Akhir-akhir ini saya cukup punya
banyak waktu untuk berkelana di dunia maya. Mulai dari media-media sosial, blog
walking, cek trending di you tube, baca-baca artikel online, cek berita
terkini. Ada nuansa khawatir di benak saya, muncul keresahan demi keresahan
rasanya.
Ada apa dengan negeri ini?
Oke, mungkin terlalu luas kita
berbicara negeri, negara. Siapa saya membicarakan lingkup seluas itu. Toh, yang
terblow-up pun hanya segelintir fenomena saja, bukan? Tapiii.... sayang sekali,
saya menjadi semakin resah karena ‘segelintir fenomena’ tersebut banyak terjadi
di sekitar kita. Here and now, disini dan sekarang. Dari list di bawah
ini, bahkan mungkin sudah kita alami sendiri, atau sudah kita lihat ada pada
keluarga kita.
- Hate speech semakin tidak terkendali. Mudahnya menghakimi.
- Mudah sekali menghujat karya orang lain, sedangkan si penghujat belum menelurkan satu pun karya. Hujatan dan komentar asbun itu bukan karya, hei!
- Terlalu mudah memutuskan untuk ikut campur urusan orang lain.
- Remaja, semakin semangat mempercantik citra diri secara fisik. Lupa mengembangkan diri.
- Semakin banyak orang dewasa (bahkan- tua) yang tak tahu bedanya bagaimana bertingkah di dunia maya.
- Orang sekolah dan tidak sekolah semakin tak terlihat bedanya. Pendidikan tinggi tidak lagi menjamin seseorang terdidik.
- Anak kecil pacaran seolah akan menikah besok? Anak-anak sudah mengerti bagaimana mengekspresikan cinta pada lawan jenis?
- Banyak yang diklaim influencer di sosial media, hanya karena postingan foto yang sophisticated. Remaja tergiring mengikuti. Orang tua lupa mendampingi. Terjebak sudah. Lupa nilai-nilai penting yang seharusnya ditumbuhkan untuk bekal hidup.
Sampai pada sebuah kalimat:
Remaja, anak muda, pelajar, generasi penerus bangsa, hidupmu tak bisa biasa. Kuatlah! Karena tantangan zaman bukan semakin berkurang, terus menerus bertambah, entah dari mana saja, entah berupa apa saja, nantinya.
Ya, jika saya ditanya apa yang
paling dikhawatirkan saat ini? saya mengkhawatirkan para remaja. Mereka sedang
diteror oleh hal-hal yang seolah menyenangkan, padahal sangat membahayakan.
Tempo hari, ketika saya dan suami
pergi ke sebuah kafe di daerah Kota Batu, duduk santai kami dikejutkan oleh
kedatangan sekelompok anak SMP yang masih berseragam. Tidak ada yang salah
dengan itu. Yang salah dan membuat kepala kami pusing seketika adalah beberapa
dari mereka dengan santai merokok. Beberapa berpacaran tanpa canggung di tempat
umum. Kalau di tempat umum saja mereka bisa melakukan itu, bagaimana di tempat
yang tak ada satupun orang dewasa di situ?
Pikiran saya melayang ke beberapa
tahun lalu, sekitar enam tahun yang lalu. Saat saya menjalani kuliah praktik
lapangan di sebuah SMP di Bandung. Banyak siswa berkonsultasi, mulai dari
masalah belajar, pertemanan, keluarga, hingga percintaan. Jujur, semuanya
membuat kami para praktikan terkaget-kaget. Sekompleks itu ya masalah anak SMP?
Apalagi ketika menceritakan
masalah percintaan, seolah ada pertaruhan masa depan yang dramatis. Kami ingin
sekali mengatakan: masa depanmu masih panjang, jangan urus cinta-cintaan
dulu sih nak. No! Saat itu kami tidak memilih untuk mengatakan itu, karena
kami paham, realita bukan yang ada di luar mereka tapi yang ada di pikiran
mereka. Sekuat tenaga, kita sebagai makhluk yang lebih dulu hidup di bumi,
harus rela memasuki realita yang mereka punya, untuk kemudian kita ajak ke
realita yang sesungguhnya. Prosesnya panjang dan memang cukup melelahkan.
Kita orang dewasa mungkin secara logisa
akan menjudge: mereka ini melebih-lebihkan deh, Lebay !
Terlepas dari masalah yang mereka
ceritakan sepenuhnya sesuai dengan kenyataan atau tidak, tapi artinya mereka
sudah punya referensi berpikir ala orang dewasa, kan? Ya, berpikir ala orang
dewasa, dan tidak bersikap sesuai usianya.
Begitulah kita, manusia, akan selalu menghadapi tantangan pada dua zona: fase perkembangan dan perkembangan zaman.
Sesuatu yang harus disadari oleh
semua orang dewasa adalah ada banyak perkembangan zaman yang tidak bisa diselesaikan
hanya oleh waktu. Dulu, mungkin mudah saja menghindari interaksi dengan lawan
jenis. Karena kalau tidak ketemu ya sudah. Tapi di zaman sekarang, setiap detik
semua orang dapat terhubung. Akses informasi menjadi tak terbatas. Akses
komunikasi seolah tanpa batas. Mereka punya 1001 cara untuk belajar, tapi
mereka pun punya 1001 cara untuk mengelabui orang dewasa.
Tantangan zaman kini memang bukan
main, dan tidak bisa kita anggap main-main. Percaya, mereka butuh kita. Remaja-remaja
itu butuh pengaruh orang-orang dewasa. Butuh kepedulian.
So, please, jangan tambah carut marut ini dengan tingkah kekanak-kanakan kita sebagai orang dewasa.
Setidaknya, berhitung sampai 10
detik ketika akan menyampaikan kalimat demi kalimat, ketika akan berkomentar,
ketika akan update status, ketika akan menghujat dan menghakimi, ketika akan
membagikan informasi, ketika akan mengklik “share” di sosial media. Berhitung dan
pastikan bahwa semuanya akan memberikan dampak baik: kalau tidak informatif, ya
edukatif, atau setidaknya menghibur orang yang melihat dalam konteks yang
postif.
Sudah saatnya kita ciptakan
lingkungan yang menyeimbangkan ketimpangan arus yang saat ini ada. Lebih baik
kita memilih komentar-komentar yang positif, postingan yang membangun, dan
menjadi teladan meski hanya lewat postingan-postingan sederhana.
Tulisan ini diposting sebegini
adanya. Hanya ajakan dari seorang yang penuh kekhawatiran, ditujukan untuk
makhluk dewasa yang sudah seharusnya hidup penuh kendali. Juga untuk semua
remaja yang tidak dibenarkan hidup tanpa kendali. Mari saling peduli!
Tulisan ini dibuat dalam kondisi resah luar biasa, setelah melihat rekaman seorang siswi mabuk di Bogor. Menjadi viral. Hal yang akan membuat si anak malu entah sampai kapan. Dan entah dengan apa ia menghilangkan rasa malunya. Semoga ada orang dewasa yang tahu bagaimana mengarahkan tanpa serta merta mencemooh dan mengucilkan saja.
Tulisan ini dibuat dalam kondisi resah luar biasa, setelah melihat rekaman seorang siswi mabuk di Bogor. Menjadi viral. Hal yang akan membuat si anak malu entah sampai kapan. Dan entah dengan apa ia menghilangkan rasa malunya. Semoga ada orang dewasa yang tahu bagaimana mengarahkan tanpa serta merta mencemooh dan mengucilkan saja.
Alih-alih merekam lalu menshare
ke sosial media, mengapa tidak kau tolong anak itu untuk pulang atau aman di
sebuah tempat tertutup saja? Bagaimana kalau anak itu adalah anakmu, adikmu,
atau keluarga yang sangat ingin kau tutupi aib-aibnya?
Regards,
your sister-Uly.
Jaman sekarang rentan sekali dengan contoh-contoh yang seharusnya bisa diminimalisir. tapi pesatnya perkembangan era teknologi tidak dapat dibendung, yang harus berani maju dan berkorban adalah orang dewasa dalam hal ini dari lingkungan kecil, orang tua yang harus memberikan pendampingan dan menjadi teman bagi remaja, ngeri euy kalau melihat banyak video viral dari remaja jaman now
BalasHapusbener banget mbak Astin. mau nggak mau, kita orang dewasa harus bantu mereka. syukur-syukur bisa merangkul dan jadi teladan.
Hapusthanks for leaving a comment. Salam kenal, Mbak Astin :)