Sabtu, 10 November 2012

Tak perlu kau lakukan apa-apa lagi


Tak perlu kau menjadi sejarawan untuk mengingatkanku tentang cerita lalu yang begitu indah. Karena tanpa kau ingatkan pun, aku memang tak pernah lupa.

Tak perlu kau menjadi ilmuwan yang menyelidiki, apakah masih ada namamu di hatiku. Karena tanpa itupun, aku yakin, kau telah melihat betapa tak mungkin ku menghapusnya.

Tak usah kau menjadi pujangga untuk mengumandangkan kerinduan. Karena tanpa itu pun, aku telah tahu bahwa semua kalimatmu tak lebih dari sebuah karya sastra.

Tak perlu kau menjadi guru untuk meyakinkanku bahwa kau bisa mengajarkanku banyak hal. Karena tanpa itu pun aku telah banyak belajar darimu. Setidaknya tentang bagaimana merelakan sebuah kepergian, bersahabat dengan kehilangan, dan menyusun remah-remah kekuatan sendirian.

tak perlu lagi kau buktikan apapun. Tak usah kau tunjukkan apapun.

Jika sejarah cita dan cerita kita di masa lalu tak lantas membuat kita besar, haruskah aku menyetujui pengulangan?
Jika cinta itu telah hancur karena sebuah kesalahan yang begitu cantik terencana, haruskah aku turut memeluk kerinduan yang kau senandungkan?

Tidak. Jawabannya, tidak.

Ruangan di hati ini sudah begitu rapi kutata kembali. Memang masih ada lukisanmu disni, yang kunamai tokoh masa lalu. Ya, hanya masa lalu. Masa lalu yang tak ingin aku ulang  kisahnya.

Sesekali kuizinkan kau bertamu, tapi tak untuk tinggal. Pergilah, bawa kembali semua sajak-sajak indahmu, lagu-lagu cinta yang kau siapkan tak lagi ingin kudengar.

Pergilah. Tak perlu kau lakukan apa-apa lagi. Tak perlu kau sapa kembali.  


(Ruang keyakinan, 11 – 11 – 12)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar