Beberapa hari terakhir jagat maya
dihebohkan dengan kabar Rina Nose buka hijab. Menjadi trending di youtube, muncul jadi hot
topic di beberapa akun lambe-lambe an dan infotainment di hampir semua stasiun
televisi. Alhasil, orang yang tidak niat mencari berita tentang ini pun,
terpaksa tahu.
sumber: tribunnews (dot) com
Tulisan saya ini dibuat bukan untuk mengomentari Rina Nose itu baik atau buruk, muslimah yang berdosa atau tidak berdosa (karena setiap muslim juga tahu kan ini dosa atau tidak), atau pun menerka-nerka alasan apakah dia benar berpindah agama, atheis, atau depresi berat. Itu bukan urusan kita. Kalau terlalu dalam mengurusi itu, jatohnya kita malah lebih berdosa.Watch out!!
Eh, berarti saya mendukung
keputusan Rina Nose donk kalau gitu? Yaellah siapa sayaaaa mendukung atau tidak
mendukung nggak akan mengubah keputusan si dia mbake...!! kenal aja nggak.
Literally, tujuan utama saya turut menyematkan topik ini sebagai bahan tulisan di blog saya ini adalah: NGAJAK BELAJAR JADI MANUSIA YANG LEBIH BIJAK!
Yap, ngajakin belajar. Karena saya
juga sedang belajar. So, yuk sama-sama belajar dari case ini.
Public Figure Factor
Pertama, harus kita sadari yang
buka tutup hijab bukan hanya Rina Nose. Temen-temen, tetangga, bahkan keluarga
kita juga mungkin banyak yang melakukannya. Bahkan diposting di sosial media. Tapi
kenapa sih seheboh ini saat Rina Nose yang melakukanya (yang didahului oleh
Marshanda, Trie Utami, dan lain-lain) ?
Jawabannya adalah karena Rina
adalah public figure alias sosok yang dikenal oleh khalayak banyaaaaaak. Every single
penduduk kecamatan knows her, apalagi yang hobi banget nongkrongin dangdut academy semisal mama saya, hehe.. Nah, ini yang jadi masalah zaman now. Masyarakat
sekarang banyak yang memiliki keterikatan terlalu dalam dengan banyak selebriti
atau figur-figur publik yang sering muncul di TV. Pada tahap akut, beberapa
kalangan merasa memiliki dan berhak mengontrol kehidupan para public figure. Seolah yang diidolakan tidak boleh salah dan
harus selalu menjadi sosok ideal yang diharapkan.
We need to know, kita harus sadar
betul, betul-betul sadar, yang kita lihat di media (tv, internet, youtube
channel) itu hanya sepersekian (bagian sangat kecil) yang mereka tunjukkan. Selebihnya,
sebagian besar kita tidak tahu apa-apa.
Jadi, please jangan terlalu mudah mengagumi. Karena itu akan menuntunmu untuk juga terlalu mudah membenci. Dan ini tidak baik, Mbake!
Jawaban keduanya menurut saya
adalah saat ini banyak orang yang tidak sadar diri. Follower instagram yang
berjuta-juta itu manusia yang bisa jadi sebagian besar adalah remaja atau
manusia-manusia labil, fans-fans yang membesarkan si public fugure ini pun
bukan satu dua ratus, sampai jutaan. Dan mereka secara signifikan sangat dipengaruhi oleh tindak tanduk sang idola.
Tapi, memprihatinkannya sekarang kita melihat banyak
public figure yang seakan-akan tidak sadar bahwa sekecil apapun yang dilakukan
dan setiap statement yang diungkapkan ke publik akan berdampak besar. Ketika itu
kebaikan, maka kebaikannya akan berdampak sangat luas (lebih luas jika
dibandingkan dengan kebaikan yang dilakukan oleh yang bukan public figure). Begitu
pun sebaliknya, akan ada dampak sangat besar juga ketika para public figure ini
melakukan satu kesalahan atau ungkapan-ungkapan yang dianggap kurang sesuai
dengan norma.Nah, pengen banget ngomong sama
orang-orang yang memang sudah dikenal publik.
"Wahai orang yang populer bin terkenal, mau gak mau memang harus jaga sikap, jaga omongan, dan sebut saja harus punya citra yang baik. Karena apa? gerak gerikmu bukan hanya milikmu saja, jutaan pasang mata dan jutaan pandangan tertuju padamu. Bersikaplah dengan penuh tanggung jawab, pak/bu/mas/mbak/akang/teteh."
Satu lagi, buat kamu remaja
pemuda pemudi yang niat banget pengen populer, beneran siap jadi populer? Resikonya
banyak! You will such have no privacy. Mau nggak mau, pencitraan menjadi
sesuatu yang wajib pada akhirnya.
People’s changing
Pelajaran kedua, adalah sejatinya
manusia memang berubah. Dinamis dan terus menerus melakukan perubahan. Baik disadari
atau tidak, bukan hanya Rina Nose, kita pun begitu, kan?
Hari ini bisa jadi suka sekali
sama satu hal, besok tidak lagi. Kemarin tidak suka A, hari ini menjadi suka. Terus
menerus begitu. Itu fitrahnya manusia yang dikaruniai akal dan hati nurani. Kita
tidak bisa menghentikan kerja otak untuk menerima informasi, berpikir,
beropini, berkeputusan, sampai bertindak. Begitu seterusnya.
Tapi, masalahnya sekarang banyak
orang yang alergi terhadap perubahan yang terjadi di luar dirinya. Artinya kalau
dirinya yang berubah, sah-sah saja. Tapi kalau orang lain yang berubah? Dikomentari
sampai detil dan seolah menjadi komentator paling ahli sedunia. It is a big problem,
mbake!
Mengingatkan itu baik, bahkan wajib. Kami yang
muslim memang diajarkan untuk tidak hanya menegakkan kebaikan, tapi juga
memerangi kejahatan. Nah, karena itu baik, sampaikan dengan cara yang baik. Saya
pikir, siapapun sepakat kalau menguliti atau menelanjangi aib saudara dengan
cara yang tidak baik bahkan dengan kata-kata kotor, jahat, membully, itu sangat
tidak baik. Orang yang dihujat tidak menyadari kesalahannya, yang menghujat
juga dosa. Iya nggak sih?
Meskipun, sekali lagi, kalau saya ditanya setuju atau tidak menanggapi muslimah yang tidak berjilbab atau lepas jilbab, jawabannya jelas tidak setuju. Karena saya muslim, meskipun belum sepenuhnya 'baik' tapi jelas aturan agamanya kalau jilbab itu wajib. Ada beberapa hal yang sudah mutlak aturannya, :)
Kita boleh jadi mengetahui satu hal, tapi tidak mengetahui lebih banyak hal lainnya. Makanya kita harus selalu belajar. Meskipun jika tentang "keyakinan", jangan salah belajar, karena jika sudah salah memilih guru, resikonya bukan hanya salah tapi juga tersesat. Na'udzubillah.
Sekian, obrolan di Jum'at pagi ini.
Semoga kita terus bisa memperbaiki diri dan belajar selalu lebih baik.
Your sister,
Uly.
Yap mbak setuju. Jangan terlalu mudah mengagumi. Trimakasih sharingnyaa :))
BalasHapusHallo Mbak Muthi, terima kasih kunjungannya :)
HapusSangat disesalkan sih ya keputusannya utk lepas hijab. Tp kembali itu kan hak dia. Yg dosa jg dia kan. Sesama muslim kita hanya bisa mendoakan semoga hidayah itu dtg lagi, dan rina nose kelak istoqomah lagi. Aamiin
BalasHapusbetul mbak merry, disayangkan sekali.
Hapussemoga ya mbak, aamiin..
terima kasih kunjungannya mbak meri :)
Ah setuju, itulah sampai sekarang tak ada satupun public figure yang menjadi idolaku sampai aku harus sibuk mengikuti perjlanan si public figure itu. Yaaa, ada banyak kok yang mnginspirasi dan enggak harus mengikuti terus kan? apalagi sampai memuji-muji atau menjadi paduan untuk bersikap dan entah apapun itu. Ya gitiu, kalau public figure dinilai salah di masyarakat kitanya jadi bakal kecewa ya. And then orang itiu berubah, manusiawi kok...tapi yang lebih dipuji adalah berubah ke arah yang lebih baik di mata masyarakat (dalam hal ini public figure ya), kalau sebagai manusia biasa mah, berubah lebih baik dalam hal bangun lebih pagi, sudah bersyukurnya Masya Allah
BalasHapusya begitulah mbak, sedihnya banyak ketidakseimbangan sekarang di masyarakat kita. Was so complicated.
Hapuslove the last sentence: sesederhana bangun pagi & bersyukur. kalo tiap hari begitu, tenang ya rasanya..
Thanks kunjungannya ya mbak Astin :)