Ingin sekali aku mengetuk pintu masa dimana kau memutuskan
untuk pergi dan aku tetap tinggal. Dari kisah itu, aku mengenal sisi lain
diriku yang tak mampu bertransaksi. Aku mencintaimu, memimpikanmu setiap malam,
menyelipkan namamu di setiap cita dan harapan. Aku melakukannya tanpa ada
jaminan kau melakukan yang sama. Aku tak peduli!
Malam itu, kau mengabarkan pamit atas kisah ini. dan kau
memintaku untuk berbahagia. Bagaimana bisa aku menerima semuanya dengan
senyuman bahagia, kala yang kau kabarkan adalah kepergian yang tanpa pulang.
Itu hanya permintaan gila.
Sekisah yang tak pernah bisa hilang kelekatannya dari
ingatan. Aku tak bisa lupa. Bait-bait sakitnya bahkan masih terasa hingga hari
ini. tak hanya itu, elegi bahagia saat kau rengkuh citaku dengan cinta yang kau
simpan perlahan pun aku ingat, selalu.
Bagaimana denganmu di
sana? Itu sekalimat tanya yang hanya mencipta jeda berakhir titik tanpa
koma apalagi sebuah kata lanjutan.
Ku tak pernah berbalik memunggungi kisah ini sedetikpun. Aku
hanya tertunduk tak mampu menatap kau yang melaju pergi begitu cepat. Aku hanya
tak ingin melepasmu yang penuh keyakinan.
Entah sudah berapa detik aku mengiba untuk mematri elegi kita
berdua yang indah. Ah cinta, kau memang kepalsuan yang indah tak bernyawa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar