Tuan, bagaimana kabarmu?
Bisa
jadi kau sedang tidak baik-baik saja. Tapi aku tahu kau masih sibuk merajut
mimpimu, mimpi besarmu.
Beberapa malam terakhir kau
berhasil membuatku kacau. Kau datang tiga malam berturut-turut, entah apa yang
kau bicarakan, aku pun tak tahu pasti apa yang ingin kau sampaikan.
Kau datang dengan wajah lelah
sekali. Namunt tetap kau bawa senyum manismu. Aku membalas senyum, tapi aku
tak berani memberimu lebih, semisal memeluk atau entahlah. Aku ingat, kita
tidak lagi saling memiliki.
Saat aku menata perasaan, kau
seolah tak memberi jeda. Dua tanganmu sudah melingkar di tubuhku. Kau erat
mendekap dan baru kali itu kalimatmu jelas terdengar, “aku rindu kamu” katamu.
Lagi-lagi aku terdiam. Tak bisa
apa-apa. Aku sakit sekaligus bahagia mendengarnya.
Tiga malam yang membuatku enggan
tidur. Aku tak ingin kau temui lagi. Mimpi di tiga malam yang membuatku bisa
terjaga tanpa gelas demi gelas kopi hitam.
Jelagaku terus bertanya, apa arti
semua mimpi di tiga malam ini. Kamu yang tengah merindu, atau aku yang masih
tak mampu membenci?
**
“malam ini, Melbourne terasa lebih dingin dari
biasanya. bagaimana dengan cuaca disana?”
“tetap hangat, seperti saat kau
tinggalkan dua tahun lalu”
“sudah dua tahun ya. Kamu sedang
apa, Alea?”
“sedang memikirkan sesuatu. Kamu sedang
apa?”
“sedang minum kopi.”
“kopi? Bukankah kau tak suka
kopi.”
“hanya sedang rindu pada seseorang, yang tak bisa sehari pun tanpa kopi.”
“hanya sedang rindu pada seseorang, yang tak bisa sehari pun tanpa kopi.”
“Oh!”
Kau kembali di malam keempat,
ketika aku hampir mampu menaklukan waktu. Kau kembali mengusir kantuk. Ah kau
selalu saja membuatku terjaga dalam malam, tanpa gelas demi gelas kopi hitam
yang tengah kau nikmati malam ini.
sebuah sajak yuli nurmalasari
www.jurnal-uly.com
IG @uly_uli