...
Kekasihku bilang, kita ini hanyalah pelayan-pelayan Tuhan.
**
Aku tak terlalu mengerti apa maksudnya.
**
Seketika tawa menghampiri. Seringkali tanpa direncanakan kita bisa
seharian menyungging senyum karena dibuat senang oleh manusia lain di sekitar
kita. Itu adalah episode yang dinantikan, yang tidak ingin dienyahkan. Ayunan
langkah terasa ringan, mengapung ke langit tanpa rasa takut. Hingar bingar
ceria membuat dunia seakan luas tak berjeda. Membuat waktu terasa cepat
terlalui. Sebuah episode yang akrab kita panggil, bahagia.
**
Tetiba siang bisa berubah menjadi pekat berisi duka tak terbantahkan .
Sembab kerap kali tak lagi mampu disembunyikan. Benci sekali sendiri, sepi, dan
enggan berimajinasi. Setiap detik yang dilalui bermilmil lebih jauh, lebih
lama, lebih membosankan dan memuakkan. Tercipta lubang yang membuat meringis,
meski abstrak, tapi benar-benar sakitnya tak terbahasakan. Membunuh rasa sakit,
hanya akan menyisakan ruang hampa. Ia punya banyak nama dengan makna yang sama,
memuakkan. Ia seringkali disebut sedih. Kita tak pernah ingin memanggilnya,
tapi kedatangannya, tak terhindarkan.
**
Parade tawa dan sedih, mewujud rangkaian cerita yang beryakyak. Kompilasi
warna bahagia dan duka mengisi ruang-ruang hari tanpa batas. Apakah kita hanyalah
reseptor pasif? Atau aktor tanpa otoritas? Bukan. Kita memang reseptor tapi bukan yang
tak memiliki kemampuan untuk memilih. Kita memang aktor, tapi bukan aktor
bayaran yang dungu yang tak bisa menentukan peran.
Hidup ternyata hanya tentang diri sendiri. Sesekali saja bersama diri
yang lain. Yang kedatangan dan kepergiannya tak pernah terduga. Akan seberapa
lama kita memainkan episode hidup, akan bagaimana kita berperan, lagi-lagi
tentang diri sendiri yang harus dengan takzim menentukan.
Lalu? Tuhan?
Entahlah, Tuhan hanya meminta kita terus menerus bermain peran
sebaik-baiknya. Tuhan menyediakan banyak pilihan episode dan ruang untuk kita
pilih. Pilihan yang bisa kita pilih, tanpa mampu melampaui pilihan-Nya.
**
Kita adalah pelayan. Kita bisa memilih. Tapi memilih memiliki definisi
berbeda dengan menentukan.
Ya, kita hanyalah pelayan Tuhan. Tuhan yang menggenggam
pilihan-pilihan pelayan di seluruh muka bumi.
**
Entahlah, tapi aku begitu setuju dengan apa yang kekasihku bilang.
(Sebuah kontemplasi
senja di perjalanan menemui Tuhan, 19 Oktober 2012)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar