Sabtu, 08 Juni 2013

Lelakiku


: Rizki Erdiantoro.

Mungkin aku termasuk perempuan yang hanya pandai menceritakan kepedihan. Sastra begitu mudah kusenandungkan kala duka, patah, sendu, pun merana. Tapi tetiba aku lupa diksi dan intonasi,  kala jiwa diliputi sukacita bahagia. Menulis ini pun aku memaksa. Rasanya tak adil saja jika ku menyerah untuk tak menuliskan indahnya rasa terhadapmu: lelakiku.

Aku tak pernah menyangka, kalau rasa sesakral ini bisa kuletakkan di genggamanmu. Aku tak merasa mabuk, aku tak tenggelam. Rasa yang kuduga lebih dari sekedar ‘cinta’ ini membuatku suka dan pandai berenang, bukan tenggelam lalu hilang kesadaran. Senyumanku sederhana, aku tak begitu tergila-gila. Meski sederhana, aku tersenyum setiap hari: bahagia.

Sebelumnya aku menemui banyak laki-laki, tapi yang kupanggil lelaki itu hanya kamu. Lelaki bagiku itu satu, tak ada setara apalagi setala. Kau satu yang kucintai sebagai lelakiku. Bukan berarti mereka tak baik hinggaku begitu meninggikan derajatmu, tapi karena kau memang yang terbaik. Beberapa memang lebih tampan dan perlente, tapi kau adalah yang paling berharga.

Kala ku mematut diri di cermin yang tak terlalu besar – tapi cukup untuk memantulkan seluruh wajah hingga tiga perempat tubuhku, ternyata aku tak terlalu cantik, dan ajaibnya kau pun tak terlalu memujaku karena ku cantik. Entah sudah berapa kali kau sebut aku perempuan berparas biasa saja, tapi aku tak merasa tercela. Aku bahagia. Rasa bahagia kala tak dipuja atas kecantikan bukan karena logikaku tak bernyawa, tetapi karena aku menangkap isyarat bahwa kau bukan pendusta. Aku memang berparas biasa.

Ini perjalanan kita yang kedua. Sebelumnya, kita gagal. Dunia perlu tahu, kegagalan yang kita alami kala itu bukan karena ada yang tak setia atau mendua. Tapi memang kita belum bisa menemukan elegi yang sama: aku seperti orang tua dan kau sangat anak muda. Kita sama-sama masih mencari sesuatu yang orang bilang jati diri remaja. Sekarang aku adalah aku, kamu juga adalah kamu. Kita tetap berbeda, tapi kita berada di nada dasar dan melodi yang sama: kita sudah dewasa.

Lelakiku, ingin sekali kuhadiahkan cermin yang tak hanya mampu pantulkan paras dan ragamu. Aku ingin menghadiahkan cermin ajaib yang mampu menggambarkan rasaku padamu: rasa bersiluet sempurna.

Katamu, aku perempuan penggombal. Ya itulah aku. Kadang aku berpikir aku terlahir untuk itu. Pasti kau tersenyum, senyummu tetap yang termanis dan ini bukan gombal. Senyummu memang yang paling kusuka, ingin selalu kujaga, dan kuimpikan. Dengan segala pengakuanku atas keahlianku menggombal, percayalah bahwa aku setia terhadapmu. Tidak ada sangat atau pun kurang di depannya, aku hanya setia terhadapmu.

Aku memujamu bukan karena kau bermahkota atau bertongkat sihir ajaib. Aku tak bisa menghindar untuk melakukannya karena kau tak pernah sertakan arogansimu kala kau memapah, kau genggam tanganku seadanya, dan keberanianmu berikrar bahwa hanya aku ratu di hatimu, kalbumu.

Kau memperlakukan hatiku selayaknya kaca yang rapuh, kau begitu apik menjaganya. Ah, kau benar-benar membuatku terpesona.

Lelakiku, lihatlah, tulisan ini sama sekali aku tak suka. Ia sama sekali tak sanggup mengungkap betapa bahagianya aku memiliki dan dimilikimu. Tapi percayalah, aku tetap pujangga. Meski hanya pujangga yang tak lagi mampu memilih kata puitis untuk mengungkapkan cinta padamu. Mungkin karena ada bahasa lain yang belum bisa aku bahasakan dengan tulisan: cintaku untukmu.

Lelakiku, biarlah aku berlayar di samudra rindu dan citamu. Bukan untuk pulang atau tenggelam. Aku ingin tinggal, menikmati apapun di samudera itu: kehidupanmu.

Lelakiku, aku telah miliki langit dan pelangiku sendiri. Biarlah aku memadukannya dengan langit dan pelangimu. Aku berjanji, pelangiku hanya akan melebur di langitmu, memperindah pelangimu. Aku dan kamu akan menatap langit dengan pelangi dan biru yang lebih purnama.

Lelakiku, aku tidak terlalu lemah dan mudah patah. Tapi aku pun tak begitu kuat apalagi perkasa. Percayalah, aku denganmu adalah sempurna. Dengan kesungguhan doa, semoga kau pun memiliki rasa yang sama.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar