus berapa, karena si ade-ade ini dibayarin masnya. Rejeki mojang sholeha #eh. Semoga Mas Dani nggak nagih, haha..
Bus yang siap dinaiki di Terminal Probolinggo

kami sudah di dalam bus, cekrek!

Seperti biasa, kami bermodal artikel blogger. Di sebuah blog dituliskan, kami harus berjalan ke arah kiri terminal Probolinggo, agar bisa menemukan spot pemberhentian mobil jenis colt menuju desa terdekat Bromo. Dengan gaya petualang, Pionk menunjukkan arah. Dan ternyata jarak antara terminal Probolinggo dengan spot pemberhentian mobil-mobil colt itu hanya beberapa meter saja, hahahaha.. Gayamu yooonk yooonk!

So, kalau kamu mau ke Bromo dengan rute dari Terminal Probolinggo, silahkan belok kiri, dan akan ditemukan sekumpulan mobil jenis colt (red. Oplet) beserta sopirnya. Nggak jauh. Deket banget.

Oplet-oplet yang berjejer di depan warung-warung kecil itu hanya akan berangkat menuju desa terdekat Bromo, yakni Desa Cemoro Lawang, apabila satu mobil sudah penuh. Kalau hanya 1-2 orang, tidak akan mereka angkut. Jam keberangkatan random, berangkat kalau mobil penuh. Hanya saja, kalau malam mereka tidak beroperasi, kata salah satu sopir.
Karena kami adalah tiga penumpang pertama (di jam itu), kami harus menunggu calon penumpang lainnya. Sambil menunggu, kami transit cemal cemil di warung terdekat. Pionk sempat charge HP nya di warung itu.

Satu dua berdatangan, termasuk bule-bule dengan ransel besar. Mobil penuh, cuussss menuju Cemoro Lawang.

Pionk di dalem oplet

**
Jalan menuju Desa Cemoro Lawang dari Terminal Probolinggo berkelok-kelok dan kecil. Kami yang menumpangi oplet saat hari menggelap cukup ketar ketir. Karena si pak sopir mengemudi dengan kecepatan tinggi sambil menelepon. Seolah punya nyawa tambahan. Pengalaman seru deh pokoknya. Mungkin kalau ditanya, Pionk punya semacam ‘permintaan terakhir’ waktu itu, haha..
Mas Dani memanfaatkan momen di dalam oplet untuk mengobrol dengan kernetnya. Mencari info penginapan. Dari kernet itu, akhirnya kami mendapatkan penginapan.

**
Penginapan berbentuk rumah dengan 3 kamar. 1 kamar di bawah dan 2 kamar di atas. Fasilitas lengkap, mulai dari tempat tidur, kursi di ruang tamu, TV, kulkas, dan AC alami yang dinginnya sampe ke tulang. Oiya, harga penginapan kalau tidak salah 250rb.

Kami memilih kamar bawah. Suasana malam di sekitar penginapan sepi sekali. Tapi berhubung banyak penginapan, kita tidak akan sulit menemukan makanan. Pedagang keliling aktif membunyikan pentongan ajaibnya untuk mengundang pembeli. Kami pun beruntung sempat menikmati bakso panas di tengah-tengah dinginnya malam #tsaah.

Sebelum menuju kamar masing-masing untuk istirahat, kami menyepakati mulai mendaki jam 02.00 pagi. Membawa barang seperlunya dan persiapan mental sebanyak-banyaknya haha..

**
Jam 02.00 teng kami sudah siap dengan kupluk, jaket tebal, syal, sepatu, dan ransel bawaan. 

ready to climb hihiw

Keluar dari rumah, kami terhenyak merasakan hawa yang begitu dingin. Bandung pun tak pernah sedingin waktu itu rasa-rasanya. Disambung dengan decak kagum ketika melihat bintang gemintang di hamparan langit yang hitam pekat. Allah, masih terekam betapa indahnya suasana pagi itu.

nahan takut, pose dulu

Berjalan langkah demi langkah menuju Bromo. Perkiraan kami bisa sampai tepat saat matahari muncul. Tak habis-habis hati memuji keindahan suasana malam itu.

Di perjalanan, lolongan anjing terdengar saling bersahutan. Saya dan pionk beberapa kali saling berpegangan tangan, takut dikejar anjing, haha.. dan suasana semakin mencekam ketika melewati sebuah pos kosong, terpampang sebuah papan pemberitahuan agar berhati-hati karena banyak berkeliaran rampok juga hewan buas. (((MALING DAN HARIMAU JUGA TEMAN SEGENG SINGA)))

Mas Dani sibuk meyakinkan kalau kami dalam kondisi aman. Meskipun saya yakin, kala itu, dia pun ketakutan, hahaha... (peace Mas ^^v )

Jarak demi jarak berhasil kami taklukan, sebelum mendaki kita akan melewati dataran. Kami berpapasan dengan ojek kuda yang awalnya menawarkan jasanya. Tapi kami menolak. Kami ingin mendaki pake kaki sendiri! hehe..  Akhirnya kami dan ojek kuda menjadi teman seperjalanan, kami baru berpisah sesampainya di track pendakian.

pionk with the horse, kudanya males foto yonk :D


Ketika medan sudah berubah menjadi lereng-lereng, kami mulai gugup. Karena banyak ranting pepohonan yang runtuh ke arah lereng untuk pendaki. Karena waktu kami ke sana, Bromo sempat aktif. Belakangan kami bisa melihat masih ada abu-abu vulkanik di ranting pohon.

Setelah di pendakian, kami menemui banyak turis asing. Ada juga pendaki domestik seperti kami. Semakin atas semakin ramai. Ternyata bukan hanya kami bertiga yang berjalan menyusuri lereng yang gelap. Dakian cukup curam untuk pemula seperti kami. Dan kondisi gelap cukup memacu adrenalin (maklum newbie unyu-unyu).

Sampai di Pananjakan pertama, di sana ada pedagang minuman yang stand by. Pionk mengaku kelelahan. Kami pun beristirahat disitu. Karena waktu tersisa cukup banyak sebelum matahari terbit. Kami memesan minuman hangat juga berbincang-bincang dengan mbak-mbak pedagang.



Pionk menanyakan seberapa lama lagi kami bisa sampai puncak. Dan konyolnya dia pun seolah menanyakan: haruskah kita sampai puncak??

Saya dan mas dani tidak bisa memaksa. Mau lanjut ayo, tidak pun tidak apa-apa. Karena kondisi pionk waktu itu sangat ‘mengenaskan’ hhahahahaha..

Jawaban si mbak pedagang sontak membuat kami tergelak, saya tidak bisa menahan tawa, begini jawabnya: “disini juga nanti kelihatan matahari terbit. Tapi tidak sebagus di puncak Pananjakan. Dan biasanya ORANG-ORANG TUA yang melihat matahari terbit dari sini” *ORANG TUA DI BOLD DIUNDERLINE hahahahhahaha

Jawaban yang melecut gengsi seorang Pionk. Kami pun melanjutkan pendakian sampai puncak. Lanjut ke kekonyolan kedua.

Pionk kembali menunjukkan kelelehan. Dan kami tidak lagi bisa memaksa. Tapi sebetulnya saya juga sudah merasa lelah sih. (maappp ya pionk, kamunya jadi kambing hitam, :P)

Kelelahan datang bersama ojek yang mengatakan puncak masih sangat jauh dan kami nggak akan keburu sampai puncak sebelum matahari terbit jika mengandalkan jalan kaki. Kami yang terobsesi dengan Sunrise Bromo, tentu saja panik. Dan akhirnya memutuskan menggunakan ojek.

You know WHAT?! Palingan kurang dari 5 menit kami sudah sampai puncak Penanjakan. Ternyata sudah dekat dengan sekali. Ah! Menyebalkan, ojek gombal gambul. Ngakak lah kami kalau bahas itu. Tapi yasudahlah, rejeki mamang ojek kali ya berhasil ngangkut mojang kumal #eh.

kami di Gerbang Penanjakan

**
Di puncak ramaaaiii sekali pemburu matahari terbit. Beberapa dari mereka terlihat bukan kali pertama menyaksikan sunrise di Bromo. Terdengar beberapa orang menyebut mahari sebagai Jago Raksasa. Kami melepas lelah sambil berfoto dan menanti sunrise. Indah sekali alam sekitar Gunung Bromo. Perlahan lahan matahari terbit. Dan semua orang di pananjakan waktu itu berteriak kala matahari mulai menyapa pagi - memecah kegelapan.

hamparan awan yang keren banget


para pemburu mentari

Benar apa kata para pendaki itu, melewati lereng-lereng gunung menuju puncak membuat kita belajar menaklukan diri sendiri. Pendakian bisa membuat kita bijak untuk tidak mudah menyepelekan sebuah perjalanan.

Finally i can see it: the sun!

latar favoritt, best angle.

sedi, tugunya banyak coretan T.T

Kami belajar banyak, kami pendaki ala-ala yang berhasil dibius indahnya perjalanan, asiknya mengejar matahari!

**
Selanjutnya kami berburu spot-spot terkenal sesuai petunjuk mamang ojek. Kami berfoto di hamparan pasir luas berlatar belakang gunung-gunung, bukit teletubbies, juga pasir berbisik.
Sssttt.... Kami bertanya-tanya apa istimewanya Pasir berbisik yang ditunjukkan mamang ojek, ternyata dinamakan pasir berbisik karena pada spot tersebut dilakukan shooting film Pasir Berbisik. Tempat shooting titik ! haha..

Pionk dan kembarannya, haha

Celebrate celebrate!

eksotisnya alam!


bersama mamang ojek

**
Sampai jumpa di pendakian selanjutnya, kawan!



Minggu, 28 Agustus 2016

Ke Malang, kembali Pulang

Malang, terkenal dengan apelnya. Selain itu, ia pun dikenal sebagai kota sejuta kenangan untuk sebagian orang. Saya terdampar di komunitas sebagian orang tersebut #tsaah!
**

Kenalan sama cinta Alun-Alun Kota Apel 

Saya pertamakali menapaki Kota Malang pada Tahun 2008. Rangkaian Rapat Kerja Nasional IMABKIN. Berangkat menggunakan bus Pahala Kencana bersama tiga delegasi lain. Berangkat dibayarin kampus, sama persis seperti pertamakali ke Bali, hehe.. saya dan rombongan berangkat menggunakan bus Pahala Kencana rute Bandung-Malang dan dijemput panitia di Terminal Arjasari Malang.

foto bareng Rizki - panitia yang jemput rombongan (2008)

Kunjungan yang biasa saja. Tidak ada sentuhan rasa apa-apa. Karena waktu itu, datang memang untuk menunaikan tugas kenegeraan (((kenegaraan))), apppaasiiihh...!

rombongan UPI bareng panitia Rakernas di UM
(ada dua pasang yang akhirnya berjodoh di foto ini, lho :D )

(2008)
bareng musisi jalanan di Pasar Minggu deket Museum Brawijaya :D


pertama kali kenalan sama tugu Alun-Alun Malang
bareng temen dari UNJ dan Untad Sulawesi(2008)

**

Sudah kenal, bertamu  kembali 

Kali kedua, dateng ke Malang lagi pada tahun 2011. Kunjungan kali itu  bukan dalam rangka rapat-rapat lagi, tapi murni untuk ngebolang. Hiiiiihaaa...! Kali itu  saya ditemani Pia (red. Pionk- salah satu temen segeng (baca: Keyeup is My Gank )

Saya dan Pionk mengusung konsep backpacker ala ala. Maklum no money, tapi ingin main haha #jiwamuda! Kami berangkat sehari setelah rangkaian acara Musyawarah IMABKIN Wilayah II yang digelar di kampus saya sendiri - Bandung. Kali itu kami berangkat bareng Rizki, salah satu delegasi dari Universitas Negeri Malang, menggunakan kereta ekonomi Kahuripan dengan rute Bandung – Kediri.

Rizki yang berangkat dari rumah salah satu eyangnya di Riung Bandung, menunggu kami di Stasiun Kiara Condong. Karena jarak tempuh Riung Bandung ke stasiun lebih dekat, jadi mau nggak mau dia yang membelikan tiket untuk kami. Hihi..
Kalau tidak salah harga tiket Kahuripan Bandung-Kediri waktu itu masih Rp.50.000. Murah sekali. Sekarang harga tersebut udah nggak berlaku lagi. Karena semua kereta ekonomi sudah dibenahi fasilitasnya. Tiket dengan rute serupa sekarang sudah jadi Rp. 100.000.

**
Sesampainya di Kiara Condong, Rizki sudah menunggu kami lengkap dengan ransel dan topi. Dia dengan apik mengawal dua mojang bandung yang agak kumal waktu itu karena keringetan. Kami berkeringat parah karena berkejaran dengan waktu, nyaris telat.

Waktu itu, penumpang kereta ekonomi bebas menentukan tempat duduk, tidak bernomor khusus seperti sekarang. Jadi siapa cepat dia dapat. Dan bisa jadi kita hanya duduk di koridor kereta. Bertumpuk dengan kardus dan barang bawaan.

Untuk saya dan pionk, kali itu adalah pengalaman pertama naik kereta ekonomi. Kami cukup shock. Karena benar-benar padet. Kita bisa saja duduk dan tertidur di paha orang. Anak-anak terancam terjepit. Mirisnya lagi, pedagang asongan masih pantang menyerah untuk menerobos koridor yang sudah penuh oleh penumpang.

[intermezo] Saat melihat penampakan sesesak dan sepadat itu, dua bolang ini langsung sepakat: pulangnya kita pake Malabar aja yuk? Haha #GagalTangguh!

Syukurnya kami tidak perlu duduk di koridor atau berdiri sesak. Karena pemberangkatan pertama adalah dari stasiun tempat kami naik. Pionk duduk di window seat alias samping jendela, saya di sebelahnya, dan Rizki di sebelah saya.

Saya dan rizki yang waktu itu dalam posisi CLBK – Cinta Lama Belom Kelar, tapi nggak niat ngelarin, agak gimana gitu ya duduk sebelahan. Tapi  gimana lagi, kita nggak punya pilihan selain menikmati perjalanan *pionk mendadak hilang, dunia serasa milik berdua, yang lain NGEKOS! haha..

Sepanjang perjalanan kami berusaha menikmati pemandangan berupa hamparan sawah hijau yang luas. Sesekali pemandangan berubah jadi hutan, perkebunan, jalan raya, sampai perkampungan. Naik kereta selalu asik [kecuali malem-malem, gelap semua!]

**
Sesampainya di stasiun Kediri, kami transit di warung makan. Setelah santap makan, Rizki memutuskan mandi (saya dan pionk nggak kepikiran mandi, ribet dan males, :D ). Lalu lanjut perjalanan ke Malang dengan Kereta Penataran. Lima tahun lalu tiket masih seharga Rp. 5.000. sekarang harganya menjadi Rp. 15.000. Kereta dengan rute ini memiliki jadwal pemberangkatan 4 kali dalam sehari.

Jarak tempuh Kediri – Malang sekitar 1 jam. Kereta tidak terlalu padat. Jadi kami bebas selonjoran. Rizki memilih tidur di satu seat penuh. Dia udah kenyang melek, giliran dia tidur dan kita yang melek.

**
saya & Pionk, kumal tapi bahagia :D

Sesampainya di Malang, kami dijemput oleh Mas Dani (senior di IMABKIN dan kakak tingkat Rizki di UM). Mas Dani yang baik hati sudah mencarikan kami tempat menginap. Kami langsung diantar ke kosan Mbak Weni (teman sekelas Mas Dani) di daerah sekitaran kampus UM. Sesampainya di kosan Mbak Weni, ia pamit untuk pulang dan menyuruh kami beristirahat. Rizki pun kembali ke kosannya, setelah sebelumnya janjian untuk ketemuan sore harinya #uhuk!

Mbak Weni sudah menyiapkan satu kamar kosong, dua bed yang sudah rapi, satu meja yang diatasnya penuh oleh makanan ringan, dan kamarnya wangiiiii. Kami diminta istirahat. Tapi tidak lama, Mbak Weni mengetuk pintu, mengantarkan jus jambu dan makanan kiriman Mas Dani.
Entah apa kebaikan yang pernah kami buat, hingga mendapat kebaikan bertubi-tubi: pengawalan di kereta ekonomi, kamar gratis, jemputan gratis, makanan gratis pula *HATRICK!

**
Sebenernya tujuan utama kami adalah Bromo, tapi sebelum ke sana kami memutuskan jajal Malang dulu. Selama di Malang kami mengunjungi alun-alun Kota Malang dan sekitarnya. Lalu lanjut ke Jatim Park di daerah Kota Batu.

Sayangnya kami tidak sempat eksplor kulinernya. Dan juga belum sempat mengunjungi kebun kebun apel di Batu. hiks! Next time kali ya, Aamin..!

Alun-Alun Malang (lagi)


Lima tahun lalu tentu berbeda dengan kondisinya sekarang. Tapi suasana menyenangkan ketika: melihat merpati beterbangan, ngasih merpati makan, foto-foto di rerumputan, sejuk memandangi air mancur, minum es kelapa muda di bawah beringin tua, menikmati cangkir demi cangkir persahabatan bersama manisnya es potong, rasanya masih sama: membahagiakan.

persahabatan bagai kepompong

es potong rasa cinta

pionk lagi ngasih makan merpati alun-alun, *pencitraan! haha


Alun-alun Malang waktu itu ramai tapi tidak terlalu padat. Kami bebas berfoto. Selfie belum terlalu booming waktu itu, tapi kami sudah narsis jepret sana sini. Beruntungnya lagi, Mbak Weni si malaikat kenalan baru kami suka fotografi. Dan dia memboyong Kamera DSLRnya. Jadi model buluk dadakan deh akhirnya, haha..

fotografer: Oke, Kamera: Oke, Model: apalah apalah! haha

Jatim Park

Untuk menuju Jatim Park, kita bisa menggunakan mobil atau motor. Untuk kendaraan umum bisa ditempuh dengan menggunakan angkutan AL Arjosari – Landungsari menuju Terminal Landung Sari, Batu. Setelah itu baru deh pake angkot BJL (Batu – Junrejo – Landungsari) menuju Jatim Park. Waktu tempuh yang dibutuhkan dari  pusat Kota Malang ke Kota Batu sekitar satu jam.

Jatim Park di Malang terbagi dua: Jatim Park 1 adalah kawasan wisata taman edukasi dan wahana-wahana semodel di Dufan. Sedangkan  Jatim Park 2 Secret Zoo yaitu serupa komplek kebun binatang dan museum satwa. Jatim Park 2 juga bertemakan wisata edukasi. Selain Jatim Park ada juga BNS (Batu Night Square), katanya sih asik. Cocok banget kalau mau ke tiga destinasi ini bareng sama keluarga bawa anak-anak. Yuk mas kesana sama anak-anak! #eh anaknya belum ada. Haha

**
Dikarenakan Mas dani sibuk di kampus, ada jadwal mengajar de el el., pun dengan Mbak Weni ada agenda sehingga tidak bisa ikut ke Jatim Park. That means, kami perlu mencari orang lain untuk mengantar ke Jatim Park. Pilihan sampai pada sebuah nama: Tedi biasa dipanggil Tedjo, teman SD pionk di Malang dulu. Pionk menghubungi Tedjo, dan ia bersedia. Sekalian reunion hihi. Clear!

Finally, kami berempat – saya, Pionk, Rizki, dan Tedjo, hanya memilih Jatim Park 1. Harga tiket masuk waktu itu masih Rp. 50.000 [sekarang: weekday: Rp.60.000 & weekend: Rp. 80.000). Di dalam Jatim Park 1 ada banyak taman, labirin, patung-patung, dan wahana permainan. Wahana permainan serupa dengan yang ada di Dufan Jakarta, tapi dengan ukuran yang lebih kecil. Jatim Park konon katanya mengusung konsep edukasi juga. Jadi, bisa kita temui lokasi-lokasi yang mempertunjukkan percobaan-percobaan ilmiah, hasil-hasil eksperimen, patung Enstein, rumus-rumus kimia, de el el.

trip-mate

naek beginian aja, kami mah pucet!

water park di Jatim Park

masih inget ini apaan? yes, itu yang agak-agak bikin pening waktu SMA. 

nah, banyak display beginian di dalem Jatim Park.
Representasi dari wisata edukasi 

salah satu wahana permainan, lupa namanya apa. 

Nah, waktu beli tiket, kita akan dikasih gelang-gelangan model begini. 

Balai Kota Malang, katanya sih spot wajib buat foto #maksa


Info tambahan untuk harga tiket Jatim Park 2, berkisar Rp.40.000 untuk weekday, dan Rp. 50.000 untuk weekend. Dan tersedia juga paket hemat untuk masuk Jatim Park 1 dan 2 sekaligus, harga sesuai paket yang berlaku di season waktu kita datang.

Saya dan pionk cukup penakut untuk menaiki wahana serupa roller coaster dan apalah apalah ya. Tapi rizki dan tedjo memastikan semua baik-baik aja. Akhirnya kami pun menyerah untuk ikut naik beberapa wahana. Dan kejadian kaaaaan,  saya dan Pionk STRES dan nyaris JANTUNGAN ((((faktor USIA))))

But it was totally so FUN!

**

Special thanks to 

ini juga nih maksud nulisin perjalanan ke Malang. Banyak ketemu saudara, temen, sahabat, serta belahan jiwa di kota itu. 
  • Mia (temen sekelas S1 yang rela minjemin kamera digital unyu0unyunya selama seminggu, kamu mah emang michu (miaw cuuuaeum :D)
  • Mbak Weni, yang udah baik banget, mulai dari nyiapin kamar yang nyaman, traktir makan, minuman dingin saat kehausan, dan kasih sayang sampe sekarang masih kerasa, Miss you mbakyuku :*
  • Mas Dani, bukan cuman senior yang sabar banget ngarahin ade-adenya di organisasi dulu tapi juga baik karena rela mendampingi para adenya yang terobsesi naik gunung. padahal kami tahu, itu bukan kamu banget, mas. Tapi gara-gara kami, mas bisa jadi selfie di Pananjakan juga kan, haha .
  • Temen-temen UM lain yang turut menyambut, menyambangi, dan menyambung silaturahmi :D
  • Thanks ya Tedjo sudah mengantar kami dan membiarkan Pionk memenuhi hasrat reuniannya haha
  • Thanks juga ya Rizki sudah mau menikahi aku #eh. Takdir tidak ada yang tahu ya. Kunjungan kali kedua ke Malang ternyata jadi cikal bakal ketemu jodoh. Hahaha..  
Tuuh kan gara-gara Malang jadi bisa dipinang. #ihiiiirrr!!

Kunjungan yang biasa menjadi tidak biasa, sekarang Malang serupa tempat kepulangan yang manis.  Ketiga kalinya datang ke sana sudah bersama si dia, uhuk! Yuk, diminum dulu tehnya pemirsa indosi*rrr..

Selamat larut dalam kenangan dan berbahagialah, kita!

makan bareng mama papa mertua, adde ipar, afam, dan si cinta
di Malang Town Square

Take a selfie at pusat oleh-oleh Malang

**

P.S. untuk kamu yang mau ke Malang dari Bandung. Bisa pake kereta Malabar (Malang – Bandung Raya). Kereta ini menempuh rute langsung dengan tiga pilihan kelas: ekonomi, bisnis, dan eksekutif. Yang membedakan adalah fasilitas duduk dan AC. Bisnis dan eksekutif sudah menggunakan AC. Tempat duduk eksekutif lebih nyaman, serupa tempat duduk kereta eksekutif lain. Untuk kelas ekonomi, dibandrol lebih mahal dibanding kelas ekonomi lain. Karena meskipun ekonomi, waktu tempuh (16 jam) sama dengan kelas eksekutif.
Dilansir PT KAI, tarif untuk Malabar Ekonomi : berkisar 160.000 – 250.000, Bisnis: berkisar 270.000 – 355.000, Eksekutif: 360.000 – 465.000.


Untukmu, Ra. Terima kasih banyak!

Kita bertegur sapa hanya sesekali, tak ada romantisme dalam persahabatan kita. 
Tapi kau sudah membantuku banyak, sangat banyak.

Kali ini kita begitu lancar saling menguatkan. Kita berada pada pijakan yang sama. Sama-sama sulitnya, sama membingungkan, juga teramat pelik untuk kita bahasakan.

Kita sama-sama menerjemah rasa. Kita tengah sakit. Kita tengah merintih berusaha kuat menjalani hidup. Bukan karena kita tidak bahagia, tapi karena ada yang menuntut kebahagian lain yang justru membuat kita tersakiti.

Ra, kau jauh disana. Tapi aku merasa kita sangat dekat sore ini. kamu memeluk erat segala curahan hatiku juga menggenggam erat curahan hatimu.

Ah, kau memang lebih pandai memaknai hidup. 
Ini bukan kali pertama aku menghubungimu ketika aku butuh sandaran.
Tapi kali ini ada rasa yang berbeda. Kau pun menghadapi persimpangan yang sulit. 

Aku tahu kau jauh lebih kuat. Nyatanya memang begitu. 
Dengan badai perasaan seperti itu, kau masih bisa berdiri tegak, menggemakan prinsip sepercaya diri biasaya. Ketenanganmu, selalu saja bisa membuatku iri.

Ra, kamu benar, kita tak boleh salah arah. Kapal yang sedang kita naiki adalah kapal yang begitu kokoh juga baik. Tak usah lagi kita terlalu peduli dengan kapal-kapal lain. 
Sekalipun itu kapal tempat kita dibesarkan.

Nyatanya, Tuhan punya titah lain untuk kita. Sebuah titah yang lebih harus kita tunaikan: hidup sebagai ratu yang menjadi pakaian dan pendamping setia raja; taat padanya; juga rela atas semua perjalanannya.

Kita tak lagi harus memikirkan arah lain selain sebuah arah yang sekarang kita tuju.

Aku bangga padamu, juga meyakini obrolan kita sore ini akan menjadi saksi betapa patuh kita pada amanah untuk setia mengumpulkan kekuatan demi kekuatan, keyakinan demi keyakinan, menuju tempat keabadian [nanti].

Doaku menyertaimu, Ra. 
Meski mungkin tak sebanding dengan lirih doamu untukku.


Tiga Kali ke Bali, Kangennya ber-KALIKALI

Jejak pertama

Pertama kali ke Bali tahun 2010. Berangkat bukan untuk liburan, tapi mengikuti rapat kerja nasional organisasi IMABKIN (Ikatan Mahasiswa Bimbingan dan Konseling Indonesia). Yaa... namanya rapat, meskipun ada alokasi field trip, waktu terbatas.

Sebelum sampai di Bali, dipikir bisa jajal seluruh tempat hanya dalam satu hari. Ternyata tidak. Sehari di Bali hanya bisa ke beberapa spot saja. Kita harus mempertimbangkan kesesuaian rute.

Nah, untuk kamu  yang akan berangkat ke Bali untuk pertama kali, pastikan waktu nggak mepet-mepet dan sudah menentukan destinasi yang ingin dituju. Setelah itu pertimbangkan akses, jarak tempuh, dan waktu tempuh dari Bandara Ngurah Rai atau Pelabuhan Gilimanuk. For your information, jarak tempuh dari pelabuhan itu bisa berjam-jam sampai Denpasar. Apalagi kalau sudah sampai Denpasar, siap-siap ketemu macet layaknya ibu kota lainnya :/ 

Singaraja

Undiksha - Singaraja adalah tempat diadakannya rapat kerja kali itu. Konon katanya daerah Singaraja termasuk daerah dengan mayoritas penganut muslim. Tapi meskipun begitu, bangunan kampus dan perumahan sekitar tetap mengusung arsitek khas ala-ala pura. And it's beautiful!

Kami para peserta yang berasal dari luar Bali (apalagi yang baru nginjek Bali seperti saya) dibuat terkagum-kagum dengan arsitektur kampus Undiksha yang Bali banget. 
Bisa dikatakan, kearifan lokal sangat dijunjung tinggi di sana.
Wangi dupa dan sesajen bunga-bunga ada di setiap gedung. Seakan tak ingin sedetikpun membuat kita lupa akan eksotika wewangian Bali #eaaaaa.

Di perjalanan ke Bali untuk pertama kali itu, saya jadi tahu kalau untuk jajal Bali kita perlu kendaraan pribadi. Karena untuk masuk ke spot wisata, lokasinya biasanya agak masuk-masuk ke dalam. . Jalannya berkelok-kelok, layaknya jalan menuju pantai.

Waktu itu, memanfaatkan alokasi field trip setelah agenda rapat selesai, saya dan teman-teman memutuskan rental mobil bareng-bareng. Kami menggunakan APV plus bapak sopir yang baik hati. Waktu itu kami merogoh kocek 400rb. Karena memang tidak seharian full. Kami harus kembali ke pelabuhan sore harinya. Bisa dibilang, kami hanya rental setengah hari aja.

Ada kejadian lucu, ketika di perjalanan menuju Pantai Sanur, kami tersadar hanya berputar-putar di tempat itu-itu saja. Sampai akhirnya bapak sopir nyuruh kita tobat dan bersihkan pikiran kotor, hahahaha...

Entah mitos atau bukan, tapi emang kejadian. Setelah bapak sopir bilang gitu, temen-temen langsung koreksi pikiran kali ya, dan tadaaaa sampailah kita ke tempat tujuan.

Bapak sopir nampak seperti penganut Hindu yang taat. Beliau menyampaikan kalau di Bali ini hidup tenang dan alam akan menghukum siapapun yang berbuat kerusakan. Meskipun saya berbeda agama dengan beliau, tetep saya salut! Ciyee..

Danau Kintamani

Kunjungan ke danau ini sebenernya cuman di area atas aja. Karena kalo ke danau nya harus muter-muter lagi kata bapak sopir.  Tapi dari arah atas malah bagus view danaunya. Udaranya sejuuuk. Di sepanjang jalan banyak anak-anak dan remaja yang berjualan gantungan kunci secara asongan.




Pasar Seni Sukowati

Kemanapun destinasinya, pasti mikir harus bawa oleh-oleh donk. Nah, ketika ke Bali pertama kali, yang saya pikirkan adalah bisa beli apapun yang murah tapi ada tulisan Bali – nya. Hahhaha..

Karena kocek para mahasiswa ini terbatas, hampir serombongan belanjaannya sama: gantungan kunci, dan kaos. Saya menambahkan sarung bali dan udeng dalam list.

Di Pasar Sukowati ini tempatnya belanja murah. Cocok banget sama budget kami waktu itu. Bentuk pasarnya tradisional, kayak pasar kebanyakan. Hanya yang diperjualbelikan mostly adalah souvenir.
Pasarnya luas. Dan item-item nya pun nggak kalah bagus sama yang di toko-toko ntu tuuh (nunjuk toko sembarang, haha.. ) Di pasar ini, pinter-pinter aja nawar. Inshaallah mabrur. Wkwkwk...

view Pasar Seni Sukowati dari parkiran (dok.pribadi)


Pantai Sanur

Setelah belanja oleh-oleh, perjalanan dilanjutkan ke Pantai Sanur. Pantainya waktu itu ramai sekali. Mungkin efek weekend. Di Sanur juga berderet penjual baju-baju pantai dan souvenir, selayaknya pantai pada umumnya.

Ssst... ada kejadian lucu lagi nih. Dari parkiran kami berjalan ke arah pantai. Lumayan jauh, lebih dari 30 meter. Di perjalanan, salah satu teman saya termasuk orang yang agamis, sibuk istighfar. Saya bingung kenapa. ternyata dia melihat bule pake baju bikini two pieces. Ow ow! Itu rejeki, jangan ngedip. Haha *joking. Maappp bapak ibu ustadz ustadz/ah. :D

aktifis yang serada salah kostum haha..
**

Jejak kedua

Kali kedua ke Bali Tahun 2012. Beberapa hari setelah resepsi pernikahan di kampung saya dan ngunduh mantu di kampung suami. Pernikahan maraton, ngos-ngosan. Jadi trip ke Bali kali itu kurang pas kalau disebut bulan madu, karena mepet banget waktunya. Kejar-kejaran dengan jatah cuti suami dan tiket ke Pekanbaru Riau. Kami hanya dua hari di Bali include perjalanan Gilimanuk – Denpasar.
Pantai Kuta lah destinasi terdekat yang bisa dituju. Setelah check in di penginapan, kami baru bisa keluar jam 11 maleman. Tapi ada hal unik, kami keliling di sekitaran Kuta, Hard Rock Cafe, Legian, sampai ke pusat oleh-oleh Krisna pake sepeda ontel bermotif warna warni pelangi punyanya temen suami yang stay di Bali. So romantic..! meskipun pegel juga pinggang, haha..

honeymoon in a rush!
**

Kali Ketiga...

Nah, kali ketiga kunjungan ke Bali kami lakukan di Tahun 2015. Setahun lalu ya. Kala itu trip berjalan sangat seru (((MEMUASKAN))) ! Haha..

Meskipun masih banyak tempat terlewatkan. Kembali lagi, karena keterbatasan waktu ya. Jadi kalo mau ke Bali emang perlu berminggu-minggu biar semua terjajal, tapi siap-siap aja nggk bisa move on :D

Pulau Menjangan 

Kami memulai trip dari Banyuwangi (kampung suami). Eksplor Banyuwangi aja udah bikin seneng. Eh dilanjut trip ke Bali Barat. Kami dapet akomdasi gratis menuju Pulau Menjangan. Katanya, destinasi keren untuk snorkling. Kenyataannya, kereeeen banget!

Nama Pulau Menjangan diambil dari hewan endemik di pulau tersebut: Menjangan, yang artinya rusa. dari kunjungan ke pulau ini saya jadi tahu kalau rusa ternyata bisa kuat berenang menyebrang lautan, lho.

Pulau Menjangan masih termasuk wisata eksklusif. Belum terlalu ramai. Kita bisa nyebrang melalui Banyuwangi, atau Bali. Kami tentu menyebrang dari Banyuwangi. Kali itu kami menggunakan kapal kecil. Saya tidak hanya pergi berdua, tapi bersama dua bule pasangan kekasih dari Switzerland, pengemudi kapal beserta asistennya haha.., plus adek ipar dan suaminya sang sponsor. Suami adik ipar kebetulan bekerja sebagai Polisi Air Laut yang juga investasi alat-alat Snorkling. That’s why perjalanan kami GRATIS!! *rejeki anak sholeha pemirsa*

Tapi si Gratis ini tetep ada syaratnya, saya dan suami diminta jadi translator selama perjalanan. Gak apa-apa lah, sing penting liburan gretong!

kami yang bahagia

Actually, its our first snorkle experience. Iya, saya mah apa atuh baru kali itu berani snorkling, karena bersama si penjaga hati #eaaaa

Sayangnya kamera underwater si ade ipar ketinggalan dan kamera underwater si bule pun agak rusak gitu. Kamera underwater kami? Masih di toko! Haha

But the moments was captured in our hearts. Uhuk!

welcome to Pulau Menjangan

si ade ipar sama kakak iparnya selfie euy!

Di Pulau Menjangan ini ada beberapa spot untuk snorkling, tour guide udah tahu spot-spotnya. Kami waktu itu menjajal 3 spot. Ombak cukup besar di perjalanan. di spot pertama, saya diajarkan mengambil dan membuang nafas ketika snorkle. Jadi ngambil dan buang nafas lewat mulut. Hidung nggak difungsikan. Dan saya murid yang teladan, langsung bisa donks. Ade ipar malah sempet gelagapan dan kapok nyebur. Tapi ketika melihat gelapnya lautan dari arah dalam (area untuk diving) saya sempat panik. Dan dari pengalaman ini, nampaknya saya nggak akan pernah berani jajal Diving, atuuuuut! Kebayang film Shark. Kita nyelem tau tau dilahap hiu. Amit-amiiit dah!

ciyee couple snorkle ciyee
Pertama kali snorkling, langsung di salah satu spot snorkle terbaik di negeri ini, ketemu clown fish semodel si Nemo, liat bintang laut, ikan biru, ikan warna warni, sampe bisa nyaksiin sendiri yang namanya bulu babi. Awesome!

Trip bareng mertua

Keesokan harinya kami lanjut menuju Bali dari Gilimanuk. Kali ini asiknya  saya dan suami keliling Bali pake sepeda motor. Bersama papa mama mertua yang juga pake motor. Family touring kitaaa~ yuhuuu!

Enaknya pake motor adalah kita bisa masuk ke pantai-pantai yang dilewatin dengan bebas, bayar parkir nggak mahal, dan lebih fleksibel. Nggak enaknya, kalo hujan turun perjalanan harus tertunda. Tapi kalau nyaman lanjut pake jas hujan, silakan :)

mampir, nemu pantai asik di perjalanan

Sssstttt.... enaknya touring sama mertua apa coba?? Apa-apa dibayarin. Mau ini itu dijabanin, bwahahahaha #menantukurangajaaaarrr!

Saya menjelma bak ratu dalam perjalanan, alias sang penentu destinasi. Haha.. nggak mau tahu itu dimana dan gimana, pokoknya harus sampe! Nah kan emang dasar #menantukurangajaaaarrr!
Untungnya mertuanya baik nggak ketulungan *salim, sungkem sama si mama papa mertue!

Sunset di Tanah Lot

Keberuntungan tengah memeluk kami. Sore hari kami sampai di Tanah Lot. Papa  agak lupa lupa rute, tapi demi mantu kesayangan, ketemu juga itu lokasi Tanah Lot. Di sana kami sibuk foto-foto. Menatap indahnya laut lepas. Ombak berkejaran, semakin menggapai-gapai ke arah dalam sekitaran Batu Bolong.

Pada kesempatan kali itu, kami melihat ular suci yang dijaga oleh bapak kuncen di sebuah gua. Kirain ulernya gede, ternyata kecil. Kurang tahu juga kenapa disebut ular suci, anyone knows?

ular suci alias holy snake di Tanah Lot

Dan puji syukur, kami beruntung menyaksikan sang surya tenggelam di Tanah Lot. Romantis!

Sunset di Tanah Lot

Semakin gelap, air semakin pasang. Ketika beristirahat, belakangan kami tahu malam itu ada pertunjukkan Tari Kecak. Ah, itu kan impian si saya yang belum kesampean. Suami pun tahu itu. dasar suami sholeh ya, dia langsung ngajak ke lokasi. Papa mama mertua memilih menunggu di sekitaran ruko oleh-oleh – belanja. Berlarian kami menuju lokasi pertunjukkan, sampe lepas sandal, karena memang pertunjukkan akan dimulai dalam waktu kurang dari 10 menit. Sedangkan lokasi pertunjukkan dengan tempat kami duduk itu ujung ke ujung, jauuuuh.,

sampai di loket langsung beli tiket (Rp. 50.000/org). pertunjukkan sudah dimulai kurang lebih 10 menit kata si mbak penjaga loket.

Finally, we made it!

part of performance

Selepas dari Tanah Lot, kami lanjut cari penginapan. Semua buta arah. Haha..

Destinasi kedua yang ingin sekali didatangi adalah Pantai Pandawa. Papa mertua sibuk mikir harus di daerah mana menginap, agar tidak terlalu jauh dari lokasi yang saya sebutkan. Beliau tidak tahu pantai itu tepatnya dimana, hanya tahu daerahnya saja.

Sambil mikir, kami mampir ke sebuah kedai bakso. Dunia emang kadang terlihat sempit banget ya.. ternyata penjual bakso sekampung sama papa mama mertua. Dari obrolan kami malam itu, kami diarahkan ke sebuah penginapan. Katanya dekat Pantai Pandawa dan murah! Ternyata benar, murah dan searah ke Pantai Pandawa.

kami di depan kamar penginapan, and it was my birthday! :D

Pantai Pandawa

Tadaaaa... sampailah esoknya kami di Pantai Pandawa. Eksotis! Tebing-tebing alami menjulang tinggi, dibelah kayak belahan puding. Dari arah atas, laut lepas bak primadona yang tengah ranum.

Memasuki kawasan pantai, kita akan disambut patung-patung tokoh pewayangan mulai dari Dewi Kunti sampai Pandawa Lima.

salah satu patung di area kedatangan: Dewi Kunti

Waktu saya kesana masih ada pembangunan di arah belakang pantai, mungkin sekarang udah lebih ketje yaa.


full team in action :D


pantai nya hijauuuuu~ indah

Setelah kenyang santap aroma Pantai Pandawa, kami lanjut menuju Garuda Wisnu Kencana (GWK). Waktu tempuh sekitar 1 jam kalo nggak salah. Di perjalanan ke arah GWK sebenarnya melewati beberapa destinasi seperti Pantai Nusa Dua Bali dan banyak spot wisata lain. Tapi kami nggak mampir, alasannya: waktu!

Garuda Wisnu Kencana (GWK)                                                                                               

Sampai di GWK, kita nggak langsung ketemu patung raksasa Wisnu dan Burung Garuda nya. Tapi kita memasuki kawasan seperti mau masuk ke area real estate.

GWK merupakan destinasi wisata kontemporer. Di dalam area GWK kita bisa melihat pertunjukkan teater, tari-tarian, wisata belanja, juga memasuki galeri-galeri seni.

Icon di GWK ini adalah patung-patung besar. Dua patung terbesar adalah Patung Wisnu dan Garuda. Konon katanya (baca di brosur) nanti dua patung itu akan disatukan jadi satu patung raksasa Wisnu bersama Burung Garuda utuh. Seniman patung yang terlibat adalah seniman-seniman terbaik Indonesia. Salah satu penggagasnya adalah lulusan ITB. Megaproyek yang indah.

what is he doing? haha

Tapii dibanding destinasi lain, GWK termasuk mahal. Karena ada beberapa pertunjukkan atau wahana yang harus dibayar terpisah di dalam. Kami waktu itu hanya berfoto di depan patung-patung, makan di area bazar, dan nonton sendratari.

take a picture after performance, bareng penari dan mama mertua kesayangan :*

Setelah itu kami kembali pulang. Di perjalanan pulang papa mertua mengajak kami silaturahmi ke tempat sobat lamanya. Makan-makan lagi. Kemudian pulang menuju rumah mbah uti yang pasti udah kangen saya #eh.

Ssstt...! ada cerita seru dan inspiratif tentang sobat papa mertua ini. Next time saya tulis :)

**
ketika Bali menjelma serupa kekasih yang tak lekang kerinduan terhadapnya. Tuhan, izinkan kami untuk kembali ke Pulau Dewata ini sekali lagi, sekali lagi, lagi, dan lagi.