Sampai
hari ini aku masih saja aneh dengan manusia bernama Rosna Pentiaratih Supendi.
Pun masih belum bisa menghentikan rasa syukurku memiliki teman seaneh dia. Kata
‘aneh’ aku pakai untuk menggambarkan dia bukan karena dia aneh. Aku sebut dia
aneh karena dia punya banyak hal yang aneh tanda kutip, hehe..
Dia
biasa dipanggil Oozh. Dia pernah menceritakan alasan mengapa dia dipanggil
dengan nama itu, tapi aku lupa. Ya, inilah aku, pelupa. Berbeda dengan dia, dia
nyaris tak bisa lupa sesepele apapun cerita yang pernah aku sampaikan. Aku
berteman dengannya sejak tahun 2007, kami sama-sama mahasiswa baru di sebuah
universitas negeri di Bandung. Tapi mulai menyandang status ‘sahabat’ sekitar
pertengahan tahun 2008.
Kami
berdua memang begitu dekat seperti anak kembar, meskipun secara fisik jauh
berbeda. Aku si imut nun mungil juga manis, sedang dia berperawakan besar dan
nampak tidak imut sama sekali, hehe.. tapi dia ‘aneh’ dan aku mungkin lebih
aneh.
Ke-‘aneh’
an itu dia tunjukkan ke siapapun dan dimanapun. Tapi aku tak mau terlalu
membahas keanehannya yang dia tunjukkan ke orang lain.
Ini
dia beberapa keanehannya yang aku tangkap selama kami berteman...
Keanehan
pertamanya, dia itu serupa GPS berjalan. Dia mudah mengingat rute jalan, jalur
angkot, dan alamat. Dan aku adalah si penyasar yang handal pula. Setelah
ditinggal pergi, aku harus menelan pil pahit kembali menjadi penyasar yang
handal itu, tanpa GPS berjalan lagi.
Keanehan
kedua: dia punya sense of service yang tinggi. Aku yang bossy, merasa sangat
nyaman dengan keanehan dia yang satu ini. waktu kuliah dulu, uang jajan dia
jauh lebih besar dibanding uang jajanku. Tapi faktanya, terlihat jelas aku yang
boss, dia yang karyawan, haha.. Next, aku akan ceritakan ilustrasi nyata yang
seringkali terjadi. Aku memang sering terserang penyakit bokek, tapi hasrat
untuk nongkrong atau hang-out gitulahyaa tak pernah pandang bulu. Ketika hasrat itu
muncul, pasti yang pertamakali menjadi korban ajakanku adalah dia, si rosna
yang aneh. Dan hampir 89% ajakanku tidak pernah dia tolak. Kami pergi
nongkrong, kami makan di tempat kuliner yang kadang ya lumayan mahal, dia yang bayar
(baca: ngutangin), dia jg yang nyatetin bill, dia juga yang berperan jadi
pengasuh selama kegiatan nongkrong berlangsung. Menurutku itu aneh. Peribahasa
‘ yang punya duit yang berkuasa’, nggk berlaku dalam persahabatan kami, haha..
#fakta
Keanehan
ketiga. dia lebih muda dari aku, dua tahun lebih muda, tapi harus aku akui dia
jauh lebih dewasa. Dalam banyak hal, aku selalu mengandalkan pendapatnya. Penuh
pencerahan dan tertata apik penuh empati. Aku sangat ingat, dulu ketika kami
masih sama-sama ngekos, hampir setiap minggu aku update cerita tentang
kehidupan asmara yang penuh konflik. Gaya diplomatisku untuk membela diri tanpa
disadari dibuat mati kutu oleh pandangan-pandangannya yang tidak menggurui,
bernuansa pengertian, dan kerap kali membuat sensasi #jlebb. Tapi sampai
tulisan ini dibuat, aku tak pernah mengakui ini. Ego ‘orangtua’ ku selalu tak
mau kalah.
Keanehan
keempat dia: tragedi putus cinta. Entah sudah berapa episode cerita
yang mirip telenovela aku muntahkan di telinganya. Tapi aneh tapi nyata, dia
masih saja jadi pendengar yang baik sampai hari ini. Aku jarang peduli waktu
(baca: pagi, siang, malam), dia sedang apa dan dimana, aku tak segan-segan
memuntahkan cerita-cerita ber-genre apapun padanya. Cerita lawak, pandangan
sosial-politik, kajian ilmiah, pribadi, karir, asmara, dan banyak lagi dia
lahap tanpa ekspresi ‘bosan’. Dia selalu membuatku merasa jadi pendongeng
paling menarik dan memesona di hadapannya. Dan dia selalu piawai menjadi
pendengar yang baik.
Friends, it’s such an miracle for me. Loe emang aneh!
Keanehan
kelima, dia mirip ibu-ibu. Pernah di suatu hari ceritanya aku mengalami patah hati yang
super duper dahsyat. Orang yang pertama kali aku hubungi saat itu ya siapa lagi
kalau bukan dia. Harus aku akui waktu itu ceritaku tersendat-sendat, tidak
seperti biasanya. Aku bercerita via telepon, karena dia sudah kembali ke
rumahnya di Bogor. Aku benar-benar sakit hati waktu itu dan pengen banget ketemu langsung sebenernya. Tapi jarak yang cukup jauh tidak memungkinkan kami bertemu.
Aneh tapi nyata (lagi), cerita singkat yang terbata-bata aku sampaikan malah
membuatnya menangis. Tangisan yang dia tahan, pecah dan terdengar juga di
telepon. Dia pun turut tersakiti, dia pun turut merasa dikhianati, begitu
katanya. Dia memang aneh. Dia bahkan bisa merasakan sakitku, seperti ibu-ibu
yang sadar kalau anaknya sedang tidak baik-baik meski tanpa bercerita panjang
lebar.
Sebenernya
masih banyak keanehan lainnya yang dia punya, tapi belum memungkinkan untuk
diceritakan sekarang. Kata ‘aneh’ yang bisa jadi adalah kata absurd yang mewakili kekagumanku pada si
sahabat yang satu ini. Aneh karena kebaikannya luar biasa. Aneh karena banyak
hal extraordinary yang dia punya. Aku hanya tak habis pikir, kebaikan apa yang
sebenarnya pernah aku lakukan di masa lalu, hingga Tuhan menghadiahkan teman
seistimewa dia. Terlepas dari sifat kekanak-kanakannya yang kadang muncul, itu
masih manusiawi, dia banyak menunjukkan arti ketulusan menyayangi teman.
Darinya aku banyak belajar. Terimakasih banyak, tetaplah menjadi si ‘aneh’ itu.
Dan
mungkin sama anehnya dengan ide tulisan ini. Penting nggk penting, ini penting
dooonk. Mungkin akan aku bacakan dengan bangga dan bernada sedikit konyol pada
anak cucu nanti.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar