Cinta. Entah sudah berapa kalimat di dunia yang berusaha
mendefinisikan satu kata itu. Kata klasik yang masih saja terlihat menarik,
sampai hari ini.
Pun aku, sudah berkali-kali menuliskan tentang cinta.
Semalam tadi, aku kembali tertarik untuk berpendapat tentang
cinta.
Kenapa cinta? Bagaimana cinta? Siapa itu cinta? Untuk apa
cinta? Bisakah kita gantikan cinta dengan tai kucing atau sampah busuk? Oh
tidak, itu terlalu kasar. Bagaimana kalau dengan roti, anggur, atau sebuah
apel? Tidak pas juga.
Sampai pagi, tak kutemukan diksi yang pas. Sampai pagi, tak
bisa lagi kurangkai kalimat manis atau melankolik. Metakognisi ku tak lagi
sepandai dulu dalam merumuskan jawaban atas pertanyaan, “apa itu cinta?”
Ah sudahlah, semenjak patah hati. Bagiku cinta hanyalah hal abstrak yang tak
pernah pasti. Ia bisa menjadi apapun, datang dan pergi kapanpun, tak jelas
warnanya. Jadi, tak usahlah terlalu berpikir tentang cinta. Ia kadang semakin
rumit jika terlalu dipikirkan.
Mungkin, kita harus sudah mulai sederhana dalam
berpikir tentang cinta. Agar tak kembali larut dalam lintasannya yang entah
berujung dimana, kapan, dan dengan siapa.
#sebuah epilog, 15-11-2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar