Danau Toba, tempat melegenda di
negeri Indonesia. Siapa yang tak tahu. Sejak kecil saya termasuk yang terobsesi
ingin menginjakkan kaki di Danau Toba dan Pulau Samosir. Mungkin darah nenek
moyang memanggil-manggil, hehe..
Iya, darah Batak mengalir di
tubuh mungil ini. Pernah denger marga Napitu? Kalo pernah, alhamdulillah.
Kalau belum, mari kita kenalan!
Napitu, sebuah marga yang saya
dapat dari garis keturunan papah. Salah satu marga asli dari Batak Toba. Yes,
batak itu banyak klannya, Batak Toba, Batak Karo, Batak Tapanuli, dan lain
sebagainya. Maaappp nenek moyang saya nggak hafal :D
**
Salah satu destinasi yang selalu
masuk resolusi tiap tahun, akhirnya bisa terealisasi di 15 Mei 2015. Yeay..!!
Menyempatkan nekad berangkat di
sela-sela tanggal merah. Waktu itu saya nya sih free, tapi suami tidaks!
Hampir seluruh perjalanan memang
bermodal nekad. Jenis kenekadan di perjalanan menuju Toba ini adalah mepetnya
waktu dan budget. Saking udah suntuk sama rutinitas di kebun sawit. Duit pas-pasan
dan waktu yang pepet-pepetan tidak mengurungkan kami untuk goooooow.
Kami berangkat
tanggal 15 Mei sore dan tanggal 17 Mei sudah harus sampai rumah lagi. Keren banget
deh rasanya bisa traveling in a rush semodel begini. Maksa banget! Alasannya simple:
kapan lagi kalau nggak sekarang, hihi..
**
Seminggu sebelum berangkat kami
sibuk browsing sana sini, salah satunya jalur tempuh dari Riau menuju Danau Toba. Dan hasil
pencarian nyaris nihil. Mungkin karena orang-orang Riau yang ke Toba jarang
share di blog :D
So, this one of the reason
kenapa saya tulis cerita ini meskipun telat. Siapa tahu ada orang Riau yang mau
ke Danau Toba. Hehe..
**
Kami berangkat dari kebun menuju
terminal di Perawang sekitar jam 12 siang (salah satu pusat keramaian di Kabupaten
Siak). Tragedi pertama, ternyata terminal perawang pindah! Alhasil sejam lebih kami muter-muter nyari
terminal baru yang nyempil di tengah-tengah tanah lapang yang belum terbangun. Daaaaaaan sesampainya di terminal kami senang. Tapi, ada tragedi kedua, motor kami
dititip dimana? Haha..
But always there is an invisible
hand, setelah kami muter-muter cari bus dengan rute menuju Toba tawar menawar
dan bla bla bla akhirnya solusi ditawarkan oleh penunggu loket, “Dititip di
kami aja honda nya bang!” dengan jaminan KTP nya kami bawa. Legaaaa...
[ intermezo ] Oiya,
disini apapun merek sepeda motor kita, semuanya disebut HONDA :D
**
Bus yang akhirnya berjodoh dengan
kami adalah bus PMH kelas ekonomi non-AC. Seriously, kami berangkat menuju toba
tanpa bus AC. Karena memang bus ini satu-satunya bus yang rutenya berujung di
Parapat. We have no choice!
Kami adalah dua orang pertama yang masuk bis yang
kosong melongpong. Dengan PD duduk di bagian paling depan. Bahagia, menghela
nafas lega. Sebelum kebahagiaan itu selesai kami santap, kondektur menanyakan
tiket. Lalu dengan dialek batak yang kental, dia meminta kami pindah ke kursi
bagian belakang. What?!
Belakangan kami tahu kalau di
tiket sudah tertera nomor kursi. Semua tertib mengikuti nomor di tiket
masing-masing. Tragedi ketiga terjadi, ternyata depan kami perokok, di sisi belakang
toilet (kelas ekonomi), dan di kanan kami perokok juga membawa dua ekor ayam. Yes,
just imagine how hard to be us. Haha..
**
Kami berangkat Pkl. 17.30 dan
menempuh perjalanan yang lebih lama dari biasanya, karena ada banyak perbaikan
jalan dan jalan rusak di perbatasan Riau - Sumut. Kami baru sampai Parapat pukul 11.00, setelah sebelumnya sempat transit
paksa di Siantar. Total waktu tempuh 18 jam.
Bayangkan selama itu kami harus
stay dengan asap rokok, bau ayam, dan bau toilet. Dibumbui perangai penumpang
yang teriak teriak curhat karena macet. Kami berlaga lebay, berpegangan erat
sepanjang jalan bak romeo dan juliet yang enggan dipisahkan, bukan karena
romantis semata, tapi karena kami menahan diri untuk tidak mabuk bahkan
pingsan.
Ah, betapa mahal pengalaman ini, HAHA
Tidur pun tidak tenang, karena
sebelum berangkat sudah banyak yang mewanti-wanti kalau sepanjang perjalanan
rawan copet.
Sempat tertidur, ketika bangun
ditanya oleh bapak-bapak di sebelah kanan kami, “mau kemana kilian?” dengan
dialek Batak yang kental dan dramatis karena bangun tidur haha... karena panik
dan kaget, suami menjawab “mau ke Batu Aji”, sontak si bapak merespon “dimana
itu?!” semua bingung.
Gimana nggak bingung, karena yang suami maksud bukan Batu Aji, tapi AJIBATA. Hahaha...
Gimana nggak bingung, karena yang suami maksud bukan Batu Aji, tapi AJIBATA. Hahaha...
So, kalo bangun tidur tenangin
diri aja dulu, jangan kepancing pertanyaan, apalagi dengan nada ngebentak #eh
maaappkan saya duhai nenek moyang :D
**
Sesampainya di Parapat kami
menuju pelabuhan Ajibata. Nah, dari Ajibata ini lah kita bisa naik kapal melewati Danau
Toba menuju Pulau Samosir. Ada tiga jenis kapal yang bisa dipilih: kapal turis
eksklusif yang biayanya fantastis, kapal tumpangan biasa, dan kapal feri yang
lebih besar bisa ngangkut kendaraan roda empat. Kami memilih kapal tumpangan
biasa. Harganya murah, waktu itu hanya Rp. 6.000,-
semodel ini kapal yang kami tumpangi menuju dan dari Parapat - Ajibata |
**
Decak kagum mulai muncul niii. Meeeen,
danau toba asli besaaaaarrr banget. Kami menempuh 30 menitan untuk sampai ke Pulau Samosir. Ombaknya serupa lautan. Dan asli, luaass membentang. Semua perjuangan [ di bus ] seakan terbayar lunas! 6 ribu doank bisa nikmatin perjalanan melintasi danau,
took for granted bakalan happy!
ini selayang pandang dari kapal |
**
Sepanjang perjalanan kami memilih
ke luar kapal. Karena masih norak pengen melototin sekeliling yang emang
mempesona. Setelah selfie sukaesih, kami pun ngobrol-ngobrol dengan orang-orang
yang juga nongkrong di luar. di luar kapal ada banyak jerigen yang saya pikir
isinya itu minyak, ternyata bukan. Isinya tuak. Ya, tuak adalah minuman favorit
di tanah batak, termasuk Toba.
Asik ngobrol sana sini, suami
tiba-tiba menjurus membicarakan batu akik sama si pedagang aksesoris. Batu akik
lagi hits banget waktu itu. Si abang pedagang nampak antusias ngobrolnya, si
suami nampak seperti ahli batu akik dadakan. Saya asik nyimak.
Tiba-tiba
si abang pedagang menyampaikan keinginannya untuk membeli batu akik yang sedang
dipakai oleh suami saya. Dengan PD suami menceritakan kalau si batu akik yang
dipakai akan berubah warna mengikuti kondisi tubuh si pemakai. Itu yang membuat
batu akik ini keren. Si abang pedagang nampak tersihir dan menawar dengan harga
yang lumayan.
Berlaga nggak butuh duit, si
suami menanggapi, “saya tanya istri saya dulu ya.”
Padahal apa hubungannya coba istri sama batu akik #gubrak!
Padahal apa hubungannya coba istri sama batu akik #gubrak!
Karena saya melihat sebentar lagi
kapal menepi, dan saya tahu kalau batu akik itu masih ada potongannya di rumah, juga tahu modalnya
berapa, saya acungi jempol sebagai tanda setuju.
Dengan kata lain, itu balik modal bangettt kalo kejual, haha..
Dengan kata lain, itu balik modal bangettt kalo kejual, haha..
Tadaaaa... batu akik dengan modal gosok doank kejual 300rb. Kami jadi punya budget tambahan buat main di Samosir, hihiw...!
**
Nah, sesampainya di Tomok. Kalian
bisa mulai hunting rental motor dan penginapan. Selain Tomok ada
juga Tuk-Tuk. Kalau mau ke Tuk-Tuk kita harus pake boats lagi. Kami nggak
sempat ke sana, karena keterbatasan waktu tadi.
Di Tomok ramai banget. Di sana para wisatawan sudah
bisa cari produk khas Toba mulai dari kain ulos sampai ukiran-ukiran. Di Tomok ada Museum Batak juga pertunjukkan tari Sigalegale. Makanan halal banyak di sana.
Kalau mau keliling Samosir, bisa
pakai angkot bisa juga sewa motor, atau boats via danau. Hanya saja sewa motor agak sulit belakangan,
konon katanya banyak kasus pencurian oleh si oknum penyewa. Kalau memutuskan pake angkot, siap-siap juga dibawa pak sopir ala fast and furious dengan soundtrack lagu batak :)
serunya pake angkot, memicu adrenalin, XD
serunya pake angkot, memicu adrenalin, XD
Di samosir melalui pelabuhan
Tomok ini, kita juga bisa ke Pantai Pasir Putih Parbaba, ada Hot Spring serupa
pemandian air panas gitu, dan banyak lagi.
Seminggu deh di Samosir, bisa tuh
kita kelilingi semuanya.
**
Kami tidak memilih menginap di
hotel, tapi lanjut ke rumah papah. Selain wisata,
kami pun menelusuri situs sejarah klan Napitu. Jalan-jalan ke Tugu Raja Napitu, silaturahmi
ke sanak saudara di sana. Ah, senang karena disambut dengan sangat hangat.
Malam harinya kami nongkrong di
Lapo Tuak milik sepupu papah. Semakin malam semakin ramai. Kami hanya
nongkrong, dan nggak nyoba tuaknya, karena agama kami memang tidak
membolehkannya :)
**
Toba di malam hari itu
dingiiiiiiiiiiiiin syekalliiiiii! Pagi harinya segeeeeerrr banget!
Papah membuatkan kami sup udang
yang dipancing langsung oleh tetangga dari Danau Toba. Enak! Dan harganya
tergolong murah. 100ribu bisa dapet sebaskom besar. Kelenger deh kalo sampe
kami makan semuanya.
Buka jendela udah Danau Toba aja
pemandangannya, duh membahagiakan!
Indonesia Bagus beneran dah!
Sigalegale dan kami, cheers! :) |
dia dan alat musik milik klan napitu |
suami, papah, dan saya |
captured at pantai parbaba yang mirip pantai banget |
kami di kapal dari Tomok menuju Ajibata |
pagi-pagi, rumah batak :) |
oleh oleh buat si bungsu |
dia dan deretan rumah batak |
sunrise danau toba |
Tugu Raja Napitu |
**
Sayang banget deh cuman bisa
sebentar di sana. Kami harus kembali pulang. Kami harus kembali hadapi
kenyataan *lebay!
Kami pulang dengan menggunakan
bus yang sama. Bedanya, kami memesan seat lebih dulu. Jadi kami bisa dapat
kursi paling depan. Dari bis kami berasa menembus langit, hamparan awan dan air
danau seperti enggan kami tinggalkan.
Terima kasih Tuhan, untuk hadiah Danau secantik Toba di bumi pertiwi ini.
**
P.S.
Sssssttt....!! sedikit tips yang bisa dicoba sama kamu kamu yang pengen ke daerah ini, terlebih niat pake kendaraan umum. Nggak usah dandan rapi-rapi ala anak mami. Tampillah segarang sesangar mungkin.
Terbukti lho, untuk perjalanan pulang suami saya sengaja gak cukuran dan pake celana sobek sobek. Sepanjang perjalanan pengamen nggak ada yang minta, malah ngangguk sopan, lewat gitu aja. Preman juga nggak ada yang nyamperin meskipun hanya untuk nyaloin pas di kapal menuju bus. Salam Nekad! Kalau bukan kita yang nekad, siapa lagi? #eh :D
Terbukti lho, untuk perjalanan pulang suami saya sengaja gak cukuran dan pake celana sobek sobek. Sepanjang perjalanan pengamen nggak ada yang minta, malah ngangguk sopan, lewat gitu aja. Preman juga nggak ada yang nyamperin meskipun hanya untuk nyaloin pas di kapal menuju bus. Salam Nekad! Kalau bukan kita yang nekad, siapa lagi? #eh :D
Tidak ada komentar:
Posting Komentar