Kamis, 07 April 2016

Cybersex : problematika di balik kemajuan teknologi internet

Apa itu cybersex? 
Terdapat beberapa definisi yang dikemukakan mengenai cybersex. Cooper (Sepna, 2009) mengemukakan bahwa cybersex merupakan media erotika di internet yang berupa fasilitas tampilan adegan-adegan pengumbar syahwat dan sarana komunikasi interaktif di internet yang menawarkan materi seksualitas berupa percakapan dua arah dengan menampilkan tulisan yang seolah-olah sedang melakukan aktifitas hubungan seksual dan menimbulkan rangsangan yang dapat memberi efek negatif pada perkembangan mental dan minat seksual remaja. Senada dengan definisi dari Cooper, Leiblum (Journal Of Sex Education And Therapy berjudul Sex And The Net: Clinical Implications, 1997) mendefinisikan cybersex sebagai sarana ekspresi seksual yang memiliki rentangan secara kontinum dari sekedar rasa ingin tahu sampai pada perilaku obsesif.
Terkait dengan kebiasaan cybersex ini, Lieblum (Sepna, 2009) membedakan tiga karakter klinis atau gejala yang muncul dari para pengakses cybersex.
1. Loners, yaitu ketika seseorang menganggap bahwa situs porno dapat menjadi alat untuk mengakomodasi masalah-masalah atau hal-hal yang tidak menyenangkan dalam hidup.
2.   Partners, yaitu ketika situs porno dianggap sebagai bagian dari pasangan hidup pengakses. Ketika pengakses mengalami masalah maka dapat mencari solusi melalui situs porno.
3. Paraphilics, yaitu ketika seseorang tergantung pada situs porno untuk memberikan stimulasi dan kepuasan seksual.

Kebiasaan mengakses cybersex di kalangan remaja dilatarbelakangi oleh hal-hal sebagai berikut:
1.    kemajuan teknologi informasi;
2.    kematangan atau perubahan secara seksual;
3.    lingkungan keluarga;
4.    pengaruh teman sebaya;
5.    kesepian (loneliness);
6.    kurang percaya diri;
7.    kurangnya kontrol seksual (lack of sexual self control);
8. ketegangan emosional.

Kebiasaan mengakses cybersex pada remaja tentu dapat memberikan dampak yang buruk diantaranya: 
1. kegagalan akademis; 
2. mendorong perilaku seks bebas; 
3. mendorong perilaku seks tidak sehat; 
4. gangguan perkembangan mental. 

Kebiasaan mengakses cybersex di kalangan remaja terkait dengan pemikiran remaja, aspek kognitif menjadi poin penting dalam analisis masalah ini. Pemikiran-pemikiran yang dipengaruhi oleh berbagai situasi dapat mengakibatkan sejumlah perilaku, termasuk perilaku mengakses cybersex. 
Kepuasan dan kesenangan yang didapatkan melalui aktivitas mengakses cybersex dapat menjadikan perilaku ini menjadi kompulsif. 

Salah satu pendekatan yang dipandang sesuai untuk mengintervensi remaja dengan kebiasaan mengakses cybersex diantaranya adalah Cognitive Behavioral Therapy (CBT). Pendekatan ini merupakan bentuk psikoterapi yang menekankan pada pentingya peranan pikiran dalam menentukan apa yang dirasakan dan apa yang dilakukan seseorang. 
Pada tahap awal dari konseling menggunakan CBT akan berfokus pada perilaku-perilaku spesifik dan situasi-situasi dimana gangguan kontrol yang impulsif mengakibatkan kesulitan terberat. Setelah itu, berfokus pada kognitif dan distorsi-distorsi yang sudah berkembang dan akibatnya pada perilaku.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar